·
Tampilkan postingan dengan label Artikel-Khotbah-Renungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel-Khotbah-Renungan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 02 Desember 2008

Makna dari Ibadah Minggu di Gereja HKBP

HKBP merupakan bagian dari persekutuan Gereja Lutheran sedunia. Namun jika kita melihat tata letak altar dan bangku-bangku di dalam gereja kita, pada umumnya tidak menggambarkan pemahaman gereja Lutheran. Umumnya tata letak altar gereja kita mengadopsi tata letak gereja Calvinis, dimana mimbar pemberitaan firman Allah berada di tengah-tengah altar; dan berada di posisi yang tinggi. Gereja Lutheran menempatkan mimbar pemberitaan firman di sebelah kiri altar sebagaimana terlihat di gereja HKBP Menteng, jalan Jambu 46, Jakarta. (HKBP Petojo pun telah merubah posisi pemberitaan itu. Dulunya mereka menempatkan mimbar itu seperti biasanya di tengah. HKBP Balige pun menempatkan mimbar di sisi sebelah kiri, namun menjulang tinggi.)
.
Memang pemahaman kita tentang tata letak itu tidak seragam. Banyak orang yang menjadi arsitek pembangunan gedung gereja bukanlah seorang teolog. Mereka awam tentang hal tata letak, sehingga pertimbangan mereka hanyalah nilai estetika dan pertimbangan lainnya, tanpa didasari pandangan teologis. Banyak anggota jemaat yang tidak mengerti maknanya. Bahkan para pekerja pun banyak yang tidak mengerti. Saya sering mempertanyakan makna dari kembang yang ditaruh di atas meja di altar ! Umumnya alasan orang untuk menaruh kembang di sana hanyalah untuk estetika semata-mata. Pada hal bukanlah demikian menurut hemat saya secara pribadi. GPIB menyalakan lilin di meja tersebut, tentu ada makna dari lilin itu. HKBP umumnya menempatkan bunga. Apa makna bunga itu ? Kita menyalakan lilin di sana pada minggu Advent, ada maknanya. Kita pun menutup benda-benda di altar itu dengan kain berwarna tertentu, itu pun ada maknanya. Sekali lagi apa makna kembang tersebut ?
.
Bilamana kita memasuki gedung gereja itu (jemaat yang menyusun tata letaknya seperti pengajaran Gereja Lutheran) maka dapat kita katakan ruang gereja itu dapat dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama ialah bagian tempat duduk untuk anggota jemaat, yaitu bangku-bangku yang berjejer di dalam gedung. Saya memahami bagian pertama ini sebagai bagian ‘wilayah dunia.’ Itulah yang diajarkan kepada kami pada waktu masih belajar sebagai calon sintua. Sementara bagian kedua ialah ‘altar.’ Adapun altar itu dipahami Gereja kita sebagai ‘wilayah kudus.’ Bagian kedua ini diartikan sebagai ‘wilayah surgawi.’ Oleh karena itu pula, bagi kita, altar itu pun kudus adanya.
.
Di tengah-tengah altar itu, ada sebuah peti empat persegi panjang, persis di bawah salib yang melekat ke tembok. Peti yang berukir dengan sangat indah itu, dipahami ‘sebagai meja makan Tuhan.’ Mengapa peti itu disebut meja makan Tuhan? Peti itu disebut demikian, karena di atas meja itu diletakkan roti dan anggur perjamuan. Menurut hemat saya, persembahan yang kita persembahkan kepada Tuhan, seyogianya ditaruh di atas meja makan Tuhan. Persembahan itu adalah sesuatu yang kudus, sehingga di sanalah tempat yang paling pas. Bukan seperti sekarang ditaruh di luar wilayah surgawi, di luar ‘altar.’ Meja makan adalah wilayah yang paling dalam dari satu rumah, hanya anggota keluarga yang duduk di sana. Meja makan itu semacam ‘inner chamber’ di dalam satu rumah. Alangkah indahnya, jika kita diundang untuk menghadiri upacara makan bersama di sekitar meja makan Tuhan pada acara perjamuan kudus. Sayang, sekarang ini hal praktis telah menggeser makna datang kepada Tuhan dalam perjamuan kudus, sehingga saya tidak lagi datang mendekat ke meja makan Tuhan dalam perjamuan kudus.
.
Di sebelah kiri kita, di sisi meja makan Tuhan, ada bejana tempat penyimpanan air untuk babtisan kudus. Martin Luther mengatakan bahwa babtisan adalah juga kabar baik – Injil – bagi kita. Itulah sebabnya posisinya sejajar dengan podium di sisi kanan, tempat Injil secara verbal diberitakan. Jadi Injil diberikan kepada kita melalui firman dan sakramen. Saya kuatir, orang datang ke kebaktian Minggu, tanpa mencoba merenungkan makna dari tata letak dari benda-benda yang ada di dalam ruangan Gereja tersebut. Saya takut, kita telah kehilangan makna dari tata letak dalam ibadah kita.
.
Di antara kabar baik menurut sakramen, dan kabar baik menurut firman, dekat dengan meja makan Tuhan, berdirilah seorang perantara, antara ‘wilayah ilahi’ dengan ‘wilayah dunia’. Kita melihat secara kasat mata, seorang sintua berdiri di sana. Tetapi pada hakekatnya, secara iman, dia yang berdiri itu adalah Tuhan Yesus Kristus. Sebab hanya Dia yang dapat mengantarai manusia dengan Allah. Dialah satu-satunya perantara manusia dengan Allah. Jadi sintua yang berdiri di altar itu adalah representasi dari Kristus. Oleh karena itu, betapa pentingnya sintua yang ‘maragenda’ itu sadar, betapa kudusnya tugasnya memimpin ibadah minggu tersebut. Ia berdiri di sana atas nama Tuhan, untuk memimpin ibadah perjumpaan antara jemaat dengan Allahnya. Ibadah minggu kita adalah ibadah perjumpaan dengan Allah. Kita tahu tidak ada manusia yang dapat mempertemukan Allah dengan manusia kecuali Tuhan Yesus Kristus. Jadi jelas, tugas sintua ‘maragenda’ adalah mempertemukan Allah dengan manusia di dalam ibadah minggu itu.
.
Dari tata letak ‘meja makan Tuhan’ dengan bangku-bangku, kita lihat jaraknya cukup jauh. Memang jarak antara Allah yang kudus dengan manusia yang berdosa cukup jauh pula. Jarak surga dan dunia juga cukup jauh. Itulah sebabnya dibutuhkan seorang perantara, agar dimungkinkan pertemuan dan terjadi komunikasi di dalam pertemuan itu. Ketika Tuhan Yesus berdiri di altar tersebut, di dalam diri sintua yang menjadi liturgis, maka manusia yang duduk di bangku-bangku itu pun dapat mengadakan komunikasi dengan wilayah surgawi, yaitu ‘altar.’ Sekarang yang menjadi pertanyaan ialah : apakah sintua yang bertugas sebagai liturgis itu menyadari makna dari tugasnya tersebut ? Kesan saya, mudah-mudahan saya salah, teman-teman sintua tidak menyadari hal itu. Mereka sering saya lihat bertindak sebagai ‘master of ceremony’ di dalam kebaktian tersebut. Bahkan ada yang tidak siap, hal itu terlihat dari tidak ikutnya sintua itu menyanyikan lagu nyanyian jemaat. Jika kita bertitik tolak dari pemahaman bahwa sintua yang menjadi liturgis itu adalah wakil Kristus di dalam memimpin jemaat, maka jika ia salah di dalam memimpin liturgi, maka dapatlah kita katakan Kristus juga salah! Apakah kita sadar akan hal itu? Marilah kita merenungkan hal itu di dalam lubuk hati kita yang paling dalam.
.
Kita datang ke Gereja pada hari Minggu, bukan hanya untuk mendengarkan firman Allah. Jika kita datang hanya untuk mendengarkan firman Allah, hal itu dapat kita lakukan di dalam rumah. Kita datang ke Gereja dan beribadah untuk berjumpa dengan Tuhan yang bangkit. Di dalam ibadah minggu itu, kita merefleksikan ibadah yang diselenggarakan oleh para malaikat di Surga. Di dalam ‘Doa Bapa Kami’, Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita agar kita berdoa: ”Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga”. Menurut kitab Wahyu pasal 4 dan 5, ada kebaktian di Surga dilihat oleh Rasul Yohanes. Ibadah di Surga itu memusatkan penyembahannya pada Dia yang duduk di tahta itu dan Dia yang berdiri di tangah-tengah tahta itu, Anak Domba seperti telah disembelih, yaitu Yesus Kristus sendiri dengan segala karya-Nya. Jadi inti sari dari ibadah Kristen menurut hemat saya ialah: penyembahan kepada Allah dengan meninggikan karya Yesus Kristus. Kristus adalah pusat dari ibadah Kristen. Berbeda dengan ibadah kharismatik, yang menonjolkan Roh Kudus dengan karunia-karunia-Nya, ibadah HKBP merefleksikan ibadah surgawi yang dilaporkan kitab Wahyu.
.
Menurut DR. A A. Sitompul dalam bukunya mengenai tata ibadah, beliau mengatakan bahwa ada ibadah di tiga tempat. Ibadah yang pertama diadakan di Surga, sebagaimana dilaporkan oleh kitab Wahyu. Ibadah kedua ada di Bumi, maksudnya di dalam ibadah minggu yang kita lakukan. Ibadah yang ketiga ada di dalam hati kita. Ketiga-tiganya haruslah berada di dalam satu ikatan yang harmonis, seperti ‘cord’ di dalam irama musik. Surga mengambil nada ‘do’, sementara kebaktian minggu kita mengambil nada ’mi’, dan yang terakhir, di hati kita mengambil nada ‘sol’. Setelah itu ketiganya sama-sama menyanyikan pujian kepada sang Bapa, Anak dan Roh Kudus! Bila nada yang mereka nyanyikan tidak pas, maka akan terasa nyanyian itu fals.

