·
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

Selasa, 02 Desember 2008

Makna dari Ibadah Minggu di Gereja HKBP

HKBP merupakan bagian dari persekutuan Gereja Lutheran sedunia. Namun jika kita melihat tata letak altar dan bangku-bangku di dalam gereja kita, pada umumnya tidak menggambarkan pemahaman gereja Lutheran. Umumnya tata letak altar gereja kita mengadopsi tata letak gereja Calvinis, dimana mimbar pemberitaan firman Allah berada di tengah-tengah altar; dan berada di posisi yang tinggi. Gereja Lutheran menempatkan mimbar pemberitaan firman di sebelah kiri altar sebagaimana terlihat di gereja HKBP Menteng, jalan Jambu 46, Jakarta. (HKBP Petojo pun telah merubah posisi pemberitaan itu. Dulunya mereka menempatkan mimbar itu seperti biasanya di tengah. HKBP Balige pun menempatkan mimbar di sisi sebelah kiri, namun menjulang tinggi.)
.
Memang pemahaman kita tentang tata letak itu tidak seragam. Banyak orang yang menjadi arsitek pembangunan gedung gereja bukanlah seorang teolog. Mereka awam tentang hal tata letak, sehingga pertimbangan mereka hanyalah nilai estetika dan pertimbangan lainnya, tanpa didasari pandangan teologis. Banyak anggota jemaat yang tidak mengerti maknanya. Bahkan para pekerja pun banyak yang tidak mengerti. Saya sering mempertanyakan makna dari kembang yang ditaruh di atas meja di altar ! Umumnya alasan orang untuk menaruh kembang di sana hanyalah untuk estetika semata-mata. Pada hal bukanlah demikian menurut hemat saya secara pribadi. GPIB menyalakan lilin di meja tersebut, tentu ada makna dari lilin itu. HKBP umumnya menempatkan bunga. Apa makna bunga itu ? Kita menyalakan lilin di sana pada minggu Advent, ada maknanya. Kita pun menutup benda-benda di altar itu dengan kain berwarna tertentu, itu pun ada maknanya. Sekali lagi apa makna kembang tersebut ?
.
Bilamana kita memasuki gedung gereja itu (jemaat yang menyusun tata letaknya seperti pengajaran Gereja Lutheran) maka dapat kita katakan ruang gereja itu dapat dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama ialah bagian tempat duduk untuk anggota jemaat, yaitu bangku-bangku yang berjejer di dalam gedung. Saya memahami bagian pertama ini sebagai bagian ‘wilayah dunia.’ Itulah yang diajarkan kepada kami pada waktu masih belajar sebagai calon sintua. Sementara bagian kedua ialah ‘altar.’ Adapun altar itu dipahami Gereja kita sebagai ‘wilayah kudus.’ Bagian kedua ini diartikan sebagai ‘wilayah surgawi.’ Oleh karena itu pula, bagi kita, altar itu pun kudus adanya.
.
Di tengah-tengah altar itu, ada sebuah peti empat persegi panjang, persis di bawah salib yang melekat ke tembok. Peti yang berukir dengan sangat indah itu, dipahami ‘sebagai meja makan Tuhan.’ Mengapa peti itu disebut meja makan Tuhan? Peti itu disebut demikian, karena di atas meja itu diletakkan roti dan anggur perjamuan. Menurut hemat saya, persembahan yang kita persembahkan kepada Tuhan, seyogianya ditaruh di atas meja makan Tuhan. Persembahan itu adalah sesuatu yang kudus, sehingga di sanalah tempat yang paling pas. Bukan seperti sekarang ditaruh di luar wilayah surgawi, di luar ‘altar.’ Meja makan adalah wilayah yang paling dalam dari satu rumah, hanya anggota keluarga yang duduk di sana. Meja makan itu semacam ‘inner chamber’ di dalam satu rumah. Alangkah indahnya, jika kita diundang untuk menghadiri upacara makan bersama di sekitar meja makan Tuhan pada acara perjamuan kudus. Sayang, sekarang ini hal praktis telah menggeser makna datang kepada Tuhan dalam perjamuan kudus, sehingga saya tidak lagi datang mendekat ke meja makan Tuhan dalam perjamuan kudus.
.
Di sebelah kiri kita, di sisi meja makan Tuhan, ada bejana tempat penyimpanan air untuk babtisan kudus. Martin Luther mengatakan bahwa babtisan adalah juga kabar baik – Injil – bagi kita. Itulah sebabnya posisinya sejajar dengan podium di sisi kanan, tempat Injil secara verbal diberitakan. Jadi Injil diberikan kepada kita melalui firman dan sakramen. Saya kuatir, orang datang ke kebaktian Minggu, tanpa mencoba merenungkan makna dari tata letak dari benda-benda yang ada di dalam ruangan Gereja tersebut. Saya takut, kita telah kehilangan makna dari tata letak dalam ibadah kita.
.
Di antara kabar baik menurut sakramen, dan kabar baik menurut firman, dekat dengan meja makan Tuhan, berdirilah seorang perantara, antara ‘wilayah ilahi’ dengan ‘wilayah dunia’. Kita melihat secara kasat mata, seorang sintua berdiri di sana. Tetapi pada hakekatnya, secara iman, dia yang berdiri itu adalah Tuhan Yesus Kristus. Sebab hanya Dia yang dapat mengantarai manusia dengan Allah. Dialah satu-satunya perantara manusia dengan Allah. Jadi sintua yang berdiri di altar itu adalah representasi dari Kristus. Oleh karena itu, betapa pentingnya sintua yang ‘maragenda’ itu sadar, betapa kudusnya tugasnya memimpin ibadah minggu tersebut. Ia berdiri di sana atas nama Tuhan, untuk memimpin ibadah perjumpaan antara jemaat dengan Allahnya. Ibadah minggu kita adalah ibadah perjumpaan dengan Allah. Kita tahu tidak ada manusia yang dapat mempertemukan Allah dengan manusia kecuali Tuhan Yesus Kristus. Jadi jelas, tugas sintua ‘maragenda’ adalah mempertemukan Allah dengan manusia di dalam ibadah minggu itu.
.
Dari tata letak ‘meja makan Tuhan’ dengan bangku-bangku, kita lihat jaraknya cukup jauh. Memang jarak antara Allah yang kudus dengan manusia yang berdosa cukup jauh pula. Jarak surga dan dunia juga cukup jauh. Itulah sebabnya dibutuhkan seorang perantara, agar dimungkinkan pertemuan dan terjadi komunikasi di dalam pertemuan itu. Ketika Tuhan Yesus berdiri di altar tersebut, di dalam diri sintua yang menjadi liturgis, maka manusia yang duduk di bangku-bangku itu pun dapat mengadakan komunikasi dengan wilayah surgawi, yaitu ‘altar.’ Sekarang yang menjadi pertanyaan ialah : apakah sintua yang bertugas sebagai liturgis itu menyadari makna dari tugasnya tersebut ? Kesan saya, mudah-mudahan saya salah, teman-teman sintua tidak menyadari hal itu. Mereka sering saya lihat bertindak sebagai ‘master of ceremony’ di dalam kebaktian tersebut. Bahkan ada yang tidak siap, hal itu terlihat dari tidak ikutnya sintua itu menyanyikan lagu nyanyian jemaat. Jika kita bertitik tolak dari pemahaman bahwa sintua yang menjadi liturgis itu adalah wakil Kristus di dalam memimpin jemaat, maka jika ia salah di dalam memimpin liturgi, maka dapatlah kita katakan Kristus juga salah! Apakah kita sadar akan hal itu? Marilah kita merenungkan hal itu di dalam lubuk hati kita yang paling dalam.
.
Kita datang ke Gereja pada hari Minggu, bukan hanya untuk mendengarkan firman Allah. Jika kita datang hanya untuk mendengarkan firman Allah, hal itu dapat kita lakukan di dalam rumah. Kita datang ke Gereja dan beribadah untuk berjumpa dengan Tuhan yang bangkit. Di dalam ibadah minggu itu, kita merefleksikan ibadah yang diselenggarakan oleh para malaikat di Surga. Di dalam ‘Doa Bapa Kami’, Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita agar kita berdoa: ”Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga”. Menurut kitab Wahyu pasal 4 dan 5, ada kebaktian di Surga dilihat oleh Rasul Yohanes. Ibadah di Surga itu memusatkan penyembahannya pada Dia yang duduk di tahta itu dan Dia yang berdiri di tangah-tengah tahta itu, Anak Domba seperti telah disembelih, yaitu Yesus Kristus sendiri dengan segala karya-Nya. Jadi inti sari dari ibadah Kristen menurut hemat saya ialah: penyembahan kepada Allah dengan meninggikan karya Yesus Kristus. Kristus adalah pusat dari ibadah Kristen. Berbeda dengan ibadah kharismatik, yang menonjolkan Roh Kudus dengan karunia-karunia-Nya, ibadah HKBP merefleksikan ibadah surgawi yang dilaporkan kitab Wahyu.
.
Menurut DR. A A. Sitompul dalam bukunya mengenai tata ibadah, beliau mengatakan bahwa ada ibadah di tiga tempat. Ibadah yang pertama diadakan di Surga, sebagaimana dilaporkan oleh kitab Wahyu. Ibadah kedua ada di Bumi, maksudnya di dalam ibadah minggu yang kita lakukan. Ibadah yang ketiga ada di dalam hati kita. Ketiga-tiganya haruslah berada di dalam satu ikatan yang harmonis, seperti ‘cord’ di dalam irama musik. Surga mengambil nada ‘do’, sementara kebaktian minggu kita mengambil nada ’mi’, dan yang terakhir, di hati kita mengambil nada ‘sol’. Setelah itu ketiganya sama-sama menyanyikan pujian kepada sang Bapa, Anak dan Roh Kudus! Bila nada yang mereka nyanyikan tidak pas, maka akan terasa nyanyian itu fals.

Banyak orang mengatakan bahwa ibadah HKBP monoton, tanpa lebih dahulu menggali makna dari ibadah itu sendiri. Ibadah kharismatik, yang sangat populer sekarang ini, bahkan di dalam hati warga HKBP, menurut hemat saya, sangat bersifat ekspresif. Hal yang sangat ditonjolkan di dalam ibadah itu adalah perasaan manusia. Saya tidak melihat apa yang mereka refleksikan melalui ibadah itu! Karya Allahlah yang harus direfleksikan di dalam ibadah, lalu manusia memberikan respons terhadap karya itu melalui penyembahannya. Subyek yang paling dominan di dalam ibadah itu ialah Allah. Itulah yang direfleksikan ibadah HKBP menurut penghayatan saya. Tempat kita berpijak sangat berbeda dengan kebaktian kharismatik.

Sebelum kebaktian dimulai, biasanya parhalado berkumpul lebih dahulu di konsistori. Pada hakekatnya bukanlah para petugas yang dijadwal pada hari itu yang harus hadir di dalam konsistori, melainkan seluruh anggota parhalado yang datang ke dalam kebaktian tersebut. Sebab parhalado adalah satu ‘corps,’ mereka bertanggung jawab atas pelaksanaan kebaktian tersebut. Jadi sekalipun saya tidak bertugas pada hari itu, saya wajib masuk ke konsistori, minimal untuk mendoakan mereka yang bertugas pada hari itu. Itulah wujud dari tanggung jawab saya kepada Allah, yang telah memanggil saya menjadi pelayan-Nya di jemaat tersebut. Sekaligus itu adalah wujud dari tanggung jawab saya kepada ‘corps parhalado’. Sangat disayangkan, banyak juga teman-teman sintua yang tidak menyadari hal itu.
.
Di konsistori itu kita memeriksa seluruh acara yang akan kita selenggarakan, tentang kelayakannya. Kemudian acara yang sudah kita periksa itu kita bawakan ke hadiran Allah di dalam doa. Semua acara dari permulaan hinga akhir disampaikan di dalam doa, seolah-olah kita mengatakan kepada Allah, inilah yang akan kami lakukan di hadapan-Mu. Segala sesuatu yang tidak didoakan di dalam konsistori, seyogianya tidak dapat dilakukan di dalam ibadah. Kecuali warta yang sangat mendesak. Namun sangat disayangkan, sering kali kita melihat ada acara tambahan disampaikan kepada liturgis di tengah-tengah kebaktian. Sering kita melihat koor menyanyi sampai dua kali, pada hal di dalam daftar acara hanya satu kali.
.
Setelah parhalado berdoa, maka lonceng Gereja dibunyikan. Suatu pertanda bahwa seorang Raja segala raja dan Tuhan segala Tuan akan memasuki tempat ibadah. Anggota jemaat pun memberi respons terhadap bunyi lonceng itu dengan menaikkan doa-doa pribadinya ke hadirat Allah. Maka parhalado pun memasuki ruangan. Ibadah siap dilaksanakan.
.
Acara Kebaktian

