Mula-mula Gereja yang tumbuh di Tanah Batak disebut Huria Batak sebelum pada tahun 1930 disebut menjadi Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). HKBP mengurus sendiri perkaranya (mandiri, istilah yang dipakai HKBP: Manjujung Baringinna) pada 10-11 Juli 1940 setelah para Zendeling RM (Rheinische Missingesellschaft) diintenir menyusul meletusnya perang antara Belanda dengan Jerman pada Perang Dunia II. Sempat muncul keraguan apakah HKBP bisa ekses karena dipimpin pendeta pribumi.
.
Menjadi Gereja yang mandiri sudah cita-cita kelompok tertentu di tubuh HKBP jauh sebelum HKBP benar-benar mandiri. Wewenang pimpinan Eropah atas HKBP, misalnya telah dipersoalkan sejak tahun 1931, berbuntut berdirinya Hatopan Kristen Batak. Namun, karena keinginan tersebut ditentang kelompok dominan yang pro Zending RM, kemandirian HKBP baru terwujud setelah pendeta-pendeta RM di Tanah Batak ke Jerman pada tahun 1940.
.
Kala itu tengah berkecamuk Perang Dunia II, antara lain ditandai dengan penaklukan Jerman terhadap Belanda. Imbasnya, seluruh pendeta Jerman di Tanah Batak diinternir. Di HKBP tidak ada lagi pendeta Eropah, kecuali de Kleine dan Rijikhoek, yang asli Belanda.
.
Untuk sementara, menunggu Sinode Godang, de Kleine dan Rijkhoek dihunjuk sebagai pangganti Ephorus Verwiebie, atas persetujuan Verwiebie yang ditemui Kleine di penjara Tarutung, dan tentu saja atas restu kontroleur Belanda di Tarutung. Hanya saja, karena segala sesuatu yang berbau Jerman harus dihapuskan, istilah “ephorus” diganti dengan istilah dalam bahasa Belanda, “voorzitter”.
.
Kepergian pendeta-pendeta RM membuat sebagian besar jemaat HKBP bersedih, bahkan sempat berpikir HKBP tidak mungkin eksis di masa-masa berlanjut. Lothar Schreiner, dalam bukunya, Adat dan Injil, menulis begini: “Lembaga Zending mengalami pemutusan hubungan itu sebagi kerugian yang menyedihkan dan sebagai perampasan yang pahit. Jemaat Kristen yang ditinggalkan itu dipaksa untuk menyelenggarakan pimpinan itu sendiri.”
.
Dr. Justin Sihombing (Ephorus HKBP yang diangkat pada tahun 1972), menulis dengan rinci masa-masa putusnya hubungan HKBP dengan RM dalam buku Saratus Taon HKBP. Diketahui, bahwa untuk mandiri, bagi HKBP sesungguhnya tidaklah diperoleh dengan mulus akibat intervensi pemerintah Hindia Belanda.
.
Intervensi ditandai dengan ditempatkannya HKBP di bawah naungan Batak Nias Zending (BNZ), padahal HKBP pada tahun 1932 sudah punya legalitas hukum dari pemerintahan Belanda melalui Indisch Staatblad 1932 No.350. Dibentuknya BNZ adalah untuk mengambil alih tugas, hak, dan aset yang ditinggalkan Zending RM di Sumatera. Atas keputusan sepihak itu, 420 sekolah, 37 sekolah tukang, rumah-rumah sakit, dan harta kekayaan HKBP diambil alih BNZ.
.
HKBP melaksanakan Sinode Godang 11-12 Juli 1940. Pendeta Batak, K.Sirait terpilih sebagai Voorzitter, mengungguli kandidat lain, termasuk pendeta Belanda. Peristiwa inilah yang tercatat tanggal mandirinya HKBP yang akrab disebut “HKBP Manjujung Baringanna.”
.