Banyak orang mengatakan bahwa ibadah HKBP monoton, tanpa lebih dahulu menggali makna dari ibadah itu sendiri. Ibadah kharismatik, yang sangat populer sekarang ini, bahkan di dalam hati warga HKBP, menurut hemat saya, sangat bersifat ekspresif. Hal yang sangat ditonjolkan di dalam ibadah itu adalah perasaan manusia. Saya tidak melihat apa yang mereka refleksikan melalui ibadah itu! Karya Allahlah yang harus direfleksikan di dalam ibadah, lalu manusia memberikan respons terhadap karya itu melalui penyembahannya. Subyek yang paling dominan di dalam ibadah itu ialah Allah. Itulah yang direfleksikan ibadah HKBP menurut penghayatan saya. Tempat kita berpijak sangat berbeda dengan kebaktian kharismatik.

Sebelum kebaktian dimulai, biasanya parhalado berkumpul lebih dahulu di konsistori. Pada hakekatnya bukanlah para petugas yang dijadwal pada hari itu yang harus hadir di dalam konsistori, melainkan seluruh anggota parhalado yang datang ke dalam kebaktian tersebut. Sebab parhalado adalah satu ‘corps,’ mereka bertanggung jawab atas pelaksanaan kebaktian tersebut. Jadi sekalipun saya tidak bertugas pada hari itu, saya wajib masuk ke konsistori, minimal untuk mendoakan mereka yang bertugas pada hari itu. Itulah wujud dari tanggung jawab saya kepada Allah, yang telah memanggil saya menjadi pelayan-Nya di jemaat tersebut. Sekaligus itu adalah wujud dari tanggung jawab saya kepada ‘corps parhalado’. Sangat disayangkan, banyak juga teman-teman sintua yang tidak menyadari hal itu.
.
Di konsistori itu kita memeriksa seluruh acara yang akan kita selenggarakan, tentang kelayakannya. Kemudian acara yang sudah kita periksa itu kita bawakan ke hadiran Allah di dalam doa. Semua acara dari permulaan hinga akhir disampaikan di dalam doa, seolah-olah kita mengatakan kepada Allah, inilah yang akan kami lakukan di hadapan-Mu. Segala sesuatu yang tidak didoakan di dalam konsistori, seyogianya tidak dapat dilakukan di dalam ibadah. Kecuali warta yang sangat mendesak. Namun sangat disayangkan, sering kali kita melihat ada acara tambahan disampaikan kepada liturgis di tengah-tengah kebaktian. Sering kita melihat koor menyanyi sampai dua kali, pada hal di dalam daftar acara hanya satu kali.
.
Setelah parhalado berdoa, maka lonceng Gereja dibunyikan. Suatu pertanda bahwa seorang Raja segala raja dan Tuhan segala Tuan akan memasuki tempat ibadah. Anggota jemaat pun memberi respons terhadap bunyi lonceng itu dengan menaikkan doa-doa pribadinya ke hadirat Allah. Maka parhalado pun memasuki ruangan. Ibadah siap dilaksanakan.
.
Acara Kebaktian

1. Jemaat Menyanyi

Kebaktian dimulai dengan jemaat menyanyi. Biasanya nyanyian yang dipilih untuk minggu itu disesuaikan dengan nama minggu di dalam Almanak HKBP. Seperti kita ketahui kalender gerejawi tersusun atas dasar minggu, sebanyak 52 minggu dalam satu tahun. Bukan disusun dalam bulan seperti yang kita kenal bersama. Pertanyaan sekarang diajukan kepada kita, mengapa kita menyanyi? Pemahaman gereja kita tentang nyanyian, adalah sebagai respons terhadap apa yang diucapkan Allah dari altar-Nya. Ibadah minggu yang diselenggarakan bentuknya ialah responsoria. Respons kita kepada Allah di dalam ibadah itu ialah dengan jalan menyanyi dan berdoa. Jadi apa yang kita mau ungkapkan di dalam acara pertama di kebaktian itu? Jawaban untuk itu menurut hemat saya adalah : komunikasi telah dimungkinkan antara kita dengan Allah. Sebab seorang perantara telah berdiri di altar. Sekarang saya dimungkinkan untuk berkomunikasi dengan Allah. Tanpa kehadiran seorang perantara, maka mustahillah bagi saya untuk berbicara kepada Allah di dalam kebaktian tersebut. Jadi nyanyian itu adalah sebuah respons terhadap kehadiran Allah di dalam kebaktian itu.
.
2. Votum/Introitus/Haleluya/Doa
.
Apakah makna votum? Maknanya menurut hemat saya adalah peresmian. Dengan votum itu, kita percaya Allah hadir di dalam acara tersebut. Ketika Allah mengatakan “jadilah terang,” maka terang itu pun jadi. Seperti itu makna dari votum. Dengan diucapkan oleh liturgis, “Di dalam nama Allah Bapa, dan di dalam nama Anak-Nya Yesus Kristus, dan di dalam nama Roh Kudus yang menciptakan langit dan bumi” maka Allah secara nyata, hadir di dalam ibadah itu. Kehadiran dari Allah Tritunggal itu sekaligus menjadi dasar dari perjumpaan tersebut. Jadi jelas bukan karena marga, atau adat, maka ibadah itu dilakukan. Bukan juga karena nenek moyang, bukan karena latar belakang ekonomi, sosial, budaya, politik, namun karena nama Allah semata-mata. Allah itu adalah Bapa kita, di dalam ibadah itu Ia menerima anak-anak-Nya. Ia adalah Bapa yang memelihara kehidupan kita. Yesus sebagai Anak, adalah saudara yang menyelamatkan kita dari keberdosaan kita, Dia adalah ‘Penolong’ yang memanggil, menyertai dan menguduskan Gereja-Nya.
.
Untuk merefleksikan semua yang telah dikerjakan-Nya itu, kita berkumpul agar dapat berjumpa dengan Dia. Di dalam perjumpaan itu, Ia mengutarakan isi hati-Nya kepada kita melalui firman dan sakramen. Sementara itu kita mengutarakan isi hati kita melalui nyanyian dan doa. Banyak orang tidak mengerti bahwa makna ibadah kita seperti itu, sehingga mereka mengatakan ibadah kita itu monoton, pada hal mereka tidak memahaminya. Seandainya ia mengikuti dengan pengertian seperti yang kita utarakan di atas, apa ia masih mengatakan ibadah kita itu monoton? Di samping makna votum seperti yang sudah kita utarakan di atas, maka kita juga dapat mengatakan bahwa dengan hadirnya Allah yang kudus di dalam ibadah itu, maka orang yang hadir di dalam ibadah itu pun dikuduskan oleh Allah yang kudus. Oleh karena itu orang pada hakekatnya diharapkan untuk tidak datang terlambat, sebab ia tidak akan turut dikuduskan melalui votum tadi. Namun kenyataannya, banyak orang yang terlambat datang! Pertanyaan sekarang ialah: apakah mereka yang terlambat itu turut dikuduskan atau tidak? Jawabannya bisa ya, bisa juga tidak. Hal itu tergantung orang yang terlambat tadi. Jika ia mengakui kesalahannya itu di hadapan Allah, maka ia turut dikuduskan. Jika tidak diakui, maka ia tidak turut dikuduskan.
.
Setelah votum itu, acara berikutnya ialah introitus. Allah mengatakan isi hati-Nya melalui firman yang sesuai dengan nama minggu itu. Sementara nama-nama minggu itu adalah refleksi dari karya Kristus, dari sejak awal sampai akhir. Seperti yang sudah kita katakan di atas, kebaktian kita bersifat reflektif, maka dari sejak awal, Allah telah menyatakan isi hati-Nya kepada kita melalui introitus tadi. Nas itulah yang akan membimbing kita di dalam minggu yang akan kita jalani. Ayat itu adalah ayat yang diperuntukkan bagi kita. Sebagai respons kita atas firman itu, maka kita menyanyikan haleluya tiga kali. Seyogianya kita menyanyikannya dengan sukacita. Namun kita lihat kenyataan di dalam jemaat kita, seringkali haleluya itu kita nyanyikan dengan lamban. Pendeta Pakpahan, dalam uraiannya mengenai ibadah minggu, mengatakan bahwa seharusnya kita menyanyikan haleluya itu dengan cepat. Argumen yang diajukan pendeta Pakpahan ialah : layaknya seperti orang yang meneriakkan’ api…api…api…’ pastilah kita meneriakkannya dengan cepat dan penuh dengan emosi. Haleluya itu adalah ungkapan sukacita karena Allah telah berfirman kepada kita, pada hal Allah belum mempersoalkan dosa kita.
.
Setelah haleluya, kita mendengar perantara itu menaikkan doa. Sebagai perantara, maka dia berada di dalam dua sisi. Sisi yang pertama, di sisi ilahi dan sisi kedua di sisi manusia. Ketika ia mengutarakan votum, maka dia berada di sisi Allah. Ketika dia mengutarakan doa, maka itu adalah doa manusia, maka dia berada di sisi manusia. Ada orang mengatakan bahwa di Gereja Anglikan, liturgis itu ketika ia mengutarakan votum, maka ia berdiri di altar, tapi pada saat ia menaikkan doa, ia berpindah dari altar ke arah jemaat, dan berbalik menghadap altar untuk menaikkan doa tersebut. Dari sana sangat jelas bahwa ia berada di dua sisi. Seharusnya di dalam ibadah kita pun hal seperti itu harus dilaksanakan. Namun karena hal itu dari sejak semula tidak dilaksanakan, maka kita tidak tahu bahwa demikianlah maknanya.
.
Seperti yang sudah kita katakan di atas, sintua itu menaikkan doa jemaat, dan karena yang berdoa itu adalah Tuhan Yesus di dalam diri sintua tersebut, maka kita dapat katakan doa itu akan didengar Allah. Tuhan Yesus juga membawakan doa-doa yang dinaikkan jemaat di dalam hati ketika mereka sedang berdoa di bangku-bangku tatkala kebaktian belum mulai. Karena doa itu adalah doa-doa kita juga, maka kita pun harus mengaminkan doa itu di dalam hati kita.
.
3. Jemaat Menyanyi
.
Seperti diutarakan di atas, nyanyian adalah respons terhadap Allah, karena Ia telah hadir, Ia menguduskan kita, Ia telah menerima doa-doa kita. Alangkah indahnya, jika kita menyanyikan pujian itu dengan segenap hati. Untuk itu kita seyogianya telah tahu lebih dahulu lirik dari nyanyian itu, karena kita telah membaca lebih dahulu, karena kita tidak terlambat datang, sehingga kita dapat mempersiapkan diri dengan baik.
.
4.Hukum Tuhan
.
Sementara kita menyatakan isi hati melalui nyanyian, liturgis akan menyatakan isi hati Allah. Ia berkata: ”Dengarlah hukum Tuhan…” Allah itu adalah Allah yang kudus, di dalam kasih-Nya Ia menerima orang beriman. Namun kita harus mengenal diri kita. Hukum Tuhan di dalam pemahaman Gereja kita adalah ibarat cermin. Hukum Tuhan adalah kehendak Allah, jalan yang harus ditempuh oleh umat-Nya. Pada saat kita mendengar hukum Tuhan dibacakan, maka seyogianyalah kita menemukan diri kita di dalam perspektif kehendak Allah. Tentulah sebagai respons terhadap hal itu kita berdoa untuk memohon kekuatan untuk melakukan kehendak Tuhan tersebut.
.
5. Jemaat Menyanyi
.
Kita memberi respons kepada hukum Tuhan itu dengan nyanyian. Tentulah kita akan menyanyi dengan segenap hati.
.
6. Pengakuan Dosa
.
Pada saat kita mendengarkan hukum Tuhan dan kita menjadikannya sebagai cermin, maka tentulah kita akan menemukan diri kita di dalam kesalahan. Karena itu kita berdiri di hadapan Allah untuk mengaku dosa-dosa kita. Hanya mereka yang tidak menyadari dosa-dosanya yang tidak mau berdiri di hadapan Allah Yang Maha Kudus, untuk mengaku dosa-dosanya. Liturgis dari sisi insani membawakan pengakuan dosa itu ke hadapan Allah. Dari keberadaan seperti itu kita tahu bahwa liturgis itu bukan membacakan kalimat-kalimat di dalam agenda, melainkan melakonkan acara itu di hadapan Allah. Oleh karena itu pula intonasi dari suara sintua tatkala mengucapkan doa itu berbeda dengan intonasi dari ucapan berita pengampunan dosa. Dimana pada sisi ini, ia berada di sisi ilahi tatkala ia mengucapka pengampunan dosa.
.
Karena yang menaikkan permohonan itu adalah Kristus Yesus sendiri, maka tentulah akan dikabulkan. Itulah sebabnya kita langsung mendengar janji Allah tentang pengampunan dosa. Apakah otomatis pengampunan itu dialami oleh setiap orang yang hadir di dalam ibadah tersebut? tentula tidak! Pengampunan itu hanya diterima oleh orang-orang yang sungguh-sungguh mengaku dosanya. Itulah sebabnya di dalam ibadah kita di jalan Jambu, setelah liturgis selesai mengucapkan doa tersebut, kepada kita diberikan kesempatan untuk mengaku dosa-dosa kita secara pribadi. Segala dosa yang kita lakukan di dalam minggu itu. Barulah kita mendengar janji Allah tentang pengampunan dosa. Orang yang mengaku dosa dan rindu akan keampunan dosanya, merekalah yang mendapatkan pengampunan dosa. Karena pengampunan sudah sampai kepada kita, maka liturgis itu menyuarakan “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi.” Ia menyuarakan itu dari sisi insani. Jemaat akan menyambut doxologi ini dengan “amin.” Barukah kita duduk kembali.
.
7. Jemaat Menyanyi
.
Setelah kita menerima pengampunan dosa, wajarlah kita memberi respons dengan nyanyian yang diungkapkan dengan segenap hati kita dan segenap jiwa. Seperti yang sudah dikatakan di atas. Ibadah kita adalah responsoria bentuknya. Melalui responsoria seperti itu, kita mengalami perjumpaan dengan Allah.
.
8. Epistel
.
Setelah menyanyi, liturgis akan menyuarakan nas epistel untuk minggu itu. Epistel memberi arahan tentang petunjuk praktis di dalam kehidupan sehari-hari. Penjelasan tentang nas ini kita sudah kita dengar di dalam kebaktian “partangiangan wijk” yang diselenggarakan jemaat kita setiap minggu. Sekarang kita mendengarkannya kembali untuk kita lakukan di minggu ini. Bagaimana dengan orang yang tidak datang pada partangiangan wijk? Tentulah ia akan mempersiapkan diri di rumah sebelum datang ke Gereja, sebab kita memiliki Almanak HKBP. Epistel adalah petunjuk praktis, maka liturgis menutup pembacaan firman Tuhan itu dengan ucapan “Berbahagialah orang yang mendengar firman Allah dan melakukannya.”
.
9 Jemaat Menyanyi
.
Kita memberi respons di dalam bentuk nyanyian. Liriknya tentulah sebagai satu pernyataan melakukan firman Allah.
.
10. Pengakuan Iman
.
Setelah nyanyian itu kita diundang untuk bangkit berdiri agar mengucapkan Pengakuan Iman Rasuli. Ucapannya adalah sebagai berikut: “Bersama-sama dengan saudara-saudara seiman di seluruh dunia…” satu pertanyaan perlu diajukan, siapa saja yang dimaksudkan dengan saudara-saudara seiman di seluruh dunia itu? Maksudnya tentulah tidak hanya orang-orang Kristen yang hadir pada waktu itu, juga bukan hanya orang Kristen yang hidup di dunia sekarang ini, tetapi juga orang Kristen yang sudah mendahului kita. Mereka itu adalah saudara-saudara seiman kita. Jadi tatkala kita berdiri untuk mengaku iman percaya, maknanya ialah apa yang saya ucapkan tentang iman saya, itu tidak berbeda dengan apa yang diimani oleh Nomensen, demikian juga dengan orang Batak yang pertama-tama menerima Injil. Sama seperti mereka berdiri mengaku iman yang murni itu, demikian juga kita mengungkapkannya. Bahkan bukan hanya itu saja. Di tempat itu hadir juga orang-orang Kristen dari generasi yang akan datang. Mereka hadir di dalam diri Kristus. Sebab HKBP adalah salah satu dari penampakan tubuh Kristus yang berasal dari segala kaum di muka bumi ini. Tubuh Kristus adalah Gereja yang tidak kelihatan, mencakup seluruh totalitas orang kristen dulu, sekarang dan nanti. Bilamana kita memahami HKBP adalah salah satu penampakan tubuh Kristus, maka ketika kita beribadah, itu adalah ibadah dari tubuh Kristus. Maka di sana hadir juga orang yang tidak hadir. Sama seperti yang dikatakan Musa di padang gurun kepada bangsa Israel, “Bukan hanya dengan kamu saja aku mengikat perjanjian dan sumpah janji ini, tetapi dengan setiap orang yang ada di sini pada hari ini bersama-sama dengan kita, yang berdiri di hadapan Tuhan Allah kita, dan juga dengan setiap orang yang tidak ada di sini pada hari ini bersama-sama dengan kita. (Kel 29:14-16)
.
Orang yang hadir di dalam ibadah itu – secara iman –tetapi tidak hadir secara fisik, mereka itu adalah generasi pendahulu, dari masa yang lalu dan generasi yang akan datang. Jadi, jika seorang pemuda berdiri di situ dan mengaku imannya, maka di dalam dia hadir juga anak cucunya kelak. Bersama pemuda itu, anak cucunya yang ada di dalam dia, hadir juga dan turut mengucapkan pengakuan iman tersebut. Argumen untuk itu sudah dikatakan di atas, yaitu di dalam Kristus. Argumen tambahan kita utarakan di sini, ialah menurut surat Ibrani, Lewi di dalam Abraham, bapa leluhurnya, ia juga turut mempersembahkan perpuluhan kepada Melkisedek, tatkala Abraham mempersembahkan perpuluhan tersebut. (Ibr. 7:4-10). Pada hal Lewi pada waktu itu belum lahir. Mengapa Lewi dikatakan turut mempersembahkan? Karena ia ada di dalam diri Abraham, bapa leluhurnya. Sama seperti itulah pemahaman saya tatkala saya berdiri mengucapkan pengakuan iman. Saya mengucapkan hal itu di dalam Kristus, dan di dalam Kristus, hadir juga generasi dahulu dan generasi nanti. Alangkah agungnya ibadah kita itu!
.
Di dalam pemahaman secara pribadi, saya melihat, tatkala kita mengucapkan pengakuan iman tersebut, saya mengucapkannya, di hadapan Allah dan para malaikat-Nya; di hadapan orang-orang percaya di sepanjang masa, dan juga di hadapan roh-roh jahat di udara! Orang-orang kudus yang telah mendahului kita itu, disebut penulis surat Ibrani sebagai para saksi, Ibr.12:1. Pada waktu itu pula, saya secara imajiner mengadakan perjalanan rohani, dari penciptaan alam semesta, - sebab Allah adalah pencipta langit dan bumi – sampai ke Betlehem, dimana Kristus lahir, sampai ke Golgata, tatkala Kristus disalibkan di sana dan dikuburkan. Perjalanan itu diteruskan ke kubur kosong, lalu ke Betania tempat Ia naik ke Surga, bahkan sampai di Surga bersama rasul Yohanes, melihat tahta dan kedua puluh empat tua-tua yang bermahkota, dimana kita bersama mereka sujud menyembah Dia. Setelah itu turun lagi ke bumi, melihat Gereja purba, Gereja abad pertengahan sampai Gereja di zaman Nomensen, sampai Gereja kita sekarang ini. Bahkan sampai ke tahta penghakiman kelak, dimana semua mahluk dihakimi, dan saya dihakimi sebagai orang benar di hadapan-Nya. Gambaran seperti itu diutarakan pendeta Pakpahan di dalam bukunya tentang makna ibadah kebaktian HKBP. Pertanyaan sekarang ialah : bagaimana dengan anda?
.
11 Warta Jemaat
.
Setelah kita mengaku iman percaya kita, maka tiba saatnya kita mendengar berita dari sesama anggota keluarga Allah. Orang yang berdiri di sisi saya itu, di depan di samping dan di belakang, adalah saudara satu bapa di dalam Tuhan. Di dalam persekutuan dengan Allah dan dengan sesama keluarga Allah, kita mendengar berita dari Allah, dan berita dari sesama. Di dalam warta jemaat itu, kita akan mendengar berita tentang kelahiran seorang anak di dalam keluarga saudara seiman. Biasanya warta itu senantiasa diakhiri dengan sebuah doa “semoga Tuhan memberkati anak itu beserta orang tuanya.” Kita pun turut meng-amin-kan hal itu di dalam hati. Bila kita berjumpa dengan kedua orang tua yang berbahagia itu, maka kita pun mengucapkan selamat berbahagia kepada mereka, sebagai respons aktif kita terhadap warta tersebut.
.
Melalui warta itu pun kita akan mendengar rencana saudara yang akan menikah. Kita pun wajib memeriksa kelayakan dari orang-orang yang akan menikah tersebut. Bilamana ada hal-hal yang tidak pas menurut RPP (Ruhut Parmahanion Paminsanon = Hukum Siasat) dari Gereja kita, maka wajiblah kita memberitahukan hal itu kepada pendeta untuk ditindaklanjuti. Namun jika kita tidak mengetahui ada hal-hal seperti itu, maka wajiblah kita mendoakan rencana pernikahan itu, karena mereka adalah saudara kita. Jika kita berjumpa dengan mereka, atau kedua orang tua kedua belah pihak, kita pun akan menyampaikan salam kepada mereka, untuk menunjukkan bahwa kita turut besukacita atas rencana pernikahan tersebut.