1. Jemaat Menyanyi

Kebaktian dimulai dengan jemaat menyanyi. Biasanya nyanyian yang dipilih untuk minggu itu disesuaikan dengan nama minggu di dalam Almanak HKBP. Seperti kita ketahui kalender gerejawi tersusun atas dasar minggu, sebanyak 52 minggu dalam satu tahun. Bukan disusun dalam bulan seperti yang kita kenal bersama. Pertanyaan sekarang diajukan kepada kita, mengapa kita menyanyi? Pemahaman gereja kita tentang nyanyian, adalah sebagai respons terhadap apa yang diucapkan Allah dari altar-Nya. Ibadah minggu yang diselenggarakan bentuknya ialah responsoria. Respons kita kepada Allah di dalam ibadah itu ialah dengan jalan menyanyi dan berdoa. Jadi apa yang kita mau ungkapkan di dalam acara pertama di kebaktian itu? Jawaban untuk itu menurut hemat saya adalah : komunikasi telah dimungkinkan antara kita dengan Allah. Sebab seorang perantara telah berdiri di altar. Sekarang saya dimungkinkan untuk berkomunikasi dengan Allah. Tanpa kehadiran seorang perantara, maka mustahillah bagi saya untuk berbicara kepada Allah di dalam kebaktian tersebut. Jadi nyanyian itu adalah sebuah respons terhadap kehadiran Allah di dalam kebaktian itu.
.
2. Votum/Introitus/Haleluya/Doa
.
Apakah makna votum? Maknanya menurut hemat saya adalah peresmian. Dengan votum itu, kita percaya Allah hadir di dalam acara tersebut. Ketika Allah mengatakan “jadilah terang,” maka terang itu pun jadi. Seperti itu makna dari votum. Dengan diucapkan oleh liturgis, “Di dalam nama Allah Bapa, dan di dalam nama Anak-Nya Yesus Kristus, dan di dalam nama Roh Kudus yang menciptakan langit dan bumi” maka Allah secara nyata, hadir di dalam ibadah itu. Kehadiran dari Allah Tritunggal itu sekaligus menjadi dasar dari perjumpaan tersebut. Jadi jelas bukan karena marga, atau adat, maka ibadah itu dilakukan. Bukan juga karena nenek moyang, bukan karena latar belakang ekonomi, sosial, budaya, politik, namun karena nama Allah semata-mata. Allah itu adalah Bapa kita, di dalam ibadah itu Ia menerima anak-anak-Nya. Ia adalah Bapa yang memelihara kehidupan kita. Yesus sebagai Anak, adalah saudara yang menyelamatkan kita dari keberdosaan kita, Dia adalah ‘Penolong’ yang memanggil, menyertai dan menguduskan Gereja-Nya.
.
Untuk merefleksikan semua yang telah dikerjakan-Nya itu, kita berkumpul agar dapat berjumpa dengan Dia. Di dalam perjumpaan itu, Ia mengutarakan isi hati-Nya kepada kita melalui firman dan sakramen. Sementara itu kita mengutarakan isi hati kita melalui nyanyian dan doa. Banyak orang tidak mengerti bahwa makna ibadah kita seperti itu, sehingga mereka mengatakan ibadah kita itu monoton, pada hal mereka tidak memahaminya. Seandainya ia mengikuti dengan pengertian seperti yang kita utarakan di atas, apa ia masih mengatakan ibadah kita itu monoton? Di samping makna votum seperti yang sudah kita utarakan di atas, maka kita juga dapat mengatakan bahwa dengan hadirnya Allah yang kudus di dalam ibadah itu, maka orang yang hadir di dalam ibadah itu pun dikuduskan oleh Allah yang kudus. Oleh karena itu orang pada hakekatnya diharapkan untuk tidak datang terlambat, sebab ia tidak akan turut dikuduskan melalui votum tadi. Namun kenyataannya, banyak orang yang terlambat datang! Pertanyaan sekarang ialah: apakah mereka yang terlambat itu turut dikuduskan atau tidak? Jawabannya bisa ya, bisa juga tidak. Hal itu tergantung orang yang terlambat tadi. Jika ia mengakui kesalahannya itu di hadapan Allah, maka ia turut dikuduskan. Jika tidak diakui, maka ia tidak turut dikuduskan.
.
Setelah votum itu, acara berikutnya ialah introitus. Allah mengatakan isi hati-Nya melalui firman yang sesuai dengan nama minggu itu. Sementara nama-nama minggu itu adalah refleksi dari karya Kristus, dari sejak awal sampai akhir. Seperti yang sudah kita katakan di atas, kebaktian kita bersifat reflektif, maka dari sejak awal, Allah telah menyatakan isi hati-Nya kepada kita melalui introitus tadi. Nas itulah yang akan membimbing kita di dalam minggu yang akan kita jalani. Ayat itu adalah ayat yang diperuntukkan bagi kita. Sebagai respons kita atas firman itu, maka kita menyanyikan haleluya tiga kali. Seyogianya kita menyanyikannya dengan sukacita. Namun kita lihat kenyataan di dalam jemaat kita, seringkali haleluya itu kita nyanyikan dengan lamban. Pendeta Pakpahan, dalam uraiannya mengenai ibadah minggu, mengatakan bahwa seharusnya kita menyanyikan haleluya itu dengan cepat. Argumen yang diajukan pendeta Pakpahan ialah : layaknya seperti orang yang meneriakkan’ api…api…api…’ pastilah kita meneriakkannya dengan cepat dan penuh dengan emosi. Haleluya itu adalah ungkapan sukacita karena Allah telah berfirman kepada kita, pada hal Allah belum mempersoalkan dosa kita.
.
Setelah haleluya, kita mendengar perantara itu menaikkan doa. Sebagai perantara, maka dia berada di dalam dua sisi. Sisi yang pertama, di sisi ilahi dan sisi kedua di sisi manusia. Ketika ia mengutarakan votum, maka dia berada di sisi Allah. Ketika dia mengutarakan doa, maka itu adalah doa manusia, maka dia berada di sisi manusia. Ada orang mengatakan bahwa di Gereja Anglikan, liturgis itu ketika ia mengutarakan votum, maka ia berdiri di altar, tapi pada saat ia menaikkan doa, ia berpindah dari altar ke arah jemaat, dan berbalik menghadap altar untuk menaikkan doa tersebut. Dari sana sangat jelas bahwa ia berada di dua sisi. Seharusnya di dalam ibadah kita pun hal seperti itu harus dilaksanakan. Namun karena hal itu dari sejak semula tidak dilaksanakan, maka kita tidak tahu bahwa demikianlah maknanya.
.
Seperti yang sudah kita katakan di atas, sintua itu menaikkan doa jemaat, dan karena yang berdoa itu adalah Tuhan Yesus di dalam diri sintua tersebut, maka kita dapat katakan doa itu akan didengar Allah. Tuhan Yesus juga membawakan doa-doa yang dinaikkan jemaat di dalam hati ketika mereka sedang berdoa di bangku-bangku tatkala kebaktian belum mulai. Karena doa itu adalah doa-doa kita juga, maka kita pun harus mengaminkan doa itu di dalam hati kita.
.
3. Jemaat Menyanyi
.
Seperti diutarakan di atas, nyanyian adalah respons terhadap Allah, karena Ia telah hadir, Ia menguduskan kita, Ia telah menerima doa-doa kita. Alangkah indahnya, jika kita menyanyikan pujian itu dengan segenap hati. Untuk itu kita seyogianya telah tahu lebih dahulu lirik dari nyanyian itu, karena kita telah membaca lebih dahulu, karena kita tidak terlambat datang, sehingga kita dapat mempersiapkan diri dengan baik.
.
4.Hukum Tuhan
.
Sementara kita menyatakan isi hati melalui nyanyian, liturgis akan menyatakan isi hati Allah. Ia berkata: ”Dengarlah hukum Tuhan…” Allah itu adalah Allah yang kudus, di dalam kasih-Nya Ia menerima orang beriman. Namun kita harus mengenal diri kita. Hukum Tuhan di dalam pemahaman Gereja kita adalah ibarat cermin. Hukum Tuhan adalah kehendak Allah, jalan yang harus ditempuh oleh umat-Nya. Pada saat kita mendengar hukum Tuhan dibacakan, maka seyogianyalah kita menemukan diri kita di dalam perspektif kehendak Allah. Tentulah sebagai respons terhadap hal itu kita berdoa untuk memohon kekuatan untuk melakukan kehendak Tuhan tersebut.
.
5. Jemaat Menyanyi
.
Kita memberi respons kepada hukum Tuhan itu dengan nyanyian. Tentulah kita akan menyanyi dengan segenap hati.
.
6. Pengakuan Dosa
.
Pada saat kita mendengarkan hukum Tuhan dan kita menjadikannya sebagai cermin, maka tentulah kita akan menemukan diri kita di dalam kesalahan. Karena itu kita berdiri di hadapan Allah untuk mengaku dosa-dosa kita. Hanya mereka yang tidak menyadari dosa-dosanya yang tidak mau berdiri di hadapan Allah Yang Maha Kudus, untuk mengaku dosa-dosanya. Liturgis dari sisi insani membawakan pengakuan dosa itu ke hadapan Allah. Dari keberadaan seperti itu kita tahu bahwa liturgis itu bukan membacakan kalimat-kalimat di dalam agenda, melainkan melakonkan acara itu di hadapan Allah. Oleh karena itu pula intonasi dari suara sintua tatkala mengucapkan doa itu berbeda dengan intonasi dari ucapan berita pengampunan dosa. Dimana pada sisi ini, ia berada di sisi ilahi tatkala ia mengucapka pengampunan dosa.
.
Karena yang menaikkan permohonan itu adalah Kristus Yesus sendiri, maka tentulah akan dikabulkan. Itulah sebabnya kita langsung mendengar janji Allah tentang pengampunan dosa. Apakah otomatis pengampunan itu dialami oleh setiap orang yang hadir di dalam ibadah tersebut? tentula tidak! Pengampunan itu hanya diterima oleh orang-orang yang sungguh-sungguh mengaku dosanya. Itulah sebabnya di dalam ibadah kita di jalan Jambu, setelah liturgis selesai mengucapkan doa tersebut, kepada kita diberikan kesempatan untuk mengaku dosa-dosa kita secara pribadi. Segala dosa yang kita lakukan di dalam minggu itu. Barulah kita mendengar janji Allah tentang pengampunan dosa. Orang yang mengaku dosa dan rindu akan keampunan dosanya, merekalah yang mendapatkan pengampunan dosa. Karena pengampunan sudah sampai kepada kita, maka liturgis itu menyuarakan “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi.” Ia menyuarakan itu dari sisi insani. Jemaat akan menyambut doxologi ini dengan “amin.” Barukah kita duduk kembali.
.
7. Jemaat Menyanyi
.
Setelah kita menerima pengampunan dosa, wajarlah kita memberi respons dengan nyanyian yang diungkapkan dengan segenap hati kita dan segenap jiwa. Seperti yang sudah dikatakan di atas. Ibadah kita adalah responsoria bentuknya. Melalui responsoria seperti itu, kita mengalami perjumpaan dengan Allah.
.
8. Epistel
.
Setelah menyanyi, liturgis akan menyuarakan nas epistel untuk minggu itu. Epistel memberi arahan tentang petunjuk praktis di dalam kehidupan sehari-hari. Penjelasan tentang nas ini kita sudah kita dengar di dalam kebaktian “partangiangan wijk” yang diselenggarakan jemaat kita setiap minggu. Sekarang kita mendengarkannya kembali untuk kita lakukan di minggu ini. Bagaimana dengan orang yang tidak datang pada partangiangan wijk? Tentulah ia akan mempersiapkan diri di rumah sebelum datang ke Gereja, sebab kita memiliki Almanak HKBP. Epistel adalah petunjuk praktis, maka liturgis menutup pembacaan firman Tuhan itu dengan ucapan “Berbahagialah orang yang mendengar firman Allah dan melakukannya.”
.
9 Jemaat Menyanyi
.
Kita memberi respons di dalam bentuk nyanyian. Liriknya tentulah sebagai satu pernyataan melakukan firman Allah.
.
10. Pengakuan Iman
.
Setelah nyanyian itu kita diundang untuk bangkit berdiri agar mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli. Ucapannya adalah sebagai berikut: “Bersama-sama dengan saudara-saudara seiman di seluruh dunia…” satu pertanyaan perlu diajukan, siapa saja yang dimaksudkan dengan saudara-saudara seiman di seluruh dunia itu? Maksudnya tentulah tidak hanya orang-orang Kristen yang hadir pada waktu itu, juga bukan hanya orang Kristen yang hidup di dunia sekarang ini, tetapi juga orang Kristen yang sudah mendahului kita. Mereka itu adalah saudara-saudara seiman kita. Jadi tatkala kita berdiri untuk mengaku iman percaya, maknanya ialah apa yang saya ucapkan tentang iman saya, itu tidak berbeda dengan apa yang diimani oleh Nomensen, demikian juga dengan orang Batak yang pertama-tama menerima Injil. Sama seperti mereka berdiri mengaku iman yang murni itu, demikian juga kita mengungkapkannya. Bahkan bukan hanya itu saja. Di tempat itu hadir juga orang-orang Kristen dari generasi yang akan datang. Mereka hadir di dalam diri Kristus. Sebab HKBP adalah salah satu dari penampakan tubuh Kristus yang berasal dari segala kaum di muka bumi ini. Tubuh Kristus adalah Gereja yang tidak kelihatan, mencakup seluruh totalitas orang kristen dulu, sekarang dan nanti. Bilamana kita memahami HKBP adalah salah satu penampakan tubuh Kristus, maka ketika kita beribadah, itu adalah ibadah dari tubuh Kristus. Maka di sana hadir juga orang yang tidak hadir. Sama seperti yang dikatakan Musa di padang gurun kepada bangsa Israel, “Bukan hanya dengan kamu saja aku mengikat perjanjian dan sumpah janji ini, tetapi dengan setiap orang yang ada di sini pada hari ini bersama-sama dengan kita, yang berdiri di hadapan Tuhan Allah kita, dan juga dengan setiap orang yang tidak ada di sini pada hari ini bersama-sama dengan kita. (Kel 29:14-16)
.
Orang yang hadir di dalam ibadah itu – secara iman –tetapi tidak hadir secara fisik, mereka itu adalah generasi pendahulu, dari masa yang lalu dan generasi yang akan datang. Jadi, jika seorang pemuda berdiri di situ dan mengaku imannya, maka di dalam dia hadir juga anak cucunya kelak. Bersama pemuda itu, anak cucunya yang ada di dalam dia, hadir juga dan turut mengucapkan pengakuan iman tersebut. Argumen untuk itu sudah dikatakan di atas, yaitu di dalam Kristus. Argumen tambahan kita utarakan di sini, ialah menurut surat Ibrani, Lewi di dalam Abraham, bapa leluhurnya, ia juga turut mempersembahkan perpuluhan kepada Melkisedek, tatkala Abraham mempersembahkan perpuluhan tersebut. (Ibr. 7:4-10). Pada hal Lewi pada waktu itu belum lahir. Mengapa Lewi dikatakan turut mempersembahkan? Karena ia ada di dalam diri Abraham, bapa leluhurnya. Sama seperti itulah pemahaman saya tatkala saya berdiri mengucapkan pengakuan iman. Saya mengucapkan hal itu di dalam Kristus, dan di dalam Kristus, hadir juga generasi dahulu dan generasi nanti. Alangkah agungnya ibadah kita itu!
.
Di dalam pemahaman secara pribadi, saya melihat, tatkala kita mengucapkan pengakuan iman tersebut, saya mengucapkannya, di hadapan Allah dan para malaikat-Nya; di hadapan orang-orang percaya di sepanjang masa, dan juga di hadapan roh-roh jahat di udara! Orang-orang kudus yang telah mendahului kita itu, disebut penulis surat Ibrani sebagai para saksi, Ibr.12:1. Pada waktu itu pula, saya secara imajiner mengadakan perjalanan rohani, dari penciptaan alam semesta, - sebab Allah adalah pencipta langit dan bumi – sampai ke Betlehem, dimana Kristus lahir, sampai ke Golgata, tatkala Kristus disalibkan di sana dan dikuburkan. Perjalanan itu diteruskan ke kubur kosong, lalu ke Betania tempat Ia naik ke Surga, bahkan sampai di Surga bersama rasul Yohanes, melihat tahta dan kedua puluh empat tua-tua yang bermahkota, dimana kita bersama mereka sujud menyembah Dia. Setelah itu turun lagi ke bumi, melihat Gereja purba, Gereja abad pertengahan sampai Gereja di zaman Nomensen, sampai Gereja kita sekarang ini. Bahkan sampai ke tahta penghakiman kelak, dimana semua mahluk dihakimi, dan saya dihakimi sebagai orang benar di hadapan-Nya. Gambaran seperti itu diutarakan pendeta Pakpahan di dalam bukunya tentang makna ibadah kebaktian HKBP. Pertanyaan sekarang ialah : bagaimana dengan anda?
.
11 Warta Jemaat
.
Setelah kita mengaku iman percaya kita, maka tiba saatnya kita mendengar berita dari sesama anggota keluarga Allah. Orang yang berdiri di sisi saya itu, di depan di samping dan di belakang, adalah saudara satu bapa di dalam Tuhan. Di dalam persekutuan dengan Allah dan dengan sesama keluarga Allah, kita mendengar berita dari Allah, dan berita dari sesama. Di dalam warta jemaat itu, kita akan mendengar berita tentang kelahiran seorang anak di dalam keluarga saudara seiman. Biasanya warta itu senantiasa diakhiri dengan sebuah doa “semoga Tuhan memberkati anak itu beserta orang tuanya.” Kita pun turut meng-amin-kan hal itu di dalam hati. Bila kita berjumpa dengan kedua orang tua yang berbahagia itu, maka kita pun mengucapkan selamat berbahagia kepada mereka, sebagai respons aktif kita terhadap warta tersebut.
.
Melalui warta itu pun kita akan mendengar rencana saudara yang akan menikah. Kita pun wajib memeriksa kelayakan dari orang-orang yang akan menikah tersebut. Bilamana ada hal-hal yang tidak pas menurut RPP (Ruhut Parmahanion Paminsanon = Hukum Siasat) dari Gereja kita, maka wajiblah kita memberitahukan hal itu kepada pendeta untuk ditindaklanjuti. Namun jika kita tidak mengetahui ada hal-hal seperti itu, maka wajiblah kita mendoakan rencana pernikahan itu, karena mereka adalah saudara kita. Jika kita berjumpa dengan mereka, atau kedua orang tua kedua belah pihak, kita pun akan menyampaikan salam kepada mereka, untuk menunjukkan bahwa kita turut besukacita atas rencana pernikahan tersebut.