Meski sudah mandiri campur tangan BNZ tetap mencengkeram pergerakan HKBP. Setelah menguasai aset HKBP, BNZ mencopot tugas sebagai gembala Gereja di sekolah-sekolah, menfitnah HKBP melalui brosur, dan menguasai kas pensiun.
.
HKBP bukanya tinggal diam. Sejumlah anggota jemaat HKBP di Jakarta membentuk komite, mencetak brosur untuk menagkis fitnah BNZ. Mereka terdiri dari JM Panggabean, J.Sormin, Dr. L.Lumbantobing, dan Mr. Amir Sjarifuddin.
.
MASA PAHIT PENDUDUKAN JEPANG
.
Pendudukan Jepang pada tahun 1942 dengan serta merta telah memutus hubungan HKBP dengan BNZ. Akan tetapi, masa pendudukan Jepang merupakan masa-masa yang sangat pahit bagi rakyat Indonesia, termasuk orang Batak dan jemaat HKBP di Tanah Batak. “Ndada holan badan namangae, alai dohot do tondi...” begitu J.Sihombing memberi komentar dalam bukunya, Saratus Taon HKBP yang menggambarkan penderitaan orang Batak secara fisik maupun psikis.
.
Orang-orang Batak banyak yang dimobilisir menjadi romusha (pekerja paksa) dan tentara, mereka di kirim ke luar daerah dan berperang melawan musuh-musuh Jepang.
.
Gerakan Gereja juga digembosi. Sekolah Zending diganti menjadi sekolah pemerintah. Sekolah guru HKBP di Balige dan sekolah theologia di Jakarta ditutup. Buku-buku dan Alkitab di Laguboti dirampas. Gereja banyak yang dijadikan gudang. Jepang juga mengkondisikan bangkitnya paham sipelebegu (penyembah berhala) dan perjudian. Pada setiap kegiatan gereja para pendeta selalu diawasi. Rapat-rapat pendeta sulit memperoleh izin. Dalam rangka menghimpun kekuatan orang Kristen didirikan Majelis Tinggi Agama Masehi Tapanuli. Selain HKBP, masuk di dalamnya Huria Christen Batak (HCB), Punguan Kristen Batak (PKB), Masehi Advent, Pinkster, dan Roma Katolik.
.
SEMAKIN MANDIRI
.
Penderitaan berakhir setelah Sekutu menaklukkan Jepang dan Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesai, 17 Agustus 1945. HKBP kembali mengalami masa-masa sulit dengan munculnya agresi militer Belanda dan lahirnya revolusi sosial di Sumatera Timur. Namun, lambat laun kondisinya semakin kondusif seiring makin membaiknya kondisi politik di Indonesia.
.
HKBP ternyata mampu menunjukkan diri sebagai Gereja muda yang mandiri di tangan pendeta-pendeta pribumi. Pendidikan pendeta dan penyelenggaraan jemaat-jemaat dilakukan tanpa bantuan dan sokongan luar negeri. Hubungan-hubungan dengan luar negeri pulih ketika HKBP menjadi anggota yang ikut mendirikan Dewan Gereja-gereja seDunia (1948) dan dengan Pangakuan Iman sendiri (1951) memasuki Federasi Gereja-gereja Lutheran se –Dunia (1952).
.
RM juga memberikan bea siswa kepada sejumlah pendeta HKBP yang melanjutkan pendidikannya ke Jerman, termasuk bibelvrow dan perawat. Selain itu juga dikirimkan pendeta untuk tugas pelayanan di Simalungun, Dairi, dan Humbang, di samping bantuan lainnya seperti tenaga arsitek untuk bangunan dan ahli percetakan, termasuk pengiriman dosen untuk Universitas Nommensen dan dokter-dokter untuk rumah-rumah sakit. Kemandirian HKBP dari waktu ke waktu terus tertanam hingga ke anggota jemaat. Kemandirian itulah yang kemudian menyuburkan perkembangan HKBP ke seantero Nusantara. Gereja HKBP tumbuh di mana-mana tanpa pengurus HKBP repot mengeluarkan dana.