Kita pun mendengar warta dukacita tentang meninggalnya anggota keluarga Allah. Warta ini senatiasa ditutup dengan doa: “Semoga Tuhan memberikan penghiburan dan kekuatan iman bagi anggota keluarga yang berdukacita itu” kita pun mengaminkan doa itu di dalam hati. Sebagai penampakan dari kata amin itu, maka kita pun pergi melayat ke rumah duka. Kita menghibur orang yang berduka itu di rumah duka dan mendoakan mereka di rumah kita masing-masing, karena mereka adalah saudara di dalam Tuhan.

Di dalam warta itu juga kita mendengar warta tentang keuangan jemaat, dan warta-warta lain. Semuanya itu harus diberi respons sesuai dengan kemapuan kita masing-masing. Oleh karena itu seharusnya kita mendengar warta itu dengan sepenuh hati. Namun jika kita perhatikan sikap dari anggota jemaat pada mata acara itu, banyak dari antara mereka yang acuh tak acuh, banyak yang ngobrol. Hal itu terjadi tentulah karena mereka tidak memahami makna dari warta jemaat di dalam ibadah kita.

12. Jemaat Menyanyi

Sebagai repons bersama terhadap warta itu, kita bersama sama menaikkan pujian kepada Allah, sekaligus persiapan untuk mendengar firman Allah. Ingat respons kita senatiasa di dalam doa dan pujian.
.
13 Khotbah
.
Seperti yang sudah diuraikan di atas, liturgis yang berdiri di altar itu pada hakekatnya bukanlah dia melainkan Kristus yang berdiri di sana; demikian juga halnya dengan pendeta yang berdiri di mimbar. Pendeta itu adalah representasi dari Kristus. Itulah sebabnya perkataan yang pertama keluar dari mulutnya ialah ‘Damai sejahtera yang melampaui segala akal akan memelihara hati dan pikiranmu di dalam Kristus Yesus. Amin.” Jika kita melihat dia yang berdiri itu adalah manusia, maka tentulah tidak ada berkat yang datang dari dia. Namun jika mata iman kita melihat bahwa dia yang berdiri di altar itu adalah Tuhan sendiri, maka tentulah berkat akan mengalir dari Dia.
.
Kita datang ke dalam ibadah minggu bukan hanya untuk mendenngar firman Tuhan, tetapi untuk berjumpa dengan Dia dan berjumpa dengan sesama saudara di dalam keluarga Allah. Sekalipun khotbah pendeta itu tidak terlalu pas dengan isi hati kita, namun kita harus sadar dengan tujuan ibadah itu sendiri. Kita akan tetap dapat berkat dari perjumpaan tersebut. jika nas Epistel kita katakan adalah petunjuk praktis dalam kehidupan, maka Evangelium adalah doktrin iman Kristen. Sehingga ada keseimbangan antara etika – petunjuk pratis – yaitu epistel dan doktrin, yaitu evangelium.
.
Setelah pengkhotbah menyampaikan isi hati Allah, maka sebagai wakil manusia ia menaikkan doa syafaat bagi isi dunia. Kita pun turut mengaminkan doa itu di dalam hati kita. Perlu ditekankan di sini, khotbah bukanlah inti dari ibadah minggu. Keseluruhan acara, yaitu perjumpaan dengan Allah adalah arti dari ibadah minggu di HKBP.
.
14. Jemaat Menyanyi/Persembahan
.
Setelah kita mendengar khotbah, yang isinya adalah isi hati Tuhan untuk dilaksanakan pada minggu ini, maka kita pun memberi respons dengan memberi persembahan. Sering saya dengar liturgis mengatakan “Marikah kita bernyanyi sambil mengumpulkan persembahan.” Memang dikerta acara dibuat demikian. Dari ungkapan itu, kelihatan bahwa acara pokok ialah bernyanyi; pada hal acara pokoknya ialah menguimpulkan persembahan. Seharusnya menurut hemat saya ucapannya ialah “marilah kita mengumpulkan persembahan kepada Tuhan sambil bernyanyi. ”Acara persembahan itu bukanlah sambilan. Di dalam kitab Keluaran kita baca bahwa Tuhan memerintahkan agar Israel jika datang kepada-Nya, agar datang dengan persembahan dan tidak boleh dengan tangan hampa (Kel. 23:15). Di samping itu, kita harus memahami persembahan itu adalah sesuatu yang kudus, sehingga persembahan itu seyogianya telah disiapkan dari rumah. Kita menyerahkan persembahan itu dengan sukacita, sebab yang menerimanya ialah Allah Bapa kita. Mulut kita memuji Tuhan, sementara tangan kitapun memuji Dia di dl persembahan itu. Jika kita konsisten dengan pemahaman bahwa yang berdiri di altar itu adalah dia yang merepresentasikan Tuhan Yesus, maka menurut hemat saya harus liturgislah yang menerima persembahan itu dari para pengumpul persembahan. Lagi pula persembahan itu harus ditaruh di meja Tuhan, bukan seperti sekarang ini ditaruh di peti tersendiri. Saya tidak dapat mengerti apa makna dari peti itu. Saya melihat di HKBP Bandung Jl. Riau, liturgis yang menerima persembahan, bukan seperti di Jl. Jambu, pembaca warta jemaat yang menerimanya. Saya sangat suka jika kita mengikuti HKBP Bandung.
.
15 Penutup: Doa Persembahan + Doa Bapa Kami + Berkat
.
Acara akan berakhir, maka kita berdiri kembali di hadapan Allah, untuk diutus kembali ke dalam kehidupan sehari-hari. Kita menyerahkan persembahan kita itu lebih dahulu di dalam doa. Yesus membawa persembahan itu ke hadirat Allah melalui doa sang liturgis. Kita pun mengaminkan doa itu di dalam hati. Persembahan itu diterima Allah, lalu kita memberi respons dengan nyanyian: ”Tuhan karunia-Mu….” Kita bukan hanya mempersembahkan uang kita, tetapi totalitas kehidupan itu dipersembahkan kepada Allah. Sebagai doa penutup kita mendengar doa Bapa Kami yang kita responi dengan doxologi “karena Engkau yang punya …” Setelah itu kita diutus pulang dengan berkat, yaitu: berkat dan perlindungan, perhatian (saya memahami makna dari Tuhan menghadapkan wajah-Nya” dalam pengertian perhatian penuh, atensi) dan kasih karunia-Nya. Sinar wajah adalah kemuliaan, itu pun menyertai saya, sama seperti Musa mendapatkan hal itu di atas gunung Sinai. Berkat terakhir ialah damai sejahtera. Syalom Allah. Lalu respons terakhir kita ialah amen tiga kali. Amen ini bukan hanya mengaminkan berkat tersebut tetapi mengaminkan untuk setiap acara yang telah kita ikuti dari awal hingga akhir. Jadi jika kita mengikuti acara ibadah minggu dalam pengertian seperti diuraikan di atas, kita pun akan pulang dengan berkat dari Tuhan kita. Kita akan diubahkan menjadi manusia baru di dalam Kristus.
.
Catatan akhir
.
Pertanyaan timbul di lubuk hati yang paling dalam! Kapankah HKBP mengajarkan hal itu kepada warga jemaatnya? Pada waktu saya katekisasi pada tahun 1965 di HKBP Balige, sepanjang yang saya ingat, hal itu tidak diajarkan kepada kami. Ketika masa belajar menjadi sintua di HKBP Menteng, memang hal itu diajarkan kepada kami. Tetapi tidak semua sintua memahami makna ibadah minggu itu dalam perspektif yang sudah diuraikan di atas. Bagaimana dengan anggota jemaat? Semoga apa yang dituliskan di sini dapat meneguhkan iman kita, dan memampukan kita menghayati keindahan dan keagungan serta rahasia ibadah kita. Sehingga tidak terlalu gampang untuk mengatakan ibadah HKBP sebagai sesuatu yang monoton! Semoga!
.
by St. Hotman Ch. Siahaan
Penulis adalah sintua di HKBP Menteng, Jl. Jambu 46 Jakarta, dari sejak doli-doli. Sekarang aktif melayani pemuridan (kelompok kecil) untuk para pemuda di beberapa jemaat HKBP di Jakarta, juga di kalangan keluarga. Anggota MPS HKBP dari Distrik XXI periode 2004-2008