Kita pun mendengar warta dukacita tentang meninggalnya anggota keluarga Allah. Warta ini senatiasa ditutup dengan doa: “Semoga Tuhan memberikan penghiburan dan kekuatan iman bagi anggota keluarga yang berdukacita itu” kita pun mengaminkan doa itu di dalam hati. Sebagai penampakan dari kata amin itu, maka kita pun pergi melayat ke rumah duka. Kita menghibur orang yang berduka itu di rumah duka dan mendoakan mereka di rumah kita masing-masing, karena mereka adalah saudara di dalam Tuhan.

Di dalam warta itu juga kita mendengar warta tentang keuangan jemaat, dan warta-warta lain. Semuanya itu harus diberi respons sesuai dengan kemapuan kita masing-masing. Oleh karena itu seharusnya kita mendengar warta itu dengan sepenuh hati. Namun jika kita perhatikan sikap dari anggota jemaat pada mata acara itu, banyak dari antara mereka yang acuh tak acuh, banyak yang ngobrol. Hal itu terjadi tentulah karena mereka tidak memahami makna dari warta jemaat di dalam ibadah kita.

12. Jemaat Menyanyi

Sebagai repons bersama terhadap warta itu, kita bersama sama menaikkan pujian kepada Allah, sekaligus persiapan untuk mendengar firman Allah. Ingat respons kita senatiasa di dalam doa dan pujian.
.
13 Khotbah
.
Seperti yang sudah diuraikan di atas, liturgis yang berdiri di altar itu pada hakekatnya bukanlah dia melainkan Kristus yang berdiri di sana; demikian juga halnya dengan pendeta yang berdiri di mimbar. Pendeta itu adalah representasi dari Kristus. Itulah sebabnya perkataan yang pertama keluar dari mulutnya ialah ‘Damai sejahtera yang melampaui segala akal akan memelihara hati dan pikiranmu di dalam Kristus Yesus. Amin.” Jika kita melihat dia yang berdiri itu adalah manusia, maka tentulah tidak ada berkat yang datang dari dia. Namun jika mata iman kita melihat bahwa dia yang berdiri di altar itu adalah Tuhan sendiri, maka tentulah berkat akan mengalir dari Dia.
.
Kita datang ke dalam ibadah minggu bukan hanya untuk mendenngar firman Tuhan, tetapi untuk berjumpa dengan Dia dan berjumpa dengan sesama saudara di dalam keluarga Allah. Sekalipun khotbah pendeta itu tidak terlalu pas dengan isi hati kita, namun kita harus sadar dengan tujuan ibadah itu sendiri. Kita akan tetap dapat berkat dari perjumpaan tersebut. jika nas Epistel kita katakan adalah petunjuk praktis dalam kehidupan, maka Evangelium adalah doktrin iman Kristen. Sehingga ada keseimbangan antara etika – petunjuk pratis – yaitu epistel dan doktrin, yaitu evangelium.
.
Setelah pengkhotbah menyampaikan isi hati Allah, maka sebagai wakil manusia ia menaikkan doa syafaat bagi isi dunia. Kita pun turut mengaminkan doa itu di dalam hati kita. Perlu ditekankan di sini, khotbah bukanlah inti dari ibadah minggu. Keseluruhan acara, yaitu perjumpaan dengan Allah adalah arti dari ibadah minggu di HKBP.
.
14. Jemaat Menyanyi/Persembahan
.
Setelah kita mendengar khotbah, yang isinya adalah isi hati Tuhan untuk dilaksanakan pada minggu ini, maka kita pun memberi respons dengan memberi persembahan. Sering saya dengar liturgis mengatakan “Marikah kita bernyanyi sambil mengumpulkan persembahan.” Memang dikerta acara dibuat demikian. Dari ungkapan itu, kelihatan bahwa acara pokok ialah bernyanyi; pada hal acara pokoknya ialah menguimpulkan persembahan. Seharusnya menurut hemat saya ucapannya ialah “marilah kita mengumpulkan persembahan kepada Tuhan sambil bernyanyi. ”Acara persembahan itu bukanlah sambilan. Di dalam kitab Keluaran kita baca bahwa Tuhan memerintahkan agar Israel jika datang kepada-Nya, agar datang dengan persembahan dan tidak boleh dengan tangan hampa (Kel. 23:15). Di samping itu, kita harus memahami persembahan itu adalah sesuatu yang kudus, sehingga persembahan itu seyogianya telah disiapkan dari rumah. Kita menyerahkan persembahan itu dengan sukacita, sebab yang menerimanya ialah Allah Bapa kita. Mulut kita memuji Tuhan, sementara tangan kitapun memuji Dia di dl persembahan itu. Jika kita konsisten dengan pemahaman bahwa yang berdiri di altar itu adalah dia yang merepresentasikan Tuhan Yesus, maka menurut hemat saya harus liturgislah yang menerima persembahan itu dari para pengumpul persembahan. Lagi pula persembahan itu harus ditaruh di meja Tuhan, bukan seperti sekarang ini ditaruh di peti tersendiri. Saya tidak dapat mengerti apa makna dari peti itu. Saya melihat di HKBP Bandung Jl. Riau, liturgis yang menerima persembahan, bukan seperti di Jl. Jambu, pembaca warta jemaat yang menerimanya. Saya sangat suka jika kita mengikuti HKBP Bandung.
.
15 Penutup: Doa Persembahan + Doa Bapa Kami + Berkat
.
Acara akan berakhir, maka kita berdiri kembali di hadapan Allah, untuk diutus kembali ke dalam kehidupan sehari-hari. Kita menyerahkan persembahan kita itu lebih dahulu di dalam doa. Yesus membawa persembahan itu ke hadirat Allah melalui doa sang liturgis. Kita pun mengaminkan doa itu di dalam hati. Persembahan itu diterima Allah, lalu kita memberi respons dengan nyanyian: ”Tuhan karunia-Mu….” Kita bukan hanya mempersembahkan uang kita, tetapi totalitas kehidupan itu dipersembahkan kepada Allah. Sebagai doa penutup kita mendengar doa Bapa Kami yang kita responi dengan doxologi “karena Engkau yang punya …” Setelah itu kita diutus pulang dengan berkat, yaitu: berkat dan perlindungan, perhatian (saya memahami makna dari Tuhan menghadapkan wajah-Nya” dalam pengertian perhatian penuh, atensi) dan kasih karunia-Nya. Sinar wajah adalah kemuliaan, itu pun menyertai saya, sama seperti Musa mendapatkan hal itu di atas gunung Sinai. Berkat terakhir ialah damai sejahtera. Syalom Allah. Lalu respons terakhir kita ialah amen tiga kali. Amen ini bukan hanya mengaminkan berkat tersebut tetapi mengaminkan untuk setiap acara yang telah kita ikuti dari awal hingga akhir. Jadi jika kita mengikuti acara ibadah minggu dalam pengertian seperti diuraikan di atas, kita pun akan pulang dengan berkat dari Tuhan kita. Kita akan diubahkan menjadi manusia baru di dalam Kristus.
.
Catatan akhir
.
Pertanyaan timbul di lubuk hati yang paling dalam! Kapankah HKBP mengajarkan hal itu kepada warga jemaatnya? Pada waktu saya katekisasi pada tahun 1965 di HKBP Balige, sepanjang yang saya ingat, hal itu tidak diajarkan kepada kami. Ketika masa belajar menjadi sintua di HKBP Menteng, memang hal itu diajarkan kepada kami. Tetapi tidak semua sintua memahami makna ibadah minggu itu dalam perspektif yang sudah diuraikan di atas. Bagaimana dengan anggota jemaat? Semoga apa yang dituliskan di sini dapat meneguhkan iman kita, dan memampukan kita menghayati keindahan dan keagungan serta rahasia ibadah kita. Sehingga tidak terlalu gampang untuk mengatakan ibadah HKBP sebagai sesuatu yang monoton! Semoga!
.
by St. Hotman Ch. Siahaan
Penulis adalah sintua di HKBP Menteng, Jl. Jambu 46 Jakarta, dari sejak doli-doli. Sekarang aktif melayani pemuridan (kelompok kecil) untuk para pemuda di beberapa jemaat HKBP di Jakarta, juga di kalangan keluarga. Anggota MPS HKBP dari Distrik XXI periode 2004-2008

Senin, 01 Desember 2008

HKBP Kernolong Merayakan UlangTahun Ke-89

Sekelumit Sejarah HKBP Jakarta
.
Pendahuluan
.
Gereja HKBP Kernolong Ressort Jakarta (dulu disebut HKBP Jakarta Ressort Jakarta) adalah gereja HKBP pertama di luar Sumatera. Pada awal abad ke XX terjadi migrasi besar-besaran ke luar Tapanuli terutama ke Sumatera Timur. Karena pendidikan formal yang telah pernah mereka peroleh, maka orang-orang Batak tidak sulit untuk mendapat pekerjaan sebagai tenaga buruh atau pegawai di perkebunan, di perusahaan-perusahaan maupun di kantor-kantor swasta dan pemerintah. Hal itu lebih mendorong lagi terjadinya mobilitas sosial di kalangan masyarakat Batak baik secara horizontal maupun vertical.
.
Masyarakat Batak kemudian berlomba-lomba untuk menyekolahkan anak-anaknya. Semakin lama daerah perantauan orang Batak semakin meluas. Mulailah orang Batak pergi merantau ke Semenanjung Malaya dan juga ke pulau Jawa.
.
Perintis HKBP di Jakarta
.
Dengan selesainya Perang Batak pada tahun 1907 hubungan komunikasi antara Tapanuli dan dunia luar semakin lancar. Demikianlah pada awal abad ke XX mulailah datang beberapa pemuda Batak Kristen merantau ke Jakarta yang pada waktu itu masih disebut Batavia.
.
Salah seorang pemuda Batak Kristen yang pertama datang merantau ke Jakarta tepatnya tahun 1907 ialah Simon Hasibuan, seorang tamatan Seminari Pansurnapitu. Oleh karena Pemuda Kristen Batak jumlahnya masih sedikit dan kebaktian berbahasa Batak belum ada maka mereka menumpang ke jemaat-jemaat yang ada di Jakarta. Akan tetapi jumlah pemuda Batak itu setiap tahun semakin bertambah.
.
Menurut F. Harahap dan M. Nababan yang sudah berada di Jakarta sejak tahun 1910-an, pada tahun 1917 sudah ada di Jakarta lebih kurang 30 orang Batak yang beragama Kristen. Lima diantaranya sudah berkeluarga, sedangkan yang lainnya adalah pelajar di Ambach School (Sekolah Tehnik) di Kampung Jawa Kota dan Perawat di RS Salemba dan RS PGI Cikini yang sekarang. Sebagian besar dari mereka tinggal di Sawah Besar.
.
Karena belum adanya jemaat Batak, maka para pemuda ini bergerejanya berganti-ganti dari satu jemaat ke jemaat yang lain, yaitu: Indische Kerk (Gereja Protestan di Indonesia), Gereformeerde Kerk (Gereja Kristen Indonesia), Gereja Methodis dan Gereja Katolik.
.
Dari sekilan banyak jemaat di Jakarta, jemaat Kwitang-lah yang lebih sering didatangi oleh para pemuda Batak. Ds. L. Tiemersma sebagai pendeta jemaat Gereformeerde Kerk (Gereja Kristen Indonesia) sangat gigih memberikan pelayanan kepada orang Batak Kristen meskipun ada larangan dari Pemerintah Hindai Belanda. Pada tahun 1917 Ds. L. Tiemersma meminta agar para pemuda Batak menghadiri kebaktian di jemaat mereka di Hollands Cinesche School di Gang Chasse disamping rumah Ds.L. Tiemersma. Kebaktian dilakukan bersama-sama dengan orang Tonghoa, Ambon, Menado, dan Jawa di dalam bahasa Melayu. Ds.L. Tiemersma sangat suka bilamana mendengarkan para orang Batak tadi menyanyikan koor lengkap dengan empat suara. Setelah kebaktian berlangsung 4 bulan lamanya, pada tanggal 10 Oktober 1917 Ds. L. Tiemersma bersama dengan Guru F. Harahap memprakarsai untuk menyewa tiga buah rumah, satu untuk ditempati Guru F. Harahap dan dua lagi untuk ditempati pemuda Batak lainnya. Sewa ketiga rumah tersebut ditanggung oleh Gereja Kwitang. Letak rumah yang disewa tersebut di perbatasan Sawah Besar dan Kebun Jeruk No.18.
.
Surat Keliling Immanuel
.
Tidak lama kemudian dimuat pemberitahuan dalam “Surat Keliling Immanuel” yang dicetak di Laguboti. Pemberitahuan yang merupakan iklan itu berbunyi:
.
Boa-Boa
.
Manang ise sian hamoe ama manang ina,
na naeng marsoeroe ianakkonmoena toe Betawi,
parsikkola manang mandjalahi karedjo,
asa torang diboto hamoe baritana,
tu ahoe ma ibana di soeroe ro.
Alamathoe: F. Harahap, tinggal di perbatasan ni
Sawah Besar dohot Keboen Djeroek No. 18 Betawi
.
Sesudah pengumuman tersebut beredar maka berdatanganlah para pemuda Batak Kristen ke Jakarta, dua atau tiga orang setiap bulan. Pada umumnya para pemuda ini cukup rajin datang ke gereja, karena disamping ingin menghadiri kebaktian, mereka ingin juga saling bertemu satu dengan yang lain. Lama kelamaan jumlah orang Batak di Jakarta pun makin banyak. Beberapa diantaranya ada yang dapat berbahasa Belanda dan Melayu (Indonesia), tetapi lebih banyak pemuda Batak tersebut yang praktis hanya menguasai bahasa Batak. Oleh karenanya wajarlah kalau beberapa dari orang Batak meminta supaya diadakan saja kebaktian berbahasa Batak agar mereka dapat memahami khotbah-khotbah yang disampaikan. Permintaan ini disampaikan kepada Ds.L. Tiemersma yang kemudian menyetujuinya.
.
Kebaktian Berbahasa Batak Yang Pertama
.
Keinginan untuk melakukan kebaktian ber-bahasa Batak tersebut akhirnya terwujud dengan suasana yang baik pada tanggal 20 September 1919 – tanggal inilah yang oleh rapat panitia ulang tahun ke-89 dan majelis ditetapkan menjadi hari lahirnya HKBP Kernolong Ressort Jakarta. Kebaktian ber-bahasa Batak ini dipimpin oleh Guru S. Hasibuan, F, Harahap dan Sutan Harahap. Anggota jemaat sementara sudah mencapai 50 0rang. Diantaranya terdapat Merari Siregar, salah satu pelopor Bahasa Indonesia yang kemudian terkenal dengan bukunya: Azab dan Sengsara. Karena kebutuhan akan pelayanan yang lebih baik maka diputuskan untuk meminta ke HKBP Pusat di Tarutung untuk mengutus seorang pendeta yang dapat menjadi pelayan penuh di Huria Kristen Batak di Jakarta. Pada bulan Maret 1922 tibalah di Jakarta dari Sipirok Pdt. Mulia Nainggolan beserta keluarga (isteri dan tiga orang anak).
.
Usaha-Usaha untuk membangun Gereja HKBP pertama di Jakarta
.
Pada tahun 1927 Pdt. Mulia Nainggolan memasuki masa pensiun, dan yang menggantikan beliau adalah Pdt. Peter Tambunan, ayahanda dari Dr. A.M. Tambunan, bekas Menteri Sosial RI. Begitu datang ke Jakarta maka Pdt. Peter Tambunan memberitahukan kepada jemaat tekadnya untuk mendirikan gedung gereja milik HKBP. Selanjutnya dengan tidak kenal lelah Pdt. Peter Tambunan berusaha agar semua anggota jemaat ikut serta memikirkannya. Dengan bantuan Ny. Ds. Gouw Khiam Kiet yang memberikan bantuan F.500 jemaat yang dipimpin Pdt. Peter Tambunan melakukan cara-cara pengumpulan dana sbb:
.
- para pekerja kantor mengedarkan inteekenlijst di kantor masing-masing
- para pemuda dan pelajar mengedarkan di luar
- pendeta dan para penetua (sintua) mengumpulkan uang di kalangan orang-orang terkemuka dan jemaat-jemaat di Jakarta serta sekitarnya.
- Gaji dari para pekerja masing-masing dipotong tiap bulan 25 %.

Dalam pada itu diminta juga bantuan dari Zending Consul Dr. Slotemaker de Bruine dan Mr. Van Helsdingen (anggota kehormatan panitia pembangunan gereja). Demikianlah maka berkat bantuan ke-tiga tokoh dan bantuan yang cukup banyak dari GKI Kwitang terkumpullah uang sebanyak F.10.000. Disamping itu diadakan juga kolekte khusus di tanah Batak untuk menambah biaya yang sudah terkumpul.
.
Sesudah uang itu tersedia, maka Pdt. Peter Tambunan mengutus J.K. Panggabean, E. Sutan Harahap dan St. Henok Silitonga menghadap Burgemeester (walikota), meminta tempat gereja yang akan di bangun itu. Tanah yang diberikan ialah tanah di Gang Kernolong 37 di tempat gereja HKBP sekarang ini berdiri. Adapun aannemer (pemborong) yang banyak memberikan bantuannya membangun gedung gereja Kernolong ialah almarhum J.M. Sitinjak dari jalan Muria Menteng salah seorang tokoh lama di Jakarta.
.
Peletakan Batu Pertama Gereja HKBP Kernolong
.
Peletakan batu pertama pembangunan gereja HKBP Kernolong dilakukan pada tanggal 21 Nopember 1931, yang dilakukan oleh isteri Walikota Batavia yaitu Nyonya De Jonge didampingi Ny. Nelly Harahap. Kurang lebih setengah tahun kemudian, yakni pada tanggal 8 Mei 1932 gedung gereja yang diidamkan itupun selesai di bangun. Acara pembukaan gedung gereja dihadiri oleh Gubernur Jenderal, Walikota, Kepala Polisi, Kepala Departemen Keungan, Kepala Departemen Kesehatan, Kepala Departemen Pendidikan dan Agama, para pemimpin sekolah-sekolah Kristen, demikian juga utusan dari berbagai gereja di Jakarta. HKBP Pusat diwakili oleh Pdt. Edward Muller.
.
Renovasi Gereja
.
Pada tahun 1979 majelis mulai memikirkan kemungkinan pembangunan gereja yang baru namun karena terbatasnya biaya pembangunan tersebut belum bisa terlaksana, yang dapat diperbaiki hanya pagar gereja. Baru pada tahun 1986 gereja HKBP Kernolong dapat melakukan pembangunan dengan merobohkan gereja yang dibangun tahun 1931. Dengan menggantungkan harapan sepenuhnya kepada pengasihan Tuhan Yesus Kristus, Panitia melakukan tugasnya selama lima (5) tahun dan gedung gereja yang baru telah berdiri seperti sekarang ini, terdiri dari ruang ibadah di lt 2 (ada juga balkon) dan ruang Serba Guna yang disewakan untuk pesta dan pertemuan-pertemuan lainnya. Pada hari Minggu, 10 Maret 1991 dilaksanakan penahbiasan/peresmian gedung gereja HKBP Kernolong oleh Ephorus HKBP Pdt. Dr. S.A.E. Nababan.
.
Para pendeta yang pernah melayani HKBP Ressort Jakarta (Jakarta Kalimantan):
.
1. Pdt. Mulia Nainggolan : 1922 – 1927
2. Pdt. Peter Tambunan : 1928 – 1939
3. Pdt. Melanthon Pakpahan : 1939 – 1951
4. Pdt. Kondar Simatupang : 1951 – 1960
5. Pdt. Alfred Silitonga : 1960 – 1971
6. Pdt. P.W.T. Simanjuntak, STh : 1971 – 1974
7. Pdt. T.P. Hutagalung :
8. Pdt. A.B. Siahaan : 1974 – 1976
9. Pdt. B. Napitupulu : 1976 – 1980
10. Pdt. H.D. Sidabutar, STh : 1980 – 1984
11. Pdt. E.J.P. Sihombing, STh : 1984 – 1988
12. Pdt. D.M.T. Hutagalung, STh : 1988 – 1993
13. Pdt. K. Simaibang, STh : 1993 – 1997
14. Pdt. M.K.H. Sirait, STh : 1997 – 1999
15. Pdt. Rafles Lumban Raja, STh : 1999 – 2003
16. Pdt. P.M.H. Simangunsong, SMTh : 2003 – 2007
17. Pdt. Sabar PD. Simanungkalit : 2007 – sekarang
.
Pendeta lain yang pernah diperbantukan di HKBP Ressort Jakarta:
.
1. Pdt. H. Surtan Marpaung, STh
2. Pdt. Alboin Simanungkalit, STh
3. Pdt. S. Pasaribu
4. Pdt. D. Simangunsong
5. Pdt. Taksir Sidabutar, STh
6. Pdt. D. Hasibuan
7. Pdt. E. G. Simanjuntak
8. Pdt. Agus Dasa Silitonga (sekarang)
.
Para Sintua, Guru Huria, Bibelvrow dan Pendeta yang pernah melayani sebagai Guru Huria di HKBP Kernolong:
.
1. Gr. P.W. Situmeang : 1951 – 1954
2. St. M. Silitonga : 1959 – 1979
3. St. T. Simatupang : 1979 – 1981
4. St. G. Siregar : 1981 – 1983
5. Gr. A. Siahaan : 1981 – 1983
6. Gr. D.S. Turnip : 1987 – 1990
7. Gr. Hotler Sitompul : 1990 – 1994
8. Gr. N.W. Bancin : 1994 – 1998
9. Biv. S. br. Sitorus : 1998 – 2001
10. Pdt. R.T.L. br. Purba : 2001 - 2005
.
HKBP Kernolong Ressort Jakarta Saat ini
.
Perkembangan dan pengembangan kota Jakarta yang terus maju membuat jemaat gereja HKBP Kernolong semakin berkurang, dan perlu diketahui saat ini seperempat dari jumlah keluarga anggota jemaat HKBP Kernolong adalah na mabalu (tercatat HKBP Kernolong 400 KK). Perlu juga diketahui dari 400 KK tersebut tidak banyak lagi yang bertempat tinggal di lingkungan gereja tetapi sudah tersebar di Jakarta Pusat, bahkan di luarnya (Parserahan). Walaupun demikian, HKBP Kernolong tetap melakukan pelayanannya yaitu Tri Tugas Panggilan Gereja (Koinonia, Marturia dan Diakonia) dengan segala kekuatan yang dimilikinya. Status sebagai Gereja tua tidak membuatnya menjadi bermalas-malasan, apa yang dapat dilakukan untuk kemuliaan Tuhan akan terus dilakukan.
.
Perayaan Ulang Tahun ke-89 dan Pesta Huria tahun 2oo8
.
HKBP Kernolong yang berulang tahun ke-89 pada tanggal 20 September melakukan puncak perayaan pada Hari Minggu tanggal 16 Nopember 2008. Diharapkan untuk ulangtahun ke-90 tahun depan dapat dilakukan di bulan September. Pada perayaan tahun ini berbagai kegiatan dilakukan antara lain:
.
- Fashion Show untuk anak-anak sekolah minggu
- Lomba bercerita untuk sekolah minggu dan remaja
- Lomba Solo Vocal untuk sekolah minggu, remaja dan dewasa
- Lomba Paduan Suara antar weik
- Lomba Tenis Meja putra/putri, dan
- Lomba catur putra.
.
Pada puncak acara tanggal 16 Nopember 2008 dilakukan Ibadah Ucapan Syukur yang dipimpin Pdt. SPD. Simanungkalit (pendeta HKBP Ressort Jakarta) dan dilanjutkan perayaannya di Gedung Serbaguna sekaligus mengumpulkan dana untuk membiayai program dari Gereja HKBP Kernolong (khususnya program seksi-seksi).
.
Penutup
.
Tuhan Yesus, Raja Gereja, kiranya memberkati gerejaNya (jemaat dan majelisnya) untuk lebih meningkatkan pelayanannya di tengah-tengah dunia ini. HKBP Kernolong Ressort Jakarta, suatu ketika mungkin engkau tinggal hanya bangunan yang bersejaran yang berdiri megah karena jemaatmu sudah tersebar. Namun demikian engkau telah melakukan hal yang luar biasa untuk kemuliaan Tuhan dan selama masih ada waktu dan kesempatan tetaplah lakukan tugas panggilanmu, sebab pada waktunya semua yang di kolong langit ini akan mengalami hal yang sama. Semua akan kembali kepada penciptaNya. HKBP Kernolong kami mencintaimu, jadilah menjadi jemaat / gereja yang “Small but beautiful”.
.
Tuhan Yesus Kristus memberkati.
.
by Pdt. Agus Dasa Silitonga

Gubernur Resmikan Gereja HKBP Pasar Jambi

Gubernur Jambi H Zulkifli Nurdin meresmikan Gereja HKBP Kebun Kelapa, Pasar Jambi. Peresmian Gereja tersebut membuktikan bahwa perhatian masyarakat Jambi sangat besar untuk meningkatkan kehidupan beragama dan kerukunan antar umat beragama di Provinsi Jambi.
.
Gereja HKBP Pasar Jambi merupakan Gereja HKBP pertama didirikan di Jambi. Namun karena perkembangan dan pertambahan jemaat yang menuntut pelayanan pembangunan rohani dan pendidikan keagamaan yang lebih optimal, maka dikembangkanlah satu gereja HKBP di Kotabaru.
.
Sejarah ini perlu dicatat dan dicamkan bersama, agar ikatan bathin yang telah ada lebih mampu lagi untuk membentuk kebersamaan yang konstruktif, dan menjauhkan kita dari pemikiran dikotomi yang tersegmentasi akibat keinginan-keinginan tertentu.
.
Demikian dikatakan Gubernur Jambi pada acara peresmian Gereja HKBP Kebun Kelapa Ressort Kebun Kelapa Jambi (Minggu, 02/11) yang terletak di kawasan pusat Kota Jambi (didaerah Kebun Kelapa samping gedung Tri Lomba Juang Koni Jambi). Turut hadir pada Ephorus HKBP Jambi Pdt Bonar Napitupulu MTh didampingi Praeses HKBP Distrik XXV Jambi Pdt DF Sibuea MTh dan Praeses HKBP Distrik Samosir Pdt R Lumban Gaol STh.
.
Dikatakan, pembangunan rumah ibadah, senantiasa bagian yang tidak terpisahkan dan sangat strategis dalam Pembangunan Bidang Keagamaan, yang manifestasinya akan terakumulasi secara mendasar dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia yang bertaqwa kepada Tuhan YME.
.
"Menyimak pembangunan bidang keagamaan di Provinsi Jambi, kita semua bangga, bahwa umat beragama di Provinsi Jambi senantiasa berada dalam suasana aman dan damai, serta penuh toleransi antar sesamanya,"katanya.
.
Gubernur dalam acara ini juga mengucapkan selamat datang kepada Praeses Distrik XXV Jambi yang baru, Pdt D.F. Sibuea, MTh, semoga pada masa mendatang dapat melanjutkan kerjasama yang telah terjalin dengan baik selama ini.
.
Gubernur juga mengucapkan terima kasih kepada Praeses Distrik XXV yang lama, Bapak Pendeta R. Lumban Raja, STh, yang akan pindah ke Distrik VII Samosir, yang telah melaksanakan tugas dengan baik dan jalinan silaturrahmi dengan Pemerintah Provinsi Jambi yang harmonis selama ini.
.
Acara peresmian Gereja HKBP Kebun Kelapa ini juga ditandai dengan penandatanganan prasasti oleh Gubernur Jambi. Sebelumnya, acara pisah sambut kedua Praeses tersebut juga dilakukan Sabtu (1/10) malam di gedung Budi Mulia yang turut dihadiri Ephorus HKBP. ruk
.
Sumber : Rosenman Manihuruk, Batak Pos

Selasa, 15 Juli 2008

Lima Bagian Etnis Batak

Wilayah Tanah Batak atau “Tano Batak” ialah daerah hunian sekeliling Danau Toba, Sumatera Utara. Seandainya tidak mengikuti pembagian daerah oleh Belanda (politik devide et impera) seperti sekarang, Tanah Batak konon masih sampai di Aceh Selatan dan Aceh Tenggara.

Dalam buku Aneka Ragam Budaya Batak (Seri Dolok Pusuk Buhit-10) terbitan Yayasan Binabudaya Nusantara Taotoba Nusabudaya disebutkan, sub etnis Batak bukan hanya lima, akan tetapi sesungguhnya ada sebelas.

Lima yang sering disebut adalah:

1. Batak Toba (Tapanuli) mendiami Kabupaten Toba, Samosir, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Tengah menggunakan bahasa Batak Toba.

2. Batak Simalungun mendiami Kabupaten Simalungun, sebagian Deli Serdang, dan menggunakan bahasa Batak Simalungun.

3. Batak Karo mendiami Kabupaten Karo, Langkat, dan sebagian Aceh dan menggunakan bahasa Batak Karo.

4. Batak Mandailing mendiami Kabupaten Tapanuli Selatan, Wilayah Pakantan dan Muara Sipongi dan
menggunakan Bahasa Batak Mandailing.

5. Batak Pakpak mendiami Kabupaten Dairi dan Aceh Selatan dan menggunakan Bahasa Pakpak.

Sumber: Suara Pembaruan, Sabtu, 29 Januari 2005, dan Maro_love

Rabu, 25 Juni 2008

Gereja HKBP Malang

Sejak tahun 1935 tela ada 11 KK dan 10 orang pemuda Batak yang datang hijrah dari Sumatera ke Kota Malang. Mereka terdiri dari para pekerja, pencari kerja, dan mahasiswa/pelajar. Dalam memenuhi kebutuhan kerohaniannya, mereka bergabung dengan gereja-gereja tetangga yang berlanjut dengan membentuk persekutuan dari rumah ke rumah atau meminjam Gedung Sekolah / Gedung Gereja. Kerinduan membentuk kebaktian sendiri terwujud dengan datangnya Bpk. Ds. F.K.N. Harahap yang ditempatkan sebagai tenaga pengajar (guru) di SMP Kristen Malang serta menyatakan kesediannya melayani dan mendirikan jemaat HKBP di kota Malang.
.
Pada tanggal 7 Februari 1948, Bpk. Z. Harahap ditahbiskan menjadi sintua oleh Ompu i, Pdt. Justin Sihombing (Ephorus HKBP periode 1942-1962) di Gedung Gereja Kristen Djawi Wetan (G.K.Dj.W - sekarang GKJW) Malang. Penahbisan Sintua dan kunjungan Ompu i Ephorus semakin mendorong semangat anggota jemaat untuk memiliki gedung gereja sendiri.
.
Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diikuti dengan Penyerahan Kedaulatan, tahun 1949, Gedung Gereja Gereformeerde Kerk milik Belanda, yang terletak di Jl. Bromo / Welirang dapat dipergunakan oleh jemaat HKBP untuk melaksanakan kebaktian yang akhirnya dibeli oleh jemaat seharga Rp 30.000,00 (tiga puluh ribu rupiah) melalui pinjaman dari Bpk. J.K. Panggabean (PT. Piola).
.
Tanggal 27 November 1955 diadakan Pesta Peresmian Pemilikan Gedung Gereja HKBP Malang dipimpin oleh Pdt. Melanchton Pakpahan, Pendeta HKBP Resort Jakarta (Kernolong) bersama Pdt. K. Hutabarat (Pendeta Rawat Rohani Kodam VIII Brawijaya).
.
Dalam kurun waktu 40 tahun terakhir, sejak tahun 1967, gedung Gereja ini sudah mengalami renovasi beberapa kali, melalui panitia yang diketuai berturut-turut oleh Dr. A. Silitonga, Drs. B. Lubis, J. Naibaho,SH, dan Drs. P. Napitupulu. Sedangkan jumlah jemaat 290 KK atau 1.182 jiwa.
.
Gereja HKBP Malang dapat menampung 400 orang. Beralamat di Jl. Bromo No.39, di sudut pertigaan Jl. Bromo dan Jl. Welirang. Lokasinya sangat strategis dan mudah dicapai dengan sarana transport. Gedung gereja yang mungil dan indah ini berukuran 400m2 dan dibangun di atas tanah seluas 800 m2.
.
HKBP Ressort Malang dilayani oleh Pendeta Ressort Pdt. RJ. Hutagaol,STh, diperbantukan 3 orang pendeta yaitu Pdt. Tanda SM. Manik,STh, Pdt. B. Sihombing,STh, (Jember) dan Pdt. M. Simatupang,STh (Banyuwangi). Sintua di HKBP Malang sebanyak 20 orang. Perlu kami tambahkan bahwa Gereja ini diresmikan menjadi Jemaat Induk ressort Malang pada tahun 1996 oleh Ephorus HKBP Pdt. Dr. P.W.T. Simanjuntak yang kepanitiannya diketuai oleh Bpk. Drs. Ir. M.H. Perwira Silalahi.
.
Sumber: kalender HKBP 2008

Gereja HKBP Dolok Marlawan

HKBP Dolok Marlawan berada di Desa Dolok Marlawan, Kecamatan Jorlang Hataran, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Terletak di pinggir jalan protokol Pematang Siantar - Parapat, Km 14 (sekitar 1 Km dari Tiga Balata menuju Kota Tourist Parapat). Mulai berdiri sejak September 1908 yang dipimpin oleh Guru Jemaat yang pertama Gr. Josia Aritonang. Beliaulah yang pertama bertugas melayani jemaat kepada penduduk beragama Kristen yang tinggal di sekitar Balata, Kasinder, dan Saribujawa yang beribadah di Gereja HKBP Dolok Marlawan. Karena pada saat itu (sampai dengan tahun 1918) di wilayah tuan Dolok (dahulu) atau Kecamatan Jorlang Hataran (sekarang) gereja yang ada hanya di desa Dolok Marlawan. Mulanya gereja HKBP Dolok Marlawan bukan hanya dipakai untuk tempat beribadah (kebaktian) tetapi juga dipakai untuk sarana pendidikan (sekolah).
.
Sebelum dipindahkan ke lokasi sekarang, lokasi gereja HKBP Dolok Marlawan berada di Londut (sekitar 500 M dari Balata di pinggir jalan P.Siantar-Parapat). Dan kemudian pada tahun 1916 ketika penduduk di desa ini semakin bertambah, lokasi gereja (pargodungan) dipindahkan ke Dolok Marlawan II pada saat Gr. Herman Simanjuntak (Ompung dari Pdt. E.G. Simanjuntak, mantan Praeses Batam) melayani sebagai Guru Jemaat di Gereja HKBP Dolok Marlawan.
.
HKBP Dolok Marlawan diresmikan menjadi Ressort na Gok oleh Pimpinan HKBP Pdt. Dr. J.R. Hutauruk pada tanggal 30 Desember 2001 yang pada saat itu dilayani oleh Pdt. Siman Pandapotan Hutahaean, STh (MTh) dan sekaligus beliau dikukuhkan menjadi Pendeta Ressort yang pertama di HKBP Dolok Marlawan.
.
HKBP Ressort Dolok Marlawan memiliki hanya 1 gereja pagaran yaitu HKBP Kasinder. Saat ini, HKBP Dolok Marlawan terbagi atas 7 lingkungan/sektor yaitu: Pasar Baru, Pangkalan Buntu / Sosor, Dolok Marlawan II, Lumban Baringin, Huta Siregar, Huta Sigaol, dan Dolok marlawan I, yang beranggotakan 486 KK dan dilayani oleh: Pdt. Chrisvandoli R. Harahap, STh (Pendeta Ressort), Cal.Pdt. Johannes Silalahi, STh, Biv. Tiomas br. Simamora beserta 10 orang Sintua dan 6 orang Calon Sintua yaitu: St. A. Simandjuntak, St. M.T. Manurung, St. J. Sitindaon, St. O. Siregar, St. W. Pasaribu, St. J. Nadeak, St. K. Siregar, St. M.D. Manurung, St. T. br. Sirait, dan Cal.St. B. Sirait, Cal.St. E. br. Sidabutar, Cal.St. E. Tampubolon, Cal.St. B. Manurung, Cal.St. G. Manurung, Cal.St. M. br. Simanjuntak.
.
Sumber : Kalender HKBP 2008

Gereja Sending HKBP Kelemanten

Gereja Sending HKBP di Pos Pekabaran Injil (PI) Kelemanten, Kepenghuluan Kelemanten, Bengkalis, berdiri sejak tanggal 8 November 1992.
.
Statistik akhir jemaat berjumlah 250 jiwa, yang dilayani oleh Diakones Kurniawati dengan beberapa orang Majelis Jemaat.
.
Namun, gedung gereja dan sekolah yang dibangun saat ini tidak dapat difungsikan, karena larangan Pemerintah Bengkalis dengan alasan gedung gereja dan sekolah belum memiliki IMB. Sementara ini, jemaat melakukan ibadah di rumah-rumah secara bergiliran.
.
Sumber: Kalender HKBP 2008

Gereja Sending HKBP Tanjung Paal

Gereja Sending HKBP di Pos Pekabaran Injil Ds. Tanjung Paal, Kepenghuluan Penyengat, berdiri sejak tanggal 27 Desember 1988.
.
Statistik akhir jemaat sebanyak 144 orang dan dilayani oleh Ev. Yuni Yaman Gea dibantu 3 orang Majelis Jemaat.
.
Sumber : Kalender HKBP 2008

Gereja HKBP Sihubak-hubak

Gereja HKBP Sihubak-hubak berada di Desa Lumban Binanga, Kecamatan Uluan, Kabupaten Tobasa, sejauh 5 Km dari kota Porsea. Gereja ini manjae (mekar) dari HKBP Lumban Nabolon pada bulan April tahun 1969, tepatnya hari Minggu pertama Kebangkitan Yesus Kristus. Adalah St. Jonas Manurung, St. Wall Sihaloho, St. Jesayas Nadapdap, St. Ferdinand Simangunsong, St. Andreas Manurung, dan juga Manuala Butar-butar yang memimpin jemaat itu mekar dari induknya.
.
Kebaktian perdana dilaksanakan di gedung SD Negeri Sihubak-hubak yang waktu itu Kepala Sekolah-nya adalah bapak Manuala Butar-butar. Dua tahun lamanya kebaktian dilaksanakan di gedung tersebut. Selama itu pulalah warga jemaat yang waktu itu berjumlah sekitar 80 KK, bahu-membahu dengan semangat bergotong-royong membangun gereja yang baru yang lokasinya hanya 100m dari sekolah tersebut. Dan pada tahun 1971, gereja ini sudah mulai dipergunakan.
.
Gereja ini banyak mengalami perkembangan dan pada tanggal 24 Agustus 2003, anak rantau yang tersebar di Jabodetabek dan daerah lain memprakarsai supaya gereja ini menjadi satu resort di HKBP, manjae dari Ressort Lumban Nabolon.
.
Pada tanggal 25 Desember 2003, Pimpinan HKBP menetapkan gereja ini menjadi Persiapan Ressort dengan jumlah jemaat 120 KK. Untuk mendukung pendanaan Ressort, seluruh anak rantau gereja ini melakukan malam dana di Jakarta dan terkumpullah waktu itu dana sejumlah Rp 480.000.000,- Dari dana tersebut sebanyak Rp 180.000.000,- dipergunakan untuk pembangunan Rumah Dinas Pendeta Ressort, Ruang Konsistori, MCK, dan Renovasi Gereja. Sedangkan Rp 300.000.000,- menjadi Deposito Dana Abadi HKBP Sihubak-hubak. Sesuai dengan kesepakatan, Dana Abadi tersebut berada di Jakarta yang dikelola oleh anak rantau atas nama :
- Sujono Manurung (Ketua),
- Jaman Edwin Manurung, SH (Sekretaris),
- Ir. Jainur Manurung (Bendahara),
dengan Penasehat :
- Drs. Reinhard Manurung, dan
- Kol.(Purn) Dolok Sirait
.
Dana tersebut tidak boleh berkurang dan bunganya harus dikirimkan ke HKBP Sihubak-hubak setiap bulan, dan hal itu sampai saat ini berjalan dengan lancar. Dan jika Ressort ini kelak sudah mandiri dalam bidang dana maka Dana Abadi tersebut akan diserahkan kepada HKBP Sihubak-hubak untuk dikelola sesuai dengan keperluannya.
.
Pada tanggal 27 Juni 2004, gereja ini diresmikan menjadi Ressort na Gok di HKBP oleh Sekjen HKBP, Pdt. W.T.P. Simarmata, MA dengan nama Ressort Pardomuan Nauli Sihubak-hubak. Pada saat diresmikan, ressort ini adalah Ressort Khusus, tapi dalam penatalayanan wilayah Distrik IV Toba serta adanya permohonan dari jemaat lain, maka tahun 2005, Pipmpinan HKBP menetapkan HKBP Parik dan HKBP Sampuara menjadi pagaran Ressort ini.
.
Saat ini, jemaat HKBP Sihubak-hubak berjumlah 140 KK atau 570 orang yang dilayani oleh 13 orang sintua, dengan Pendeta Ressort Pdt. R. Sihombing, STh (25 Desember 2003 - sekarang) dan Calon Bibelvrouw Riris br. Marpaung.
.
Kini Jemaat HKBP Sihubak-hubak bersama anak rantaunya hidup dalam kerukunan, melangkah bersama mewujudkan Persekutuan Kristiani yang Damai Sejahtera diikat oleh Kasih Persaudaraan (Parhahamaranggion).
.
... Idama denggan nai dohot sonang nai molo tung pungu sahundulan angka na marhahamarngg ... (Psalmen 133:1). Horas.
.
Sumber : Kalender HKBP 2008

Gereja HKBP Pardamean

Berdirinya HKBP Pardamean di Jl. Lapangan Bola Bawah No.109 Pematang Siantar bermula dari kesepakatan parsahutaon yang berdomisili di Jl. Lapangan Bola Bawah, Jl. Mangga, Jl. Pisang, dan sekitarnya yang dikoordinir oleh St. Chr. Simorangkir, St. B.T. Hutasoit, Gr. O. Harianja, St. P.H. Simatupang pada tanggal 23 Oktober 1971 di tempat kediaman Dr. O. Harianja dan dihadiri oleh 27 orang para penatua. Hasil keputusan rapat panitia yang diketuai oleh Garuda Siagian, MS. Pakpahan, IB. Siregar, dan membeli tanah pertapakan gereja seluas 18 x 100 m dari Toko Obat Segar milik Timour br. Pardede. Hari Minggu tanggal 5 Desember 1971 menjadi hari lahirnya HKBP Pardamean melalui kebaktian perdana di lokasi pertapakan gereja bekas asama bertenun yang dipimpin oleh Pdt. A. Sihombing (Pendeta Ressort Pematang Siantar) menjadi jemaat filial HKBP Pematang Siantar.
.
Berkat doa dan kerja keras panitia pembangunan gereja baru yang selanjutnya dipimpin oleh Op. Tiurma Simamora, NH. Hutasoit, St. TH. Simanjuntak, St. M. Sianturi, St. O. Panjaitan, St. Drs. P.M. Sitinjak, Gr. C. Nainggolan, St. Drs. A. Manurung, St. F. Manik, St. Pahala Nadapdap, dan Donateur BARD HERSFELD Jerman, HKBP Pardamean selesai dibangun. Hari Minggu tanggal 22 Juni 1975 manuruk gareja na imbaru yang dipimpin oleh Pdt. JBH. Sianipar dan tanggal 1 Februari 1976 menjadi Persiapan Huria.
.
Tanggal 7 November 1976, HKBP Pardamean menjadi Huria na Gok yang diresmikan oleh Sekretaris Jenderal HKBP Pdt. Dr. F.H. Sianipar. Tahun 1977, Pimpinan HKBP menempatkan Kandidat Pdt. Balosan Rajagukguk dan tahun 1979 Gr. Drs. JB. Tamba sebagai Guru Huria Full Time.
.
Tanggal 8 September 1985 adalah Pesta Mangompoi Gareja yang dipimpin oleh Pucuk Pimpinan HKBP Ephorus Ds. GHM. Siahaan dan Sekretaris Jenderal HKBP Ds. PM. Sihombing yang dihadiri oleh rombongan dari Gereja Bard Hersfeld Jerman, yaitu: Otto Etauud Frau Elfrida Stingel, Karlhains, Pfarrer Perels, Ehepaar Borcshel, dan didampingi St. Pahala Nadapdap.
.
Kini, HKBP Pardamean tetap berbenah diri, memiliki Gedung Serbaguna dan Rumah Dinas Guru Huria. Dan HKBP Pardamean ke depannya telah berbenah diri untuk menjadi Persiapan Ressort Istimewa. HKBP Pardamean dengan jumlah jemaat sebanyak 270 KK atau 1.120 orang yang dilayani oleh 14 orang sintua dan guru jemaat Gr. Edison Surya Saragih, SPd sebagai pimpinan jemaat.
.
Sumber : Kalender HKBP 2008

Gereja HKBP Pasir Mandoge

HKBP Pasir Mandoge berada di Distrik XXIV Tanah Jawa, terletak di atas tanah seluas lebih kurang 4.000 m2. Peresmian ressort dilaksanakan pada tanggal 12 November 2000 oleh Sekjen HKBP Pdt. W.T.P. Simarmata, MA di Gereja Oikumene PTPN IV Kebun Pasir Mandoge, sekaligus pengukuhan Pdt. Sahat M. Siahaan, SMTh sebagai pendeta ressort pertama.
.

Jumlah jemaat sebanyak 175 KK, mayoritas karyawan PTPN IV Kebun Pasir Mandoge, dan petani sawit.
.

Pada tanggal 14 September 2003, dilaksanakan Peletakan Batu Pertama pembangunan Gereja HKBP Pasir Mandoge oleh Sekjen HKBP Pdt. W.T.P. Simarmata, MA. Sumber dana pembangunan gereja HKBP Pasir Mandoge berasal dari swadaya jemaat dan bantuan dari PTPN IV Bah jambi (Development). Rencana ke depan adalah pengaspalan jalan ke gereja.
.
Panitia pembangunan tersebut adalah Drs. B. Simorangkir (PTPN IV), P. Sibuea, M. Siregar, B. Silaban Amd.Pd., E. Lumbanraja, T. Gultom, P. Tampubolon, M. Tamba, P. Sianipar.
.

HKBP Pasir Mandoge dilayani oleh Pdt. S. Siahaan, St. P. Sibarani, St. A. Manurung, St. A. Doloksaribu, St. Y. br. Tobing, St. T.P. Sagala, St. M. Manurung, St. B. Pakpahan, St. D. Manurung, St. B. Napitupulu, St. M.P. Barus SPd, St. J. Pangaribuan, St. J. Sigiro, St. A. Silalahi, St. A. Siregar, St. B. Simatupang, Cal.Sin. S. Sihombing, Cal.Sin. P. Hutabarat, Cal.Sin. A. Gultom.
.

Sumber : Kalender HKBP 2008

Gereja HKBP Ressort Silaen

Kerinduan untuk bersekutu (marminggu) yang senantiasa hidup di hati masyarakat Desa Silaen, khususnya Jemaat Silaen, memotivasi berdirinya gedung Gereja HKBP Silaen. Diprakarsai oleh Raja Polin Silaen (Op. si Raja) pada 21 November 1963 berdirilah gereja HKBP Silaen bergabung ke Ressort Parsambilan. Terpilihlah Gr. W. Siagian (orangtua Pdt. B.M. Siagian, Kepala Departemen Koinonia HKBP) menjadi Guru Jemaat yang pertama.
.
Dengan hanya berjumlah 20 KK, pada tanggal 8 Agustus 2004, HKBP Silaen memekarkan diri dari HKBP Ressort Parsambilan menjadi ressort mandiri sehingga menjadi HKBP Ressort Sialen.
.
HKBP Silaen Ressort Silaen memiliki dana abadi sejumlah Rp 400 juta. Pendapatan bungan per bulan dari dana abadi tersebut dipergunakan untuk mendukung pelayanan gereja. Sumber dana tersebut berasal dari partisipasi anak rantau.
.
HKBP Ressort Silaen dilayani oleh :
- Pdt. B.E. Sitanggang, STh,
- Biv. T.P. br. Siagian,
dan 10 orang penatua.
.
Pada usia yang masih sangat muda, HKBP Silaen beberapa kali sudah dipercaya sebagai tuan rumah kegiatan di Distrik IV Toba. Terakhir menjadi tuan rumah dalam Pesta Advent NHKBP Distrik IV Toba pada tanggal 3 Desember 2007 yang dihadiri oleh 3500 pemuda gereja dan tokoh pemuda nasional.

.

Sumber : Kalender HKBP 2008

Gereja HKBP Sidihoni

HKBP ini berada di puncak Pulau Samosir, dekat Danau Sidihoni, danau di atas Danau Toba, yang ditempuh dari Pangururan sepanjang lebih kurang 8 km. Gereja ini berdiri tahun 1936 diprakarsai Zending HKBP.
.
Jumlah jemaat saat ini sebanyak 12 KK atau sekitar 30 orang. Rata-rata parminggu sebanyak 15 orang.
.
HKBP Sidihoni masuk pelayanan Ressort Ronggurnihuta,
- pendeta ressort yaitu Pdt. Nortima br. Hutasoit, STh,
- uluan ni huria : St. G. Simalango,
dengan beberapa sintua yaitu : St. R. br. Sipayung, St. N. Naibaho, dan Sintua Sitanggang.
.
Danau Sidihoni yang terletak dekat dengan gedung gereja, luasnya lebih kurang 50 rante, berada di puncak daratan, tidak pernah kering. Danau ini semula bernama : DIAHONI yang artinya : diantar makanannya. Konon dahulu kala ada seorang anak lahir yang punya kelainan alias tidak normal. Orangtuanya mengantar anak itu ke daerah tersebut. Sedangkan makanannya diantar agar anak tersebut tetap hidup. Lama-kelamaan, di tempat itu muncul air dan semakin banyak sehingga menjadi danau dan jadilah danau itu disebut TAO SIDIHONI.
.
Sumber : Kalender HKBP 2008

Selasa, 24 Juni 2008

Migran Batak Toba di Batavia

Sesudah tahun 1900, ada beberapa orang dari Tapanuli yang dibawa oleh Belanda sebagai pembantu dan pekerja ke Batavia. Pada waktu itu Batavia sudah menjadi tempat mencari pekerjaan bagi orang-orang yg datang dari daerah lain di pulau jawa atau sumatera. Salah seorang pemuda kristen batak yang dianggap angkatan pertama datang ke Batavia untuk mencari pekerjaan ialah Simon Hasibuan, seorang tamatan Seminari Pansurnapitu, Tarutung. Dia sampai ke Batavia pada tahun 1907(Sihombing, 1961).
.
Nainggolan mengemukakan bahwa sekitar tahun 1908, sudah mulai berdatangan orang batak ke Batavia untuk mencari pekerjaan. Dari antara mereka ada yang mengalami kesulitan karena dasar pendidikan mereka yang kurang memadai, akibatnya ada yang kembali ke Tapanuli tetapi ada juga yang tetap bertahan walaupun mereka lebih lama untuk memperoleh pekerjaan yang diinginkannya. Sebagian lagi lebih mudah mendapat pekerjaan karena latar belakang pendidikannya membantu mereka memperoleh pekerjaan. Mereka agak segan mengakui dirinya orang Batak, karena kata 'Batak' memberi arti yg 'kurang sedap' pada waktu itu. Itulah salah satu sebab tidak banyak yang mencantumkan marga dibelakang namanya. Disamping itu, kaum pendatang masih dianggap 'kafir' oleh penduduk setempat.
.
Selain mencari pekerjaan, tahun-tahun selanjutnya sudah mulai ada yang melanjutkan pendidikannya pada sekolah-sekolah lanjutan. Tahun 1913 baru 5 orang yang melanjutkan pendidikannya, diantaranya J.K Panggabean. Sejak tahun 1915 pemuda-pemuda batak tamatan HIS Sigompulon-Tarutung semakin banyak yang melanjutkan pendidikannya, diantaranya ke Kwekschool Gunung Sahari, K.W.S, Stovia dan lain-lain. Sebagian lagi tamatan sekolah Melayu dan sekolah Zending datang untuk mencari pekerjaan di Batavia. Orang-orang yang terlebih dulu datang, ada yang sudah bekerja seperti di jawatan Tofografi, yang mengukur tanah, gunung dan membuat peta-peta. Namun ada juga yang kembali ke Tapanuli dengan alasan tertentu walaupun mereka telah bekerja di Batavia. Hezekiel.M.Manulang, misalnya, yang tinggal selama 2 tahun(1914-1916) dan bekerja pada gereja Methodist di Patekoan memilih kembali ke Tapanuli dan membangun gerakanpolitik disana untuk menentang maksud pengusaha Belanda yang hendak membuka perkebunan di Silindung.
.
Demikian juga Lamsana Lumbantobing yang bekerja sebagai pendeta Methodist di jalan Ketapang, kembali ke Tarutung dan membuka kursus Bahasa Inggris disana. Walaupun ada yang kembali tetapi jumlah yang tinggal di Batavia cenderung semakin banyak, karena selalu munculnya pendatang baru. Simon Hasibuan seorang bekas guru Zending yang bekerja pada jawatan Kadaster dipandang sebagai 'orang tua' dari pemuda-pemuda batak yang tinggal di Batavia.
.
Pada tahun 1917 sudah terdapat 30 orang Kristen batak yang tinggal di Batavia. Lima diantaranya sudah berumah tangga dan sebagian lagi terdiri dari pemuda yang melanjutkan sekolah di sekolah teknik(Ambactschool), perawat di R.S CBZ(RSUP sekarang), R.S Cikini, dan R.S KPM Petamburan(simatupang & Pardede,1986). Sebagian besar dari mereka tinggal di Sawah Besar.Dalam mengikuti kebaktian minggu ada yang memasuki Gereja Katolik, Methodist, Gereformeede Kerk, Indische Kerk dan gereja lainnya. Bagi yang menguasai bahasa Belanda, mereka tidak segan-segan mengikuti kebaktian yang berbahasa Belanda. Dalam kurun waktu beberapa tahun itu,mereka bukan tidak rindu mengikuti kebaktian berbahasa daerah, sebagaimana di kampung halamannya.
.
Guru Frederik Harahap, seorang tamatan Seminari Depok dan Ds.L.Tiemersma(dari gereja Gereformeede)memulai pelayanan bagi pemuda batak sejak pertengahan 1917. Atas jasa-jasabaik Ds.Tiemersma, Gereja Kwitang menyewa 3 rumah yang terletak di perbatasan Sawah Besar dengan Kebun Jeruk No.18. Satu dari rumah itu ditempati oleh keluarga Gr.Harahap dan dua lagi untuk pemuda-pemuda tersebut. Hal ini jelas lebih memudahkan tugas Ds.Tiemersma karena dia dapat melayani mereka dalam satu tempat. Upaya yang ditempuh Ds.Tiemersma adalah menyatukan mereka dalam satu kumpulan Kristen Protestan, sebagaimana yang diinginkan dari Tapanuli(Hasibuan,1922).
.
Bersamaan dengan itu tugas Ny.Harahap pun menjadi ganda, sebagai Ibu Rumahtangga sekaligus juga Ibu Asrama. Dampak positif lainnya bagi pendatang baru atau yang ingin datang ke Batavia adalah kesedian Gr.Harahap menerima mereka dirumahnya, sebagaimana diberitahukan dalam 'Surat Keliling Imanuel', yaitu majalah mingguan Huria Kristen Batak Protestan yang di cetak di Laguboti. Dalam Pemberitahuan itu Harahap menuliskan:
"Siapa saja dari antara bapak dan ibu yang akan memberangkatkan anaknya ke Batavia, untuk melanjutkan pendidikan atau mencari pekerjaan, agar lebih jelas datanglah ke alamat saya. Alamatku: F.Harahap, tinggal di perbatasan Sawah besar dan Kebun jeruk, no.18, Batavia"(Simatupang dan Pardede,1986).