.
Sumber : HORAS
Sumber
.
Menjadi Gereja yang mandiri sudah cita-cita kelompok tertentu di tubuh HKBP jauh sebelum HKBP benar-benar mandiri. Wewenang pimpinan Eropah atas HKBP, misalnya telah dipersoalkan sejak tahun 1931, berbuntut berdirinya Hatopan Kristen Batak. Namun, karena keinginan tersebut ditentang kelompok dominan yang pro Zending RM, kemandirian HKBP baru terwujud setelah pendeta-pendeta RM di Tanah Batak ke Jerman pada tahun 1940.
.
Kala itu tengah berkecamuk Perang Dunia II, antara lain ditandai dengan penaklukan Jerman terhadap Belanda. Imbasnya, seluruh pendeta Jerman di Tanah Batak diinternir. Di HKBP tidak ada lagi pendeta Eropah, kecuali de Kleine dan Rijikhoek, yang asli Belanda.
.
Untuk sementara, menunggu Sinode Godang, de Kleine dan Rijkhoek dihunjuk sebagai pangganti Ephorus Verwiebie, atas persetujuan Verwiebie yang ditemui Kleine di penjara Tarutung, dan tentu saja atas restu kontroleur Belanda di Tarutung. Hanya saja, karena segala sesuatu yang berbau Jerman harus dihapuskan, istilah “ephorus” diganti dengan istilah dalam bahasa Belanda, “voorzitter”.
.
Kepergian pendeta-pendeta RM membuat sebagian besar jemaat HKBP bersedih, bahkan sempat berpikir HKBP tidak mungkin eksis di masa-masa berlanjut. Lothar Schreiner, dalam bukunya, Adat dan Injil, menulis begini: “Lembaga Zending mengalami pemutusan hubungan itu sebagi kerugian yang menyedihkan dan sebagai perampasan yang pahit. Jemaat Kristen yang ditinggalkan itu dipaksa untuk menyelenggarakan pimpinan itu sendiri.”
.
Dr. Justin Sihombing (Ephorus HKBP yang diangkat pada tahun 1972), menulis dengan rinci masa-masa putusnya hubungan HKBP dengan RM dalam buku Saratus Taon HKBP. Diketahui, bahwa untuk mandiri, bagi HKBP sesungguhnya tidaklah diperoleh dengan mulus akibat intervensi pemerintah Hindia Belanda.
.
Intervensi ditandai dengan ditempatkannya HKBP di bawah naungan Batak Nias Zending (BNZ), padahal HKBP pada tahun 1932 sudah punya legalitas hukum dari pemerintahan Belanda melalui Indisch Staatblad 1932 No.350. Dibentuknya BNZ adalah untuk mengambil alih tugas, hak, dan aset yang ditinggalkan Zending RM di Sumatera. Atas keputusan sepihak itu, 420 sekolah, 37 sekolah tukang, rumah-rumah sakit, dan harta kekayaan HKBP diambil alih BNZ.
.
HKBP melaksanakan Sinode Godang 11-12 Juli 1940. Pendeta Batak, K.Sirait terpilih sebagai Voorzitter, mengungguli kandidat lain, termasuk pendeta Belanda. Peristiwa inilah yang tercatat tanggal mandirinya HKBP yang akrab disebut “HKBP Manjujung Baringanna.”
.
Meski sudah mandiri campur tangan BNZ tetap mencengkeram pergerakan HKBP. Setelah menguasai aset HKBP, BNZ mencopot tugas sebagai gembala Gereja di sekolah-sekolah, menfitnah HKBP melalui brosur, dan menguasai kas pensiun.
.
HKBP bukanya tinggal diam. Sejumlah anggota jemaat HKBP di Jakarta membentuk komite, mencetak brosur untuk menagkis fitnah BNZ. Mereka terdiri dari JM Panggabean, J.Sormin, Dr. L.Lumbantobing, dan Mr. Amir Sjarifuddin.