Jumat, 12 September 2008

HKBP Butuh Peran Ekonomi

I. Kenapa HKBP butuh Peran Ekonomi?

Ada beberapa alasan kenapa gereja HKBP membentuk peran sosial ekonominya di jemaat, masyarakat. Selain alasan sejarah, yang utama adalah karena tugas panggilan Tuhan sebagaimana diungkapkan Alkitab dan juga tercermin di dalam pengakuan Iman/
confessi HKBP Aturan dan Peraturan.

Dalam teologi Marthin Luther, ia memegang tardisi scholastic yang rnergikuti Aristoteles, yang mengojarkan bahwd, “money does not produce money” dan “usury is something evil”. Sehubungan dengan itu secara terbuka ribs dan membayar bungs dianggap doss. Hal itu terjadi, karena pada waktu praktek riba telah menjadikan uang menghasilkan uang. Tapi ia juga secara radikal mengatakan bahwa perbuatan kasih adalah sejalan dengan ajaran, iman, sakramen dan dos. Karena itu Gereja dan para pelayan juga dianjurkan agar bersatu untuk mewujudkan pelayanan seluas kebutuhan sesama. Hal ini dilihat sudah diungkapkan dalam Firman Tuhan sebagaimana dapat dibaca dalam 1 Korintus 16.1-4, Kis. 11.28, Roma 15.26, 2 Korintus 8.1-15, Kis. 24.17.

Di era Missioner gereja

HKBP dalam pengakuan imannya dan yang nampak dari sejak berdirinya ditengah dunia ini telah memahami bahwa Injil Yesus Kristus harus diberitakan dengan murni. Dalam Konfessi HKBP tanda penampakan Kasih Kristus adalah mengkotbahkan kabar baik ditengah gereja, di dunia dan kepada segala mahluk. Memelihara dan melayankan Sakramen, menggembalakan warga Gereja, mengawasi seluruh kegiatan gereja, mengajarkan dan memelihara ajaran murni, manjalankan hukum siasat gereja, pengembalaan dan menentang ajaran sesat, manjalankan pelayanan Kasih, membebaskan orang dari berbagai kemiskinan dan kebodohan.

II. Apakah Ekonomi CUM HKBP?

Model ekonomi yang dikelola HKBP saat ini dikembangkan melalui pengalaman yang dahulu masih mengikuti konsep ekonomi alternatip dari lembaga yang sudah ada. Idiologi yang kuat selama ini nampaknya meniadakan partisipasi, sense of belonging dari anggota/ masyarakat. Bertolak dari situ gagasan Credit Union Modifikasi mengutamakan kebersamaan anggota dan saling percaya mempercayai diantara anggota.

Kajian CUM adalah atas motivasi belas kasih ( Maz 112.5 ) sangat menentang gerakan ekonomi yang memiskinkan dan mematikan prakarsa masyarakat. Itu sebabnya CUM tidak akan mengembangkan keuntungan yang melampaui batas/mencekik. CUM menolak segala usaha ekonomi yang didasarkan pada perilaku kepentingan penanam saham saja, tanpa memperhatikon nilai-nilai kemanusiaan.

Prinsip ekonomi CUM adalah juga menghidupkan, bukan membunuh, Yoh. 10.10. Karena itu keanggotaannya pun terbuka bagi mereka yang memperoleh banyok. Mereka memberi lebih banyak dari anggota yang lain, bukan karena kelebihannya, melainkan supaya terjadi keseimbangan mencukupkan kekurangan yang berkekurangan, 2 Kor. 8,1-15. Tapi pada waktu yang sama CUM HKBP tidak mengajorkan pemberian cuma-curve, tanpa tangungjawab. Karena itu mereka yang miskin, tertindas, terbelenggu perlu dibebaskan secara utuh baik pemahaman akan Firman Tuhan, akan makno belas kasih Tuhan, juga pemahamon yang memberdayakan jemaat agar menggunakan pinjamannya untuk memperbaiki kehidupannya.

III. Kondisi CUM HKBP

Sampai pada saat ini CUM HKBP telah berada di 11 Distrik wilayah pelayanan HKBP, dengan jumlah CUM 26. Total anggota 672, dan jumlah total dana yang telah terkumpul dan disalurkan adalah sebesar 6,1 Milyar rupiah per Juli 2008

IV. Visi

Menjadi lembaga keuangan yang berdaya menyatukan persepsi, membangun nilai-nilai solidaritas, kemandirian dan pencerdasan sehingga tercapai kesejahteraan anggotanya dan berdampok pada kehidupan gereja, masyarakat dan bangsa. (Yeremia 29:7).

Sumber : Bakti J. Situmorang

Mengapa Penginjilan di Simalungun Tidak Terlalu Sukses

Mengapa Penginjilan yang dilakukan oleh Para Zending dari Jerman dahulu di tanah Simalungun tidak seberhasil dengan kesuksesan yang diraih mereka di Tapanuli?

Penyebab utamanya karena para Zending tersebut dipengaruhi oleh tarombo Tapanuli yang selalu menaruh suku Simalungun,Karo,Pakpak,Mandailing,Angkola dan bahkan Nias sebagai hasil diaspora dari Tapanuli yang mana membuat Para Zending selalu menyebarkan injil di dalam masyarakat Simalungun bukan memakai bahasa Simalungun namun memakai bahasa Toba.

Masyarakat Simalungun merasa kecewa dengan Para Zending yang seakan-akan tidak menghargai budaya dan bahasa Simalungun sebagai salah satu budaya yang berdiri sendiri dan mandiri bebas dari pengaruh Toba.

Bagaimana masyarakat Simalungun bisa mengerti injil dan khotbah yang diucapkan oleh Para Zending menggunakan bahasa Toba?walaupun sekilas sama namun tetap ada beberapa kosa kata yang berbeda dan bahkan ada kosa kata yang sama namun artinya berbeda.Selain itu secara psikologis orang Simalungun merasa dilecehkan oleh Para Zending karena tidak mau mempelajari budaya,adat dan bahasa Simalungun namun selalu menyamakan orang Simalungun layaknya orang Toba.

Selain itu di Simalungun bawah proses penginjilan juga ditentang oleh Raja Siantar marga Damanik yang telah menjadi muslim dan ingin agar semua rakyatnya sama seperti dirinya yang merupakan seorang Muslim.Proses Islamisasi yang lebih dekat ke adat Simalungun karena menghargai adat dan budaya Simalungun membuat ketertarikan masyarakat Simalungun bawah lebih mudah masuk Islam ketimbang ajaran Kasih yang dibawa oleh para penginjil Jerman tsb.

Syukurlah Simalungun mempunyai seorang Pendeta yang berkharisma dan perhatian pada budaya asli mereka sendiri yaitu Pdt.J.Wismar.saragih Sumbayak.Pada saat ia masih hidup,ia sukses memisahkan GKPS dari HKBP dan menerjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa Simalungun,hal ini disambut dengan positif masyarakat Simalungun dengan banyaknya yang berpindah dari agama suku ke Kristen sehingga membuat GKPS benar2 berfungsi sebagai lembaga penginjilan,pembinaan iman dan sekaligus pelindung bahasa Simalungun dari serangan Tobanisasi yang melanda Simalungun.

Sumber : Sevilla99

Rabu, 03 September 2008

Pdt WTP Simarmata MA: Marilah Menang Tanpa Mengalahkan Orang Lain

Sekjen HKBP Pdt WTP Simarmata MA dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Panitia Sinode Godang HKBP ke-59 tgl 1-7 September 2008 yang berlangsung di Sipoholon Taput, mendapat applaus tepuk tangan dari peserta dan undangan yang berjumlah sekitar 3000 orang, ketika membacakan laporannya pada acara pembukaan Sinode, Selasa (2/9-08).

Di antara undangan kelihatan Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin SE, tokoh masyarakat DR GM Panggabean, anggota-anggota DPD-RI, DPR-RI, DPRDSU, para Bupati Walikota dll.

Banyak kata-kata mutiara diucapkan Pdt WTP Simarmata, yang mengundang tepuk tangan meriah dan bernada membawa kesejukan untuk Sinode.

Di antaranya, Pdt WTP Simarmata MA yang juga calon Ephorus tersebut, dalam laporannya mengatakan : Kita boleh berbeda pendapat tapi kita tetap bersaudara. Kita boleh berbeda pilihan tetapi tetap HKBP. Sebab HKBP telah dewasa dan tidak mau mengulangi sejarah masa lalu.

Marilah menang tanpa mengalahkan orang lain. Marilah memperkenalkan diri tanpa merendahkan orang lain.

“Marilah bergembira tanpa menyakiti orang lain. Siapapun yang terpilih adalah pilihan Tuhan. Kalau belum terpilih belum tentu kalah, tetapi karena suaranya belum mencukupi. Kita berdoa dan bersama-sama mendukungnya. Agar HKBP tetap utuh membangun bangsa, negara dan masyarakat. Yang tidak terpilih bukanlah karena kalah tetapi karena belum waktunya terpilih.

Kata-kata mutiara dari Pdt WTP Simarmata MA tersebut berulang-ulang mendapat tepuk tangan.

Isi selengkapnya laporannya yang cuma satu folio tersebut, dikutip di bawah ini.

Laporan Ketua Umum Panitia Sinode Godang HKBP ke-59 tanggal 1-7 September 2008 di Seminarium Sipoholon Tarutung.

Salam sejahtera, selamat siang, HORAS.

Yth : Ompui Ephorus HKBP beserta ibu, para Kepala Departemen beserta ibu, para Bapak Praeses dan segenap synodistan yang datang dari segenap penjuru tanah air, dari Banda Aceh dan dari Papua bahkan dari luar negeri.

Kita sangat berbahagia sekali karena acara pembukaan ini dihadiri oleh yang kita hormati Gubsu Bapak H Syamsul Arifin SE. Bapak Gubsu Syamsul Arifin seorang nasionalis sejati akrab dengan semua dan kepada penganut agama yang berbeda, menghargai kemajemukan.

Ada 3 hal yang ingin kami sampaikan. Pertama selamat atas terpilihnya menjadi Gubsu dan doa kami menyertai Bapak Syamsul Arifin mengemban tugas dan tanggungjawab memimpin Sumut. Selama kebijakan itu membela rakyat kami akan bersama-sama dengan Bapak Gubernur. Kedua selamat menunaikan ibadah puasa, sebagai penganut ajaran agama yang taat. Ketiga selamat datang di tengah-tengah warga HKBP sebagai kunjungan resmi yang pertama. Bapak pasti senang bersama kami karena disinipun banyak marga Silaban dan boru Silaban.

Tempat ini telah menjadi pusat pendidikan sejak 1901 untuk mendidik anak-anak bangsa dalam rangka memerangi kebodohan secara khusus untuk mendidik para calon guru. Kitapun sangat berterimakasih dan berbangga hati karena acara inipun dihadiri oleh para tokoh yang banyak membantu gereja-gereja di Sumatera Utara termasuk HKBP pada saat-saat dan situasi khusus yaitu Bapak DR GM Panggabean dan ibu, Bapak Ferdinand Simangunsong, Ibu Sariaty Pardede, Bapak Lundu Panjaitan SH, Bapak Nurdin Tampubolon, Bapak Parlindungan Purba, para anggota DPR RI, DPRDSU, DPRD Kabupaten/Kota dan jajaran pemerintah se-Sumut.

Kita berterimakasih atas kehadiran Ephorus Emeritus Pdt DR JR Hutauruk, Ketua Umum PGI Bapak Pdt DR AA Yewangoe, para pimpinan gereja, Ephorus GKPS Bapak Pdt Belman Dasuha STh dan ibu dan tamu dari Yasuma Dharma Kasih. Yayasan Pl Del Laguboti dan Glenages Medical Center Penang.

Hari ini, HKBP mengawali Sinode Godang HKBP ke-59 di bawah payung thema “Beritakanlah Injil kepada semua makhluk” yang paparannya akan disampaikan oleh Ephorus Emeritus Pdt DR JR Hutauruk. Dibawah terang thema itulah Sinode Godang ini.

1. Bersyukur kepada Tuhan oleh karena HKBP telah diperkenankan Tuhan untuk bersekutu, bersaksi dan melayani sambil melewati berbagai tantangan yang dihadapi dalam membangun kehidupan yang bermutu ditengah-tengah dunia ini.

2. Mengevaluasi perjalanan HKBP pada periode 2004-2008 akan apa yang telah dilakukan sedang dibenahi dan apa yang diharapkan untuk dilaksanakan pada masa yang akan datang.

3. Menetapkan RIPP (Rencana Induk Pengembangan Pelayanan HKBP) dan rencana strategis dan sikap umum HKBP 4 tahun kedepan untuk menuntun kita maju kemasa depan dengan cemerlang menjawab tantangan zaman.

4. Memilih fungsionaris HKBP yang terdiri dari Ephorus, Sekretaris Jenderal, Kepala Departemen Koinonia Marturia dan Diakonia dan 26 orang praeses yang memimpin distrik.

Sampai saat ini telah hadir peserta dari seluruh tanah air dan luar negeri yang sebagian terbesar menginap di berbagai fasilitas di kampus ini, di Pearaja dan diberbagai penginapan yang ada di sekitar kota Tarutung dan Siborongborong. Sejak kemarin, peserta merasakan kurangnya air memenuhi kebutuhan para peserta. Tetapi tidak mengganggu kehadiran karena kita semuapun merasa pulang ke kampung halaman sendiri ke Tapanuli tercinta. Doa dan harapan kami bahwa Sinode Godang ini akan berlangsung sejuk, penuh kedamaian dan bersahabat tanpa kehilangan daya kritis untuk menilai secara konstruktif perjalanan gereja kita. Kita mau melejit ke masa depan.

Kita boleh berbeda pendapat tapi kita tetap bersaudara. Kita boleh berbeda pilihan tetapi tetap HKBP. Sebab HKBP telah dewasa dan tidak akan mau mengulangi sejarah masa lalu. Marilah menang tanpa mengalahkan orang lain. Marilah memperkenalkan diri tanpa merendahkan orang lain. Marilah bergembira tanpa menyakiti orang lain. Siapapun yang terpilih adalah pilihan Tuhan. Kalau belum terpilih belum tentu kalah tetapi karena suaranya belum mencukupi. Kita berdoa dan bersama-sama mendukungnya. Agar HKBP tetap utuh membangun bangsa, negara dan masyarakat. Yang tidak terpilih bukanlah karena kalah tetapi karena belum waktunya terpilih.

Akhirnya kami ucapkan Selamat bersinode dan terimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung terlaksananya Sinode Godang ini.

Horas ma di hita sude.

Pdt WTP Simarmata MA
Sekjend HKBP/Ketum Panitia

Sumber: Harian SIB

Khotbah Ephorus GKPS Pdt Belman Dasuha STh pada Sinode Godang HKBP ke-59 di Sipoholon

Beritakanlah Injil kepada segala mahkluk (Markus 16:15B), itulah tema Sinode Godang HKBP ke-59 sekaligus tema khotbah yang disampaikan Ephorus GKPS Pdt Belman Dasuha STh. Demikian Ephorus GKPS Pdt Belman Dasuha STh memulai khotbahnya pada acara ibadah pembukaan Sinode HKBP ke-59 di Sipoholon Selasa (2/9-08) Isi selengkapnya khotbah tersebut, di kutip di bawah.

Saudara-saudara yang terkasih, Yesus berkata kepada para muridNya “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah injil”. Di awal khotbah ini saya lontarkan pertanyaan, mengapa kita bisa tertidur di dalam mobil disaat perjalanan? Jawabannya bisa beragam. Ada yang bilang bisa tidur karena ngantuk, karena capek dan pusing. Namun yang pasti adalah karena ban mobil tersebut bulat. Jika bentuk roda mobil tersebut segitiga, tentu kita tidak bisa tidur.

Jadi, jika mendengar kabar buruk, tentu anda tidak dapat tidur karena ada gangguan perasaan yang tidak menyenangkan. Illustrasi tersebut dapat dimaknai agar Sinode ini menjadi kabar baik, seperti roda mobil bulat, meski hasil keputusan di sinode tidak sesuai dengan yang kita harapkan pribadi lepas pribadi, Karena itu saudara-saudara yang terkasih, Markus berkata kepada kita semua yang hadir, melalui nats ini, menyatakan bahwa nantinya sinode ini akan menghasilkan kabar baik, dan menyampaikan injil kepada semua yang hadir.|

Saudara-saudara bila koran hari ini isinya enak kita baca hari ini juga, dan kalau dibaca besok atau lusa tentu isinya sudah tidak enak. Misalnya, di Surat Kabar Harian SIB milik Bapak GM Panggabean, ujarnya.

Tetapi Firman Tuhan meski dicetak dan ditulis lebih dari 2000 tahun yang lampau kita tidak pernah bosan bahkan banyak kerinduan yang muncul. Ephorus juga menambahkan bahwa kebersamaan dalam Sinode kali ini merupakan suatu keharusan bilamana HKBP hendak menjadi lebih baik lagi sesuai panggilan. Tuhan kepada para saudara-saudara. Kita diperintahkan menyampaikan kabar baik ke seluruh mahkluk, intinya adalah manusianya. Sebab jika manusianya sudah baik maka dia akan menjaga semua hal dengan baik. Untuk itu diharapkan kiranya menjadi manusia yang bertindak sebagai pelaku firman yang baik, pejabat gereja yang baik pasti semuanya kan baik. Saudara-saudara ini menyangkut hati, bagaimana hati saudara sekarang, mungkin ada peserta sinode ini yang tegang hatinya, namun sebaiknya anda rileks (santai) sebab firman Tuhan memberi kesejukan, damai sejahtera (Syalom).

Kembali pada para peserta diingatkan bahwa kegiatan kali ini merupakan sinode gereja yang akan menyampaikan kabar baik. Sebab saya juga selaku Ephorus di GKPS selalu mengharapkan adanya kabar baik dan melarang kabar yang tidak baik. Sebab pada dasarnya injil yang menjadi kabar baik akan memberikan kesejukan. Memang kita mengetahui bahwa ada 3 hal yang akan mengguncang gereja, yang harus kita sikapi dengan hati yang bulat yakni pertama, mutasi di tengah pelayan jemaat, bahwa rata-rata gereja luhteran berebut, melayani di tengah kota besar dan menghindar dari kampung. Kedua, periode akan halnya saat ini Sinode Godang sebagai periodesasi dalam tubuh HKBP, dan saat ini semua mata dan pikiran masyarakat luas tertuju ke ajang ini, apakah HKBP mampu menyelesaikannya dengan baik. Sedangkan yang ketiga adalah soal Keuangan, yang harus transparan dan jelas. Jika ketiga masalah tersebut disikapi dengan baik, maka warga gereja akan senang mendengar kabar baik. Meski mendengar suara-suara yang di sebar melalui beberapa media, namun satu hal utama dengarkanlah suara Tuhan yang hanya menyampaikan kabar baik, yakinlah bahwa dalam gereja ada Invisible Hand Allah yang akan menyentuh melalui Roh KudusNya untuk menjaga semua proses selama Sinode.

Dalam penginjilan pun ada 2 hal yakni melalui verbal (berkata-kata) merupakan hal yang sangat mudah, bahkan bilamana saya dibangunkan untuk berkhotbah melalui kata-kata, hal ini saya rasa dapat saya lakukan. Akan tetapi bagaimana non verbalnya (perilaku) sebab tuntutan untuk menghidupi firman Tuhan yang mengaplikasikannya dalam hidup. Sebab ada istilah dalam bahasa inggris Speak to do is more difficult than spek word (bicara melalui perbuatan itu akan lebih sulit dari berkata-kata). HKBP dalam hal ini harus kembali menganalisa diri bahwa kata-kata yang diucapkan telah banyak, sejauh mana sikap dalam kehidupan sehari-hari perlu disikapi. Saudara-saudara sewaktu menuju tempat ini kita tidak mungkin lupa akan satu hal yakni cermin, untuk melihat penampilan sekaligus mengkritik jika masih ada yang terlihat kurang baik namun kita tidak sakit hati. Untuk itu kita harus mampu menjadi cermin hidup berdasar kabar baik (injil) yang menyelamatkan jiwa-jiwa. Namun kita harus lebih dahulu menjadi baik dalam hal ini. Dalam bersinode kita mau mendengar laporan pimpinan pusat, kita mau memilih pimpinan pusat yang baru, membuat rencana kerja pada waktu yang akan datang, karena itu firman kembali mengingatkan bahwa kita harus menyampaikan kabar baik dan bukan kabar yang tidak baik.

Saudara-saudara, di masa kemajuan saat ini, banyak manusia yang ingin tampil baik dengan aroma dari minyak wangi, semua bapak dan ibu, banyak yang menggunakannya. Namun hanya dengan keringat sedikit aromanya kan berubah. Jadi kebaikan sebenarnya datang dari perilaku sebab meski jarak ratusan bahkan ribuan kilometer, jarak orang lain seperti Barrack Obama di Amerika harum sampai ke kita.

Saudara-saudara Sinodestan, pada acara ini juga tidak ada yang mau menjadi tidak harum, sebab semuanya akan berlomba menjadi harum. Syaratnya hanya satu hidup sebagai pelaku firman yang baik. HKBP harus berkeringat untuk menjadi baik dan membawa jemaatnya ke dalam kebaikan. Sebab itu gereja-gereja suku saat ini harus memahami perubahan yang terjadi, termasuk GKPS saat ini perkembangannya bersifat statis, dan tidak ada kemajuan. Untuk itu zaman sekarang harus kita sikapi dengan perubahan liturgis yang diminati jemaat untuk dipilih dalam penyampaian dan pernyataan kabar baik.

Ada 3 hal dalam ibadah yang membuat suasana lebih segar, yang pertama bentuk liturgistnya (tata kebaktian), sarana dan prasarana seperti musik, Song Leader, dan kemudian SDM dari pembawa firman, katanya.

Maka pergilah sampai ke ujung dunia memberitakan injil, dalam sinode ini merupakan momentum strategis penyampaian kabar baik. Selain itu kita juga harus menyikapi tanda-tanda zaman dengan dasar yang kuat, dimana dalam hal ini GKPS merupakan adik dari HKBP, berjalan bersama menuju tujuan kita bersama, bergandengan dan satu kata dan hati. Mari kita ciptakan sinode ini untuk menghasilkan kabar baik, sehingga warga gereja khususnya HKBP dapat tenang dan damai.

Kiranya sinode ini diberkati Tuhan, dan Tuhan merupakan Kapten Kapal (nakhoda) dalam pelaksanaan Sinode ini untuk membawa kehidupan HKBP kedalam suasana yang damai sejahtera. Dalam ibadah ini pun, kita akan melakukan perjamuan kudus yang akan menyegarkan hidup kita dengan hidup dalam kebersamaan dan juga nantinya menyegarkan jasmani kita. Karena itu tetaplah dengar suara Tuhan agar dalam pelaksanaan sinode menghasilkan tekad dan cita-cita yang bulat, bagi kemuliaanNya. Amin.

Sumber: Harian SIB

Sabtu, 16 Agustus 2008

Cintai Negeri Kita

Nats : Ya Tuhan, sesuai dengan belas kasihan-Mu, biarlah kiranya murka dan amarah-Mu berlalu dari Yerusalem (Daniel 9:16)
Bacaan : Daniel 9:12-19

Dalam amanat kemerdekaan 17 Agustus 1963, Bung Karno mengungkap sedikit rahasia tentang bagaimana ia menulis amanatnya, "Saya menulis pidato ini sebagaimana biasa dengan perasaan cinta yang meluap-luap terhadap Tanah Air dan Bangsa ...." Dan, orang yang memiliki rasa cinta terhadap tanah air, pasti merindukan yang terbaik terjadi atas bangsanya.
.
Bacaan Alkitab ini berbicara tentang bangsa Israel yang telah banyak melakukan pelanggaran. Mereka meninggalkan Tuhan dan tidak mau berbalik dari dosa-dosanya. Karenanya bangsa ini tidak akan luput dari keadilan Tuhan-malapetaka bagi yang melanggar ketentuan-Nya. Daniel begitu mencintai bangsanya, itu sebabnya ia sangat sedih ketika menyadari bahwa bangsanya berada di ambang penghukuman Tuhan.
.
Kondisi "carut-marut" bangsanya karena dosa, tidak mengurangi cinta Daniel. Karena itu, ia membawa bangsa Israel dalam doanya kepada Tuhan. Dalam kondisi yang seolah-olah tidak mungkin, Daniel memohon agar Tuhan mengampuni dan melepaskan bangsa Israel dari malapetaka (ayat 18).
.
Mari kita melihat ke dalam hati kita dan bertanya, sedalam apa kita mencintai negeri ini? Betul, negeri kita ini bukan negeri yang ideal, bahkan di sana-sini kita melihat kondisi yang memprihatikan, tetapi kiranya itu tidak mengurangi cinta kita. Sebab jika bukan kita yang mencintai negeri ini, lalu siapa lagi? Seperti Daniel, mari kita doakan negeri kita dengan penuh cinta. Kita mohonkan ampun atas pelanggaran yang telah dilakukan setiap elemen bangsa ini. Kita mohonkan belas kasihan Tuhan.
.
INDONESIA ADALAH TITIPAN TUHAN
MARI KITA CINTAI DENGAN SEGENAP JIWA DAN RAGA

TUHAN MEMBERKATI

diambil dari Renungan Harian Gloria

Jumat, 15 Agustus 2008

Apa Guna Negara?

