·

Rabu, 28 November 2007

Evolusi Lewat Musik

Dinamika Gereja Kharismatik juga ada hikmahnya bagi HKBP melakukan, salah satunya, memainkan musik band dan song leader pada acara kebaktian. Tujuannya, untuk menarik simpati anak-anak muda. Tentu,setiap hal yang baru, selalu ada pro kontra.
Tak jelas idenya kapan muncul dan dari mana pertama dimulai. Kenyataanya, sejumlah gereja-gereja besar di lingkungan HKBP - khususnya kota-kota besar – mulai melakukan terobosan baru, mengiringi acara kebaktian dengan full band (seperangkat alat-alat musik modern) dan song leader (penyanyi pemandu). Dengan demikian, musik kebaktian yang selama ini cukup dengan organ, sudah ditinggalkan. HKBP menyebutkan kebaktian alternatif. Tujuannya, agar warga HKBP tak lagi merasa monoton selama mengikuti kebaktian.
.
Sejauh pengamatan HORAS di Jakarta kebaktian alternatif ini antara lain bisa di temukan di HKBP Suprapto, HKBP Rawamangun, HKBP Tebet, dan HKBP Cengkareng. Di luar Jakarta juga sudah mulai diterapkan, misalnya di HKBP Jambi. Biasanya, kebaktian alternatif hanya diberlakukan untuk kebaktian Remaja tentu saja, inilah salah satu cara HKBP mengantisipasi eksodus anak-anak muda warga HKBP ke Gereja Kharismatik.
.
”Iringan musik lengkap disengaja agar pra remaja tidak merasa jenuh. Dengan demikian kita akan lebih mudah membimbing kerohanian mereka,” kata pendeta Resort HKBP Cengkareng Pdt Agian M.Lumbantobing.
.
Apakah nilai kekhidmatan ibadah masih ditemukan dengan bungkusan budaya pop karena menggunakan musik band?
.
”Tata ibadah tidak perlu diubah karena memang sudah baku dan nilai spritualnya sudah mecakup,”kata Again M.Lumbantobing menjelaskan.
.
Hal yang sama juga diungkapkan Ramlan Hutahaean. ”Tata ibadah tetap dipertahankan. Maka, sama sekali tidak mengurangi kekhidmatan memuji Tuhan,”katanya.
.
Adalah Ramlan Hutahaean yang sudah dua setengah tahun bertugas di Resort HKBP Tanah Tinggi, membuat kebijakan itu di gereja HKBP Suprapto, bersama-sama dengan seorang anak muda Godfried Lumbantobing. Nama terakhir disebut adalah chorus master, konduktor, dan composer di paduan suara Grandiosso Chorus Community.
.
Kebaktian alternatif sempat ditolak sebagian orang tua. Namun setelah dijelaskan dan melihat hasilnya, penolakanpun suruh perlahan. Kaum remaja mulai rajin datang ke gereja. Persekutuan di antara mereka pun semakin terikat kuat.
.
”Nilai-nilai tradisonal (yang mendominasi warga HKBP karena masih banyak lahir dan besar di kampung) sudah tidak cocok dengan nilai-nilai modern perkotaan yang diperoleh anak-anak muda. Yang dia dengarkan dari luar tidak bisa kita katakan tidak bagus. Bagi saya musik kontemporer itu tak menarik. Tetapi, demi anak, saya harus ikut juga bernyanyi,” kata Ramlan Hutahaean memberi contoh.
.
Memang, benturan antara nilai tradisional yang masih banyak dianut kaum tua masih kerap berbenturan dengan nilai–nilai yang di dapat kaum mauda perkotaan.
.
Menurut St.Drs.Parpunguan Sianipar, di HKBP Setia Mekar Bekasi pernah dilaksanakan kebaktian dengan iringan musik band. Hal ini tekendala karena kebetulan kaum tua dan yang muda sama-sama melaksanakan kebaktian bersama, ”kebaktiannya harus terpisah. Itulah sebabnya kebaktian alternatif tidak berjalan baik di HKBP Setia Mekar Bekasi.” katanya.
.
Perubahan yang mendasar hanya pada direktori lagu, yaitu, adanya penambahan diluar kidung jemaat. ”Ada yang harus kita koreksi dari kita sesuai perkembangan jaman. Memang ada ketentuannya di HKBP, nyanyian yang disahkan itulah yang dinyanyikan dalam ibadah. Tetapi apakah itu terus kita pertahankan sehingga anak-anak kita pergi kemana-mana?” tukas Ramla Hutahaean.
.
Mengoptimalkan musik saat kebaktian, menurut Ramlan Hutahaean dan Godfried Lumbantobing malah bisa lebih meningkatan spritualitas jemaat.
.
”Musik adalah bagian dari seni yang membuat ketetarikan dan keterikatan,” kata Ramlan Hutahean.” Musik juga jamiat (siraman rohani),” timpal Godfried Lumbantobing sembari menambahkan bahwa konsep puji-pujian seperti itu akan terus dilanjutkan.
.
”Memang, setiap ada hal baru selalu mendapat pro dan kontra. Saya yakin, suatu waktu (kebaktian alternatif) akan berterima,” ujarnya.
.
Kebaktian alternative seperti di HKBP merupakan salah satu ciri Gereja Kharismatik. Namun, menurut Godfried Lumbantobing, musik juga sudah melekat menjadi cap bagi HKBP. ”Di Amerika, Gereja HKBP di sebut the singing church (gereja yang bernyanyi). Kalau menyanyikan lagu gereja sudah ada yang tertarik suara 2, suara 3. spontan semua. Musikalitas jemaat HKBP memang diakui sangat menonjol.” Katanya.
.
Perlahan tapi pasti, harus diakui, evolusi mulai tumbuh di HKBP. Sesuatu yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. AAp
.
Sumber : HORAS

6 komentar:

Unknown mengatakan...

sebagai anak muda HKBP, saya bingung..

sebegini cepatkah kita (HKBP) mengambil kesimpulan atas permasalahan yang terjadi di komunitas gereja HKBP?

akar permasalahannya bukan terletak pada band...kesalahannya adalah bagaimana menanamkan nilai spiritualitas yang baik pada diri anak2 dan pemuda HKBP...kesalahannya adalah ketika masih SKM anak2 sudah diberi lagu-lagu versi gereja kharismatik daripada lagu-lagu anak2 SKM jaman dahulu...

pengalienasian pemuda dari gerejanya (HKBP) justru dilakukan oleh HKBP sendiri melalui pelayanan yang sembrono... sekali lagi, ini bukan masalah band atau bukan band..kitanya saja yang terlalu sembrono.

dsimanjuntak
NHKBP Taman Mini

Anonim mengatakan...

Saya sebenarnya lebih suka dengan nyanyian2 HKBP yang terdengar megah bila diiringi church organ.
Tapi tidak apa2 juga untuk sekali2 agak nge-pop.

Poltak Simanjuntak
HKBP Cinta Damai

Fransisca S mengatakan...

Kebaktian alternatif di HKBP ibarat menghadirkan menu McDonald's di dalam restoran Wendy's. Baik McDonald's maupun Wendy's punya ciri dan filosofi kuliner masing-masing.

Demikian juga gereja HKBP punya ciri dan filosofi sendiri, tidak perlu disama-samakan dengan gereja kharismatik. Hargai denominasi lain, tapi jangan kehilangan identitas yang Tuhan telah percayakan kepada jemaat HKBP sebagai jemaat Lutheran.

Anonim mengatakan...

Menurut survey, jemaat HKBP pergi "jajan" di kebaktian lain di luar HKBP bukan untuk mendengar atau terlibat dalam kegiatan musik bermusik.
Tapi...
Tapi apa?
Tapi untuk mendengar khotbah yang dirasa lebih afdol dibandingkan khotbah pendeta HKBP pada umumnya!!
Coba bikin kebaktian di HKBP dengan liturgi HKBP namun pembicaranya yang terkenal, baik dari aliran Calvin atau Luther, dijamin rame yang datang!!
Lalu dibalik, bikin kebaktian dengan musik lengkap yang rame aujubilah namun pengkhotbahnya pendeta HKBP, dijamin bagaimana?
Dijamin makin sepi ajee...

Jadi intinya adalah bukan di urusan musik bermusik!
Tapi di urusan khotbah mengkhotbah!

Pointnya, sadarlah HKBP! Gak bisa lagi gaya mengajar ala "ortodoks" yang selalu diterapkan oleh pendeta HKBP pada umumnya manjur untuk diterapkan kepada jemaat HKBP pada umumnya. Belajarlah dari segala sisi.
Cobalah menyamai reputasi pendeta HKBP lainnya yang gayanya sudah mirip dengan pendeta ngetop lainnya dari gereja luar HKBP, seperti Daniel Harahap, Sukamto Limbong, Einar Sitompul, dll...