.
MASA PAHIT PENDUDUKAN JEPANG
.
Pendudukan Jepang pada tahun 1942 dengan serta merta telah memutus hubungan HKBP dengan BNZ. Akan tetapi, masa pendudukan Jepang merupakan masa-masa yang sangat pahit bagi rakyat Indonesia, termasuk orang Batak dan jemaat HKBP di Tanah Batak. “Ndada holan badan namangae, alai dohot do tondi...” begitu J.Sihombing memberi komentar dalam bukunya, Saratus Taon HKBP yang menggambarkan penderitaan orang Batak secara fisik maupun psikis.
.
Orang-orang Batak banyak yang dimobilisir menjadi romusha (pekerja paksa) dan tentara, mereka di kirim ke luar daerah dan berperang melawan musuh-musuh Jepang.
.
Gerakan Gereja juga digembosi. Sekolah Zending diganti menjadi sekolah pemerintah. Sekolah guru HKBP di Balige dan sekolah theologia di Jakarta ditutup. Buku-buku dan Alkitab di Laguboti dirampas. Gereja banyak yang dijadikan gudang. Jepang juga mengkondisikan bangkitnya paham sipelebegu (penyembah berhala) dan perjudian. Pada setiap kegiatan gereja para pendeta selalu diawasi. Rapat-rapat pendeta sulit memperoleh izin. Dalam rangka menghimpun kekuatan orang Kristen didirikan Majelis Tinggi Agama Masehi Tapanuli. Selain HKBP, masuk di dalamnya Huria Christen Batak (HCB), Punguan Kristen Batak (PKB), Masehi Advent, Pinkster, dan Roma Katolik.
.
SEMAKIN MANDIRI
.
Penderitaan berakhir setelah Sekutu menaklukkan Jepang dan Soekarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan Republik Indonesai, 17 Agustus 1945. HKBP kembali mengalami masa-masa sulit dengan munculnya agresi militer Belanda dan lahirnya revolusi sosial di Sumatera Timur. Namun, lambat laun kondisinya semakin kondusif seiring makin membaiknya kondisi politik di Indonesia.
.
HKBP ternyata mampu menunjukkan diri sebagai Gereja muda yang mandiri di tangan pendeta-pendeta pribumi. Pendidikan pendeta dan penyelenggaraan jemaat-jemaat dilakukan tanpa bantuan dan sokongan luar negeri. Hubungan-hubungan dengan luar negeri pulih ketika HKBP menjadi anggota yang ikut mendirikan Dewan Gereja-gereja seDunia (1948) dan dengan Pangakuan Iman sendiri (1951) memasuki Federasi Gereja-gereja Lutheran se –Dunia (1952).
.
RM juga memberikan bea siswa kepada sejumlah pendeta HKBP yang melanjutkan pendidikannya ke Jerman, termasuk bibelvrow dan perawat. Selain itu juga dikirimkan pendeta untuk tugas pelayanan di Simalungun, Dairi, dan Humbang, di samping bantuan lainnya seperti tenaga arsitek untuk bangunan dan ahli percetakan, termasuk pengiriman dosen untuk Universitas Nommensen dan dokter-dokter untuk rumah-rumah sakit. Kemandirian HKBP dari waktu ke waktu terus tertanam hingga ke anggota jemaat. Kemandirian itulah yang kemudian menyuburkan perkembangan HKBP ke seantero Nusantara. Gereja HKBP tumbuh di mana-mana tanpa pengurus HKBP repot mengeluarkan dana.
.
Sumber : HORAS
Sumber
1 komentar:
HKBP adalah HKBP ( Huria Kristen Batak Protestan ).
Jangan sampai kehilangan ciri dan identitas . Harus tahan terhadap terpaan badai jaman.
Tuhan Jesus memberkati !
Posting Komentar