PERTANYAAN MENJELANG 17 AGUSTUS 2008:
.
Seandainya saya pergi bekerja di negara tetangga atau di negara sahabat nun jauh, dan disana saya disiksa serta dianiaya oleh majikan saya: apakah saya akan dibela mati-matian oleh negara ini, termasuk kalau perlu mengirimkan angkatan perangnya?
.
Seandainya saya sedang berada di luar negeri dan ditangkap oleh polisi setempat, dijebloskan ke penjara dengan atau tanpa pengadilan: apakah saya akan diperjuangkan oleh negara ini minimal dijamin akan mendapat perlakuan adil dan manusiawi?
.
Seandainya saya punya sebidang tanah dan diserobot oleh orang lain yang secara ekonomi dan politik jauh lebih kuat dari saya, apakah negara ini akan menjamin bahwa saya akan kembali mendapatkan hak-hak saya?
.
Seandainya saya jatuh miskin, mengalami cacad fisik dan psikis sehingga tidak lagi bisa bekerja atau berusaha, sakit permanen atau lumpuh, atau sudah lanjut usia, atau tidak punya ayah dan ibu, apakah negara menjamin hidup dan masa depan saya?
.
Seandainya saya tinggal sangat jauh dari Jakarta, yaitu di pulau-pulau kecil di ujung negeri ini, atau dibalik urat-urat pegunungan tinggi, atau malah di perkampungan miskin di tengah kota di depan mata penguasa, apakah saya dijamin tidak akan luput dari perhatian dan sokongan negara? Apakah negara memastikan bahwa saya mempunyai kedudukan yang sama dan setara di depan hukum, dan keadilan atas sumber-sumber kehidupan yang dipunyai bersama?
.
Seandainya saya memilih suatu agama dan ingin beribadah menurut agama yang saya pilih itu, namun ternyata saya dihalang-halangi atau diganggu oleh orang lain, apakah negara ini berkuasa untuk melindungi kebebasan saya?
.
Jika terhadap semua pertanyaan itu jawabannya adalah TIDAK atau TIDAK TAHU atau TIDAK PASTI, pertanyaan saya selanjutnya adalah: lantas apa gunanya negara Indonesia ini? Satu lagi: apakah negara ini sungguh telah merdeka dan apakah masih ada?
.
Presiden dan anggota parlemen yang mulia, dan para calon presiden dan anggota parlemen terhormat, jawablah jujur pertanyaan-pertanyaan di atas!
.
Selamatkan Indonesia!
.
Sumber : Pdt Daniel T.A. Harahap
www.rumametmet.com

Gereja dan Kemerdekaan

Pada saat kita sebagai bangsa memperingati HUT ke-63 (Minggu, 17-8-08) Proklamasi Kemerdekaan RI, maka selain kita melakukan perenungan ulang tentang sejauh mana komitmen terhadap cita-cita kemerdekaan itu, sewajarnya kita harus terus-menerus mengaktualisasikan cita-cita kemerdekaan itu dalam dunia yang tengah berubah. Dalam dimensi keagamaan secara eksplisit, Pembukaan UUD 1945 ditegaskan bahwa kemerdekaan bangsa kita terwujud atas ''berkat Allah Yang Maha Kuasa'' tetapi juga karena bangsa kita adalah ''bangsa yang beragama''. Untuk itulah di negeri yang majemuk ini, penting memperbaharui terus-menerus ihwal toleransi beragama.

Kemerdekaan bagi gereja atau umat Kristen diartikan supaya kita mewujudkan cita-cita pendiri bangsa ini agar bergandeng erat dengan kebersamaan, kebersatuan, solidaritas, dan hidup senasib-sepenanggungan. Para pendiri negara kita (the founding fathers) sejak awal dengan amat tajam mencermati adanya bahaya yang dapat mengancam persatuan bangsa, apabila hal-hal yang bersifat diskriminatif mendapat tempat dalam kehidupan bangsa kita yang amat majemuk ini.

Jadi, dalam menyambut HUT RI ke-63 panggilan gereja di Indonesia sebagai bagian integral dari bangsa harus terus-menerus mengungkapkan perannya. Peran gereja dan umat Kristen Indonesia harus mewujud yang didasarkan oleh iman dan percaya pada ''Ketuhanan Yang Maha Esa''. Dengan landasan itu semua penganut agama di Indonesia merasa diakomodasi eksistensinya dan mendapat peluang yang sama untuk memainkan peran dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia.

Dengan pengertian seperti itu, maka kemerdekaan bukanlah kata tanpa makna. Kemerdekaan adalah keteguhan dan komitmen, harapan dan perjuangan bagi hadirnya suatu tatanan masyarakat baru yang di dalamnya tumbuh kembang keadilan, kebenaran, kesejahteraan yang merata, demokratisasi, hak asasi manusia, keterbukaan, kebhinekaan yang dibingkai dalam kesatuan dan persatuan, kebebasan beragama sesuai dengan iman percaya masing-masing, kemakmuran dan kesejahteraan yang dihidupi oleh semua lapisan masyarakat.

Tak heran kalau gereja dan umat Kristen sebagai umat beragama di Indonesia tidak boleh tinggal diam menonton, apalagi hanya memantau program-program pembangunan sebagai wujud pelaksanaan cita-cita kemerdekaan. Umat beragama harus memberi landasan spiritual yang tekun bagi seluruh aktivitas pembangunan. Karena hakekat dari pembangunan tersebut adalah harus pembangunan jasmani dan rohani. Dengan pengertan itu maka kemerdekaan diartikan untuk meninggikan dan menghargai harkat dan martabat manusia sebagai ciptaan Allah.

Itu artinya, sepanjang Negara kita ini berlandaskan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, maka umat Kristen Indonesia sebagai bagian integral dari bangsa harus terus-menerus mengungkapkan perannya. Intinya, gereja dan kekristenan di Indonesia tak boleh diam dan apatis, tetapi melalui kontribusinya harus menjadi sebuah kekristenan yang solid, utuh dan tangguh, dan bukan fragmentaris-sporadis dan rapuh. Argumentasinya ialah bahwa baik gereja atau orang Kristen di negeri ini haruslah menjadi kekristenan yang "menerangi" dan ''menggarami'' (Mat 5:13+16), yang menggelar citra positif di tengah persada. Yaitu menjadi berkat bagi orang lain.

Implikasi etis seperti inilah yang harus kita wujudkan. Kemerdekaan, memang bukan sekadar kata, tanpa makna. Kemerdekaan adalah sebuah gerak, sebuah tindak, sebuah tanggung jawab yang terarah bagi manusia. Yaitu, melalui sikap terbuka dan semangat bekerja-sama, mengembangkan persaudaraan nasional. Kita perlu berusaha bersama seluruh bangsa, agar hak asasi rakyatnya dihormati dan kebebasan lebih terjamin serta segala pelanggaran dihindari. Dengan rendah hati kita harus mengakui bahwa kita, masih mempunyai banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kita harus dengan serius mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai makna dan tujuan hidup, memperdalam penghayatan religius, mencari kemerdekaan dari ketakutan dan keterbelengguan, dengan cinta dan kepercayaan pada Tuhan.

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara peran gereja dan umat Kristen harus menghargai orang lain apa adanya, tanpa juga mengecilkan arti diri sendiri. Hidup kita bersama orang lain akan menjadi lebih dinamis, lebih bermakna, dan lebih membangun kalau kita bisa saling menerima, saling menghargai segala kekurangan dan kelebihan masing-masing. Baiklah sebagai orang Kristen, saling menghargai, bukan mencari-cari kekurangan atau kesalahan yang lain; menerima perbedaan, tanpa merasa lebih superior dari yang lain dan menjadi "hakim" bagi yang lain.

Dengan sikap sepeti itu di Ulang Tahun RI ke-63 ini, marilah kita, bersama seluruh bangsa Indonesia, berdoa secara khusus kepada Tuhan Yang Maha baik untuk persaudaraan dan persatuan, kedamaian dan kesejahteraan bangsa kita. Agar gereja dapat menjadi berkat, gereja dan orang Kristen harus mau belajar serta rela dibentuk Tuhan, dengan