Martinus mengatakan...

Sangat "meaningless" apabila kita (HKBP) memberikan Kebaktian Alternatif bila hanya untuk alasan "expansi" para generasi HKBP.

HKBP secara umum harus melakukan evaluasi internal tentang pelayanannya kepada jemaat, apakah hanya melakukan "Rutinitas keagamaan" tanpa menanamkan nilai filosfis yang tekandung didalamnya. Sehingga hanya menimbulkan depresiasi nilai ibadah.

dalam hal ini perlunya "keseriusan" dari setiap pihak, untuk membangun HKBP yg berkarakter.

Hutasoit
NHKBP TMII

Anonim mengatakan...

Kalau hanya untuk memenuhi selera, sepertinya terlalu "aneh", HKBP adalah gereja yang memiliki liturgi yang menurut saya disusun bukan berdasarkan selera manusia. Jadi mempertahankan liturgi yang ada sekarang ini sah-sah saja, bahkan menurut saya, liturgi yang sekarang harus benar-benar dimurnikan menjadi 100% Lutheran, bukan bercorak uniert (tolong koreksi kalau saya salah), yaitu gabungan antara lutheran dan calvinis.

Tugas utama gereja adalah senantiasa memperbaharui pemahaman jemaat HKBP mengenai liturgi nya. Saya yakin, jangan kan jemaat awam, sintua sendiri masih banyak yang tidak paham mengenai liturgi HKBP. Kita mungkin pernah mempelajarinya ketika belajar sidi, tapi itu tidak lah cukup.

Jika kita bisa pahami liturgi HKBP, urutan2 dan segala aspek yang mendukung liturgi tersebut, saya yakin, kita tidak lagi perlu mempermasalahkan masalah "selera" ini. Liturgi HKBP tidaklah monoton atau tidak memiliki "rohul kudus", hanya memang perlu "sentuhan" baru dalam melaksanakan liturgi tersebut, sehingga "emosi" jemaat dapat benar-benar terbawa dan mencair dalam ibadah.

Mungkin kita bisa adopsi gaya liturgi Lutheran, dimana pembacaan Injil dalam Epistel, dibacakan sambil bernada nyanyian dan ada sambutan-sambutan jemat dengan nyanyian pendek untuk menyambut pembacaan Injil tersebut.

Sejak tahun 70 an, memang aliran kharismatik dengan gaya liturgi dan musik yang menurut saya adalah liturgi yang mengumbar selera manusia yang dibuat hanya untuk "pemuasan" jiwa manusia, bisa saja akan ditinggalkan oleh jemaat dimasa-masa yang akan datang, karena model liturgi yang seperti itu tidak lagi memenuhi selera jemaat. Itu sebabnya aliran kharismatic saat ini semakin "aneh dan liar", banyak pendeta yang membuat liturgi sesuai pemahaman pribadi dan hanya untuk memuaskan jemat mereka yang ujung-ujungnya sih mereka takut kehilangan jemat jika tidak bisa memenuhi selera jemaat tersebut.

Kalau khotbah di HKBP, saya kira saat2 sekarang ini, sudah jauh lebih baik, sudah banyak pendeta-pendeta HKBP yang menurut saya justru lebih baik dari pendeta2 beraliran kharismatic. Pdt. Sukamto Limbong di HKBP Kebayoran Lama, pantas untuk dicermati, saya pikir, beliau bisa menjadi "model" pendeta masa depan HKBP, bukan hanya beliau "jago" berkotbah, tetapi beliau banyak memberikan inovasi2 baru dalam perkembangan kehidupan rohani jemaat Kebayoran Lama. Contohnya adalah acara-acara partangiangan passion yang dikemas dengan sangat baik, begitu juga dengan Minggu buha-buha ijuk, dulu saya saja sempat kaget, ternyata seorang pendeta HKBP bisa juga memberikan makna baru bagi jemaat. Salute untuk Pdt. Sukamto Limbong.

Oh ya, saya ada satu pertanyaan nih, di Buku Ende kan ada Ende Kanon, sejak saya mengerti menyanyi di HKBP, seumur hidup saya, Ende Kanon belum pernah di nyanyikan dalam kebaktian minggu, nah yang menjadi pertanyaan saya, untuk apa ende tersebut di buat di Buku Ende kalau tidak pernah dimasukkan menjadi ende liturgi dan saat2 seperti apa ende tersebut dinyanyikan?

Google Search Engine
Google
·

Guestbook of HKBP

·
·


Visitor Map