Pengumuman itu dapat mendorong seseorang, terutama yang tidak mempunyai keluarga di Batavia untuk datang mengadu nasib ke Batavia. Dapat dibayangkan bahwa ada yang langsung menuju alamat di atas dan bergabung dengan kawan-kawan satu kampung, marga, suku. Kerinduan mereka terhadap kebaktian yang berbahasa batak pun semakin muncul ke permukaan seiring dengan jumlah mereka yang terus bertambah. Pada 20 September 1919, mereka memindahkan kebaktiannya dari Gang Chasse(jalan Kemakmuran sekarang) ke tempat Bybel School di Pasar baru.
.
Sejak saat itu dimulailah kebaktian berbahasa daerah yang dipimpin oleh Gr.Simon Hasibuan, Gr.Frederik Harahap dan Sutan Harahap. Pada waktu itu jumlah anggota jemaat sebanyak 50 orang, diantaranya Merari Siregar, seorang tokoh angkatan Balai Pustaka, penulis Azab dan Sengsara. Situasi kehidupan yang lebih baik mendorong sebagian besar dari mereka pindah ke daerah yang lebih baik, yaitu daerah Kwitang dan meninggalkan daerah Sawah Besar, daerah yang berawa itu. Sejalan dengan itu, pada November 1919 kebaktian pun diadakan di gedung HIS Kwitang (Simatupang & Pardede,1986).
.
Dalam beberapa tahun, warga Kristen Batak yang tinggal di Batavia masih terus merindukan agar mereka dilayani oleh pendeta batak atau yang diutus oleh Huria Kristen batak yang berpusat di Tarutung. Upaya ke arah itu sudah dimulai tahun 1919 dengan membentuk Majelis jemaat dan kemudian berlanjut dengan permohonan kepada Ephorus Warneck. Apa yang mereka harapkan belum dapat dipenuhi. Barulah pada Januari 1922, tibalah Pdt.Mulia Nainggolan di Batavia, dialah pendeta Huria Kristen Batak yang pertama di kota itu dan seluruh pulau Jawa. Kehadiran Pdt.Nainggolan merupakan realisasi permohonan majelis jemaat Batavia dan sekaligus tindak lanjut penggembalaan Huria Kristen Batak terhadap anggota jemaatnya yang tinggal di Pulau Jawa. Taklama kemudian keluarlah surat ijin dari Gubernur Jendral Belanda di Batavia pada tanggal 21 Maret 1922, sejak itu Pdt.Nainggolan semakin berketetapan hati untuk melayani orang-orang Kristen Batak yang ada di Batavia.
.
Dalam Tahun pertama bertugas di kota itu, Pdt.Nainggolan menghadapi kesulitan-kesulitan, salah satunya ialah pada masa dukacita. Untuk biaya penguburan misalnya, dibutuhkan sekitar 60-90 Gulden, jumlah yang sangat tidak kecil pada waktu itu. Dana Sebesar itu memang dapat diperoleh dari Asisten Residen di Batavia, tetapi harus melalui beberapa tahapan yang kadang-kadang sulit dilalui(Nainggolan,1922). Kesulitan memperoleh dana sebesar itu biasanya terjadi apabila seseorang yang mendapat kemalangan belum didaftarkan sebagai anggota jemaat Huria Kristen Batak Batavia,sehingga pengumpulan dana dari anggota pun sulit dan prosedur yg harus dilalui untuk mendapatkan bantuan pemerintah pun butuh waktu. Kesulitan inilah yang menjadi
latar belakang lahirnya perkumpulan "Haholongan", yang anggotanya orang Batak yang beragama Kristen dan Islam. Organisasi ini khusus didirikan untuk suatu perkumpulan yang berhubungan dengan kemalangan atau dukacita.

Kehadiran beberapa Keluarga anggota militer menambah jumlah orang Batak di Batavia. Pada Oktober 1923 beberapa keluarga Kristen Batak yang bertugas di bagian Kemiliteran pindah ke Batavia. Terdapat 77 orang termasuk istri dan anak-anak yang pindah dari Yogyakarta dan ditempatkan di Batalyon 11.11.16 Meester Cornelis atau Jatinegara sekarang(Nainggolan,1923). Beberapa bulan sebelumnya sebanyak 45 orang pemuda yang belum bekerja dikirim dari Batavia ke Bandung untuk mengikuti kursus kondektur dan sebagian besar dinyatakan lulus dan
ditempatkan di Bandung, Bogor, Surabaya, Batavia dan lain-lain. Pada Tahun itu diperkirakan jumlah orang Batak yang tinggal di Batavia lebih dari 300 orang dengan pekerjaan sebagai pegawai dan militer serta sebagian yang melanjutkan pendidikannya.
.
Selain organisasi 'Haholongan' didirikan lagi organisasi seperti 'Bataks Voetbal Vereniging'(BVV), yaitu organisasi di bidang olahraga yang dipimpin oleh J.K Panggabean, yang juga termasuk 'orang lama' di Batavia. Kemudian berdiri lagi 'Bataksbond', yaitu perkumpulan kebangsaan/kesukuan yang bergerak di bidang politik. Para pemuda pelajar membentuk 'Jong Batak'. Dalam organisasi itu terdapat nama-nama seperti Amir Syarifuddin Harahap (kemudian pernah menjadi Perdana Mentri), Ferdinand Lumbantobing (pernah menjadi Menteri Penerangan R.I) dan nama lainnya. Selain merupakan alat pengikat, organisasi tersebut berperan sebagai pengikat gengsi sekaligus menaikkan derajat mereka di kalangan suku-suku bangsa lain. Semua anggota perkumpulan merasa bersaudara walaupun berlainan agama dan berasal dari daerah yang berbeda di Tapanuli. Mereka mencapai kemajuan dalam berbagai hal, kebanyakan disebabkan karena perasaan kedaerahan, 'tidak mau kalah' dalam arti yg positif.
.
Akhir tahun 1920-an semakin banyak pemuda tamatan HIS dari Tapanuli melanjutkan pendidikannya atau mencari pekerjaan ke Batavia. Mereka tinggal di rumah teman atau famili yang telah lebih dulu datang. Pemuda-pemuda yang datang lebih dulu dan sudah bekerja, kedudukannya sudah semakin meningkat dan sebagian dari mereka telah membentuk rumah tangga. Pada umumnya mereka masih tergolong pada pegawai rendah, rata-rata berpangkat 'Klerk' kebawah dan sebagian kecil diatasnya. Disamping itu beberapa orang telah bekerja sebagai Guru, seperti di HIS Kwitang, Noormaalschool di Jatinegara dan tempat lain. Pada sensus 1930, jumlah orang batak yang tinggal di Batavia sebanyak 1.253 jiwa dan sebagian besar terdiri dari Batak Toba dan selebihnya Batak Angkola, Mandailing dan lain-lain.(Castles,1967).
.
Sama halnya dengan didaerah lain, orang batak Toba di Batavia pun ingin mempunyai gereja sendiri karena dengan demikian mereka dapat mengikuti ibadah dengan bahasa daerah. Pdt.Peter Tambunan yang menggantikan Pdt.M.Nainggolan memprakarsai pembangunan gereja HKBP. Setelah mendapat ijin dan tempat dari Walikota (Burgermeester) yaitu di Gang Kernolong no.37, maka dimulailah pembangunan gereja tahun 1931. Peletakan batu pertama dilangsungkan pada 21 November 1931 oleh walikota Batavia. Pemborong bangunan ialah J.M Sitinjak dari jalan Muria, Menteng, yaitu salah seorang tokoh batak yg lama tinggal di Batavia. Dalam kurun waktu 6 bulan, Gereja itu telah selesai dibangun dan peresmiannya diadakan pada hari Minggu, 8 Mei 1932(Pakpahan,1986).
.
Tahun-tahun berikutnya semakin banyak pemuda yang melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi. Di sekolah Teologia terdapat nama seperti K.Ritonga, G.Siahaan (kelak menjadi Ephorus HKBP, periode 1974-87), dan A.Sitorus. Di sekolah Hakim Tinggi ada A.M Tambunan (kelak menjadi Menteri Sosial R.I) dan di Hoogere Theologische School ada T.S Sihombing(kelak menjadi Ephorus HKBP,periode 1961-74), K.M Sitompul. Pada waktu itu sudah dibentuk perkumpulan pemuda Kristen Batak yaitu 'Sauduran' untuk warga Huria Kristen Batak(HKBP) dan 'Boni Na Uli' untuk warga Punguan Kristen Batak(PKB).
.
Demikianlah ceritanya, kiranya bermanfaat.

sumber: Migran Batak Toba, O.H.S Purba

Rabu, 14 Mei 2008

Gereja HKBP Purwakarta

Gereja HKBP Purwakarta yang memiliki anggota jemaat sekitar 470 KK di Jl. Veteran No. 220 di daerah lintasan utama Jakarta dengan Bandung. Berdiri 32 tahun yang lalu pada Minggu, 12 Oktober 1975 sebagai jemaat filial dari HKBP Jl. Martadinata No. 96 Bandung, dipimpin Pdt. S.M. Silitonga, MTh sebagai Pendeta Ressort (mulai Juli 2007) dilayani 19 Sintua, dengan jemaat filialnya HKBP Kerawang dipimpin Pdt. A. Nainggolan, STh., dan HKBP Cikampek yang dipimpin Pdt. M. Butarbutar, STh.
.
Asal-usul keberadaan Gereja HKBP dan halak hita di Purwakarta dan sekitarnya, diawali dengan usaha mengadu nasib mencari rezeki dan beberapa orang yang datang karena ditugaskan sebagai Angkatan Bersenjata atau sebagai Pegawai , di antaranya B. Siregar (Situbuleut); St. S. Sinaga (+)/Br. Tobing, E. Daulay, Tampubolon, DM Hutapea, JP Gultom (Bapemi). Mereka termasuk sebagai perintis utama untuk membentuk kelompok orang-orang Batak (organisasi Dalihan Natolu) dan persekutuan Kristen Oikumene di Purwakarta atau Badan Kerja Sama Gereja (BKSG).
.

Bagi halak hita khususnya Tapanuli Utara, sudah tradisi, di situ langit dijunjung di situ Tuhan Yesus harus diagungkan. Dimana orang Kristen Batak berada, dia akan selalu ingat dan mengusahakan tempat kebaktian untuk melaksanakan ajaran agama dan budaya adat-istiadatnya. Banyak halak hita yang bekerja di perusahaan industri PMA dan PMDN. Namun banyak juga yang bekerja di perusahaan-perusahan swasta atau koperasi dan sebagian kecil yang berstatus pegawai negeri.
.
Memang, sebelum orang Batak datang, di Purwakarta sudah ada beberapa gereja berdiri seperti Gereja Pasundan, Gereja Katolik, dan Gereja Pantekosta. Pada gereja-gereja tersebutlah halak hita bergabung mengikuti kebaktian, sebelum gereja HKBP diresmikan tahun 1975.
.
Setelah diresmikan, gereja ini telah dilayani oleh beberapa orang Pendeta Ressort, yaitu:
- Pdt. A. Sitorus (1979-1982),
- Pdt. D. Sitorus (1982-1984),
- Pdt. J. Sirait (1984-1988),
- Pdt. BRH. Simanungkalit (1988-1993),
- Pdt. R. Butar-butar (1993-1998),
- Pdt. K. Lumbantoruan (1998-2002),
- Pdt. P. Silitonga, STh (2002-Juli 2007).
.
Kota Purwakarta yang dikembangkan menjadi daerah industri tahun 1975 dan gereja HKBP Purwakarta sering dikunjungi oleh orang-orang yang datang dari berbagai penjuru tanah air. Sembari merealisasikan kasih Tuhan dengan menikmati siraman/santapan rohani, kunjungan ke proyek Jatiluhur tidak akan pernah terlewatkan. Sebagaimana kita ketahui, keindahan dan kehebatan ciptaan Tuhan, juga terlihat nyata dari bendungan tersebut yang berfungsi sebagai pengendali banjir, pengairan, pembangkit listrik, perikanan, pariwisata, dan suplai air minum untuk 5 kabupaten yang dilalui anak sungai Purwakarta, Kerawang, Subang, Indramayu, Bekasi, dan DKI Jakarta bagian Timur.
.
Program utama pelayanan gereja HKBP Purwakarta sekarang adalah merealisasikan peningkatan tri tugas panggilan gereja (Koinonia, Marturia, dan Diakonia) dengan mewujudkan HKBP sebagai organisasi gereja yang inklusif, dialogis, dan terbuka. Gereja ini sedang melanjutkan pembangunan gedung sekolah minggu dan serba guna yang diharapkan semakin mengharumkan nama Tuhan Yesus di Purwakarta dan sekitarnya.
.
Sumber: Kalender HKBP 2008

Pos Pekabaran Injil HKBP Pasir Agung

Gereja Sending Pos Pekabaran Injil (PI) HKBP Pasir Agung berdiri sejak tanggal 7 Februari 1989 di areal tanah 50 x 50 m.
.
Statistik akhir 2007, jemaat berjumlah 98 jiwa (33 KK).
.
Dilayani oleh St. Mujari T.A.
.
Foto-foto saat Kepala Biro PI-Sending HKBP, Pdt. Tendens Simanjuntak sedang memimpin acara peletakan batu pertama pada pembangunan gedung Gereja, 13 Agustus 2006.
.
.
Sumber : Kalender HKBP 2008

HKBP Lumban Silintong Ressort Hinalang Silalahi

Lumban Silintong telah ditetapkan sebagai daerah tujuan wisata, jaraknya agak jauh dari HKBP Hinalang Silalahi. Hal tersebut mendorong percepatan berdirinya Pos Parmingguan Remaja yang dimulai pada tanggal 20 Juni 2004 di huta Bagasan rumah Op. Solindungan Siahaan, Ketua Pos Parmingguan adalah St. J. Siahaan (Op. Tohonan).
.
Pos Parmingguan Remaja ini berkembang menjadi Pos Kebaktian Umum dimulai tanggal 18 Juni 2006, dengan bangunan sederhana, diperbuat dari tiang bambu dan atap seng.
.
Tanggal 17 Desember 2006, Advent III, Pimpinan HKBP meresmikan Huria ini menjadi Huria na Gok, mekar dari HKBP Hinalang Silalahi.
.
Para perantau Lumban Silintong yang berdomisili di Jakarta dan luar Jakarta memberi persembahan spontanitas untuk pembelian tanah seluas kurang lebih 1500 m2. Rasa syukur yang tidak terhingga, seorang perantau yakni Bapak Mochtar Siahaan langsung melihat keadaan gereja yang masih darurat dan spontan tergerak hatinya untuk pembangunan Gereja tersebut menjadi donatur tunggal.
.
HKBP Lumban Silintong, sampai akhir 2007, jemaatnya : 130 KK, Sekolah Minggu 125 orang, Remaja/Pemuda 105 orang dan Lansia 42 orang.
.
Dilayani oleh :
1. Pdt. R. Lumban Gaol, STh. (Pendeta Ressort Hinalang Silalahi);
2. Cal.Pdt. Sabdu J. Tambunan (Pimpinan Jemaat);
3. St. J. Siahaan;
4. St. S.R. br. Siahaan (Parartaon);
5. St. J. Rajagukguk (Parhalado Ressort);
6. St. J. (Op. Tohonan) Siahaan;
7. St. K. Siahaan (Ketua Parartaon);
8. Cal.St. E. Sianipar (Bendahara);
9. Cal.St. H. Nainggolan.

Sumber : Kalender HKBP 2008

Rabu, 26 Maret 2008

HKBP Menteng Jakarta Berusia 52 Tahun

Sejak dulu, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, dikenal sebagai pemukiman elit. Di sana, ternyata telah lama hadir gereja etnik, Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Gereja itu dikenal dengan nama HKBP Menteng atau HKBP Jalan Jambu. Usianya kini 52 tahun.
.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, HKBP Menteng berdiri tepat pada hari Minggu 25 September 1955. Para perintis Jemaat Persiapan Menteng saat itu mengadakan kebaktian pertama di gedung Adhuc Stat yang berarti "Di sini aku berdiri." Saat ini gedung tersebut menjadi kantor Bappenas, tepatnya di dekat Taman Suropati. Ibadah pertama itu kemudian dijadikan sebagai tanggal hari jadi resmi Jemaat Menteng - Jalan Jambu.
.
Peminjaman ruangan gedung tersebut untuk tempat ibadah kebaktian hanya hari Minggu saja, diajukan oleh pemuka warga kepada pemilik gedung, Pengurus Perhimpunan Theosofi, yang kebetulan kegiatannya telah "megap-megap" setelah berakhirnya Perang Dunia (PD) II. Acara kebaktian hanya dapat berlangsung pukul 10.00 pagi saja, karena harus lebih dahulu digunakan ibadah oleh jemaat Gereformeerd, warga Kristen Belanda yang tinggal di kawasan Menteng ketika itu.
.
Setidaknya ada dua peristiwa unik saat warga itu mulai kebaktian di gedung Adhuc Stat. Pertama, muncul beberapa komentar "minuer" warga persiapan jemaat ini yang mengatakan gedung itu tidak layak dijadikan tempat kebaktian dengan alasan gedung itu agak angker.
.
Ada kemungkinan klaim ini dilancarkan, mengingat gedung itu bekas tempat kegiatan ritual kaum Theosofi sehingga terkesan angker. Selain karena banyak dari anggotanya "dibabat" oleh tentara pendudukan Jepang, kesan Theosofi terhadap beberapa warga jemaat mungkin membuat mereka antipati. Bukankah organisasi itu adalah tempat berkumpul orang-orang yang lazim disebut sebagai para pemikir yang berhaluan vrijdenker (free thinker) alias orang yang tak mempunyai iman-ketuhanan?
.
Tentu saja para penggagas peribadatan Minggu Menteng pada mulanya tidak sampai berpikir tentang layak tidaknya bekas gedung Theosofi itu dipakai untuk kebaktian. Sampai-sampai mereka merasa perlu meminta advis kepada Pdt.Prof.Dr. Verkuyl dari STT Jakarta, serta memohon petunjuk. Teolog itu menegaskan bahwa sama sekali tidak ada salahnya menggunakan bekas gedung Theosofi untuk ibadah. Dan bukankah Gereja Gereformeerd, warga Belanda juga menggunakannya untuk tujuan yang sama? Dengan jawaban itu, jemaat mula-mula HKBP itu puas, dan meneruskan peribadatan di gedung Adhuc Stat.
.
Peristiwa kedua, datangnya utusan pengurus jemaat PKB, yang sudah mendapat tempat kebaktian di Jalan Jawa, Menteng, kepada Wakil Guru Huria, G.A. Siahaan, pada awal pembukaan Parmingguan (peribadatan) HKBP Menteng. Utusan itu adalah rekan-rekan Siahaan yang sudah bermukim di Menteng sejak awal kemerdekaan. Saran utusan itu, sebaiknya tidak dibuka "jemaat Batak-Kristen" yang lain di kawasan Menteng, mengingat PKB sudah mendirikan gereja di sana. Tentu saja usulan itu suatu cetusan hati yang terlalu "prinsip-prinsipan" tanpa mempertimbangkan faktor-faktor sosiologis lainnya. Seperti disajikan di muka, terbentuknya jemaat-jemaat yang memisahkan dari Batakmission (cikal bakal HKBP) seperti HChB, PKB, dan lain-lain sebagai akibat adanya anggapan terlalu otoriternya pimpinan Zending atau Batakmission yang pada gilirannya mengakibatkan kuatnya gejolak keinginan mandiri di kalangan beberapa warga.
.
Singkat cerita, kebaktian di gedung Adhuc Stat hanya berlangsung lima tahun, yakni sampai 25 September 1960. Alasan diakhirinya pemakaian gedung tersebut adalah, selain memang ada niat warga jemaat untuk membangun gereja sendiri (sebagaimana ditekadkan oleh oranng Batak Kristen), karena pada tanggal tersebut batas akhir penggunaan gedung itu yang diijinkan oleh pemerintah. Mulai saat itu pemerintah telah melarang kegiatan Theosofi di Indonesia, lalu mengambil alih kepemilikan gedung itu. Sebuah orgel ditinggalkan oleh jemaat Gereja Gereformeerd Belanda yang sebelumnya sama-sama menggunakan gedung untuk kebaktian, dihibahkan kepada jemaat HKBP Menteng.
.
Bulan Marturia
.
Seperti diuraikan Pdt Hotma TAP Pasaribu, MTh, Pendeta Resort HKBP Menteng, Jakarta, memasuki tahun 2008, pihak gereja HKBP Menteng telah mempunyai program Bulan Marturia, sebagai landasan kegiatan selama kurun tahun 2008.
.
Kami dan seluruh gereja HKBP di seluruh dunia, mempunyai program Bulan Marturia. Dimana pada tahun ini kami mempunyai fokus pelayanan pada hal penginjilan. Salah satunya melalui kegiatan penginjilan serta pemberian bantuan bagi masayarakat di Pulau enggano, Bengkulu," tutur pria kelahiran Medan 5 September 1961 ini.
.
Ternyata gereja yang mempunyai motto "Jadi Saluran Berkat Damai Sejahtera dan Sukacita Bagi Jemaat dan Masyarakat" ini memiliki keunikan tersendiri, dimana jemaatnya tersebar di seluruh wilayah Jabodetabek.
.
Seperti dikutip dari Laporan Tahunan HKBP Menteng tahun 2007, jumlah KK yang terdaftar sebanyak 1.283, yang tersebar di berbagai wilayah Guntur, Setiabudi, Manggarai, Saharjo, Menteng, Kebon Melati, Cikini, Kramat, Rawasari, Pal Meriam, Kayumanis, Jatinegara, Petojo, Tanah Abang, Pejompongan, Pluit, Jelambar, Tomang, Grogol, Slipi, Tebet Barat, Tebet Timur, Kebon Baru, Cempaka Putih, Kemayoran, Sumur Batu, Sunter, Kayu Putih, Rawamangun, Pondok Kelapa, Bekasi, Depok, Cimanggis, Mampang Prapatan, Pasar Minggu, Kramat Jati, Pasar Rebo, Cikoko, Kalibata, Tanjung Duren, Kebon Jeruk, Joglo, Pondok Indah, Lebak Bulus, Ciputat, Bintaro Ulujami, Tangerang dan Serpong.
.
Sumber :
Daniel Siahaan,
Tabloid Reformata Februari 2008

HKBP Karawang Siap Menjadi Resort

Sejak tahun 1973, Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Kabupaten Karawang berupaya memberikan pelayanan yang terbaik kepada seluruh umatnya (huria na), baik itu melalui pelayanan rohani (ibadah) maupun jasmani. Sebab, HKBP yang mayoritas memiliki jemaat halak hita (orang Batak) ini tidak menghendaki jemaatnya menjadi pengangguran.
.
Menurut Pdt A Nainggolan, STh, HKBP Kabupaten Karawang ini berdiri pada tanggal 2 September 1973. Kebaktian pertama dilaksanakan di rumah IM Damanik/br.Tampubolon di Jalan Raya Telukjambe. Kala itu, jemaat hanya berjumlah 20 kepala keluarga (KK).
.
Namun demikian, jumlah itu sudah tergolong banyak karena pada tahun itu jumlah orang Batak yang bermukim dan berdomisili di Kota Lumbung Padi ini masih tergolong sedikit.
.
Dengan senang hati, para jemaat ini melaksanakan acara kebaktian dari rumah ke rumah. Tetapi, acara kebaktian dengan sistem door to door ini tidak berlangsung lama. Sebab, berdasarkan kesepakatan bersama antar jemaat tersebut, Gedung Sekolah Teknik Menengah Negeri (STMN) 1 Karawang dipinjam selama satu tahun untuk digunakan sebagai tempat kebaktian.
.
Untuk lima tahun berikutnya, para jemaat berhasil meminjam Gedung SD Maranatha milik Gereja Pasundan, Kabupaten Karawang sebagai tempat kebaktian.
.
“Sejak kebaktian pertama, Jemaat HKBP Karawang sangat memiliki rasa kebersamaan yang cukup tinggi,” kata Pdt Nainggolan.
.
Tahun 1980, kerinduan jemaat HKBP Karawang untuk memiliki tempat ibadah (gereja) tetap akhirnya diberikan Tuhan. Tepatnya pada tanggal 6 April 1980 acara kebaktian pindah ke tempat ibadah tetap di Jalan Singadireja, Gang Mandala No.1 Karawang yang diberi nama Gereja HKBP Kabupaten Karawang.
.
Berdasarkan data statistik Gereja HKBP Karawang, hingga akhir tahun 2007 anggota Jemaat HKBP Kabupaten Karawang berjumlah 504 KK atau 2.779 jiwa yang tersebar di 30 kecamatan yang ada di Kabupaten Karawang. Akibatnya, pelayanan kerohanian secara otomatis berkembang dan secara resmi pos pelayanan dibuka di Kecamatan Rengasdengklok yang bertempat di rumah salah satu anggota jemaat.
.
Gereja HKBP Kabupaten Karawang ini telah berdiri selama 27 tahun. Dan sebagai legalitas peribadatan, pada tanggal 28 Januari 2008 HKBP Kabupaten Karawang mendapat izin prinsip Nomor: 503/361/Kesbang Linmas yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang.
.
“Pengurusan perizinan ini terus kita lakukan, sampai akhirnya diterbitkan oleh Bupati Karawang Drs H Dadang S Muchtar,” ujarnya.
.
Semakin hari, jemaat HKBP Karawang ini semakin bertambah dan berkembang. Berdasarkan perkembangan itu, jemaat HKBP ini pun menginginkan dibentuknya resort, karena selama ini HKBP Karawang menginduk ke Resort Purwakarta.
.
Dikatakan, pada tanggal 8-9 September 2007, HKBP Karawang diresmikan menjadi Resort Persiapan, yang langsung dipimpin oleh Praeses HKBP Distrik XVIII Wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DI Yogyakarta (Jabartengdiy), Pdt J Tambunan, STh.
.
Dan tepat pada hari Minggu (9/3), HKBP Karawang diresmikan menjadi HKBP Resort Karawang. Pesta syukuran peresmian HKBP ini juga dipimpin langsung oleh Praeses HKBP Distrik XVIII Wilayah Jabartengdiy, Pdt J Tambunan, STh.
.
Sumber : Harian Batak Pos, 8 Maret 2008
Google Search Engine
Google
·

Guestbook of HKBP

·
·


Visitor Map