Film "Ayat-Ayat Cinta" arahan sutradara Hanung Brahmantyo yang diangkat dari novel karya Habiburrahman el-Shirazy sempat mengundang kontroversi. Pendiri Institute for Syriac Christian Studies (ISCS) Bambang Noorsena mencermati kaitan film dan novel tersebut dengan hubungan Kristen dan Islam di Mesir. Acara ini berlangsung di Gedung Kasih Bersaudara, Jakarta Pusat, Senin, 7 April 2008.
.
Pada ulasannya, Bambang Noorsena mengungkapkan beberapa kejanggalan mengenai tradisi Kristen Koptik yang digambarkan setengah-setengah pada film Ayat-Ayat Cinta. Di film tersebut digambarkan kalau Maria Girgis (Carissa Putri), perempuan yang berasal dari keluarga Kristen Koptik - gereja pribumi di Mesir dan merupakan gereja ortodoks terbesar di dunia Arab - tertarik dengan Al-Quran karena ayat-ayatnya ditilawatkan dengan indah. Padahal tradisi baca Kitab Suci dengan tartil bukan hanya tradisi Islam, melainkan juga tradisi Timur Tengah (baik Yahudi maupun Kristen Timur) jauh sebelum lahirnya Islam.
.
Kejanggalan lainnya, waktu Maria sakit dan berbicara pada Fahri (Fedi Nuril), "Ajarilah aku shalat!". Perkataan tersebut menurut Bambang Noorsena, seharusnya lebih diperjelas dengan mengatakan, "Ajarilah aku shalat secara Islam!". "Sebab, bukan hanya Islam yang mengenal shalat, Kristen Koptik pun mengenal shalat tujuh kali sehari," jelas Bambang. Waktu shalat Kristen Koptik sama dengan Islam, ditambah dengan shalat jam ketiga, kira-kira jam 9 pagi untuk memperingati turunnya Roh Kudus.
.
Di fim tersebut, Bambang juga menilai para pemain gagal memerankan tokoh orang Mesir. Mereka nggak bisa mengucapkan dialek yang tepat layaknya orang Mesir. Begitu juga dengan adat kebiasaan Mesir yang nggak berhasil ditonjolkan dengan baik, dan malah memberi suasana Indonesia dan India.
.
Film Ayat-Ayat Cinta, menurut Bambang, akan lebih mendidik kalau yang diungkap tentang harmonisasi hidup berdampingan umat Kristen dan Islam di Mesir. Kehidupan umat Kristen dan Islam di sana bisa dibilang harmonis. Hal ini bisa dilihat seperti kehadiran Syeikh Al-Azhar, Dr Muhammad Tanthawi pada acara Idul Milad (Natal) di Katedral Al-Qidis Marqus, Abbasiya. Begitu juga tradisi saling mengucapkan selamat hari raya, baik hari raya Islam dan Kristen. Tradisi tersebut juga dilakoni masyarakat non-Arab lainnya, seperti Afganistan dan Pakistan.
.
Sumber : retz/n@bet/sam,
Kingdom Christian Youth Magazine edisi Juni 2008/thn I
.
Baca posting terkait :
- Ketika Bunda Maryam Jadi Juru Dakwah
- Adakah Pelecehan Kekristenan dalam "Ayat-ayat Cinta?"
.
.
Pada ulasannya, Bambang Noorsena mengungkapkan beberapa kejanggalan mengenai tradisi Kristen Koptik yang digambarkan setengah-setengah pada film Ayat-Ayat Cinta. Di film tersebut digambarkan kalau Maria Girgis (Carissa Putri), perempuan yang berasal dari keluarga Kristen Koptik - gereja pribumi di Mesir dan merupakan gereja ortodoks terbesar di dunia Arab - tertarik dengan Al-Quran karena ayat-ayatnya ditilawatkan dengan indah. Padahal tradisi baca Kitab Suci dengan tartil bukan hanya tradisi Islam, melainkan juga tradisi Timur Tengah (baik Yahudi maupun Kristen Timur) jauh sebelum lahirnya Islam.
.
Kejanggalan lainnya, waktu Maria sakit dan berbicara pada Fahri (Fedi Nuril), "Ajarilah aku shalat!". Perkataan tersebut menurut Bambang Noorsena, seharusnya lebih diperjelas dengan mengatakan, "Ajarilah aku shalat secara Islam!". "Sebab, bukan hanya Islam yang mengenal shalat, Kristen Koptik pun mengenal shalat tujuh kali sehari," jelas Bambang. Waktu shalat Kristen Koptik sama dengan Islam, ditambah dengan shalat jam ketiga, kira-kira jam 9 pagi untuk memperingati turunnya Roh Kudus.
.
Di fim tersebut, Bambang juga menilai para pemain gagal memerankan tokoh orang Mesir. Mereka nggak bisa mengucapkan dialek yang tepat layaknya orang Mesir. Begitu juga dengan adat kebiasaan Mesir yang nggak berhasil ditonjolkan dengan baik, dan malah memberi suasana Indonesia dan India.
.
Film Ayat-Ayat Cinta, menurut Bambang, akan lebih mendidik kalau yang diungkap tentang harmonisasi hidup berdampingan umat Kristen dan Islam di Mesir. Kehidupan umat Kristen dan Islam di sana bisa dibilang harmonis. Hal ini bisa dilihat seperti kehadiran Syeikh Al-Azhar, Dr Muhammad Tanthawi pada acara Idul Milad (Natal) di Katedral Al-Qidis Marqus, Abbasiya. Begitu juga tradisi saling mengucapkan selamat hari raya, baik hari raya Islam dan Kristen. Tradisi tersebut juga dilakoni masyarakat non-Arab lainnya, seperti Afganistan dan Pakistan.
.
Sumber : retz/n@bet/sam,
Kingdom Christian Youth Magazine edisi Juni 2008/thn I
.
Baca posting terkait :
- Ketika Bunda Maryam Jadi Juru Dakwah
- Adakah Pelecehan Kekristenan dalam "Ayat-ayat Cinta?"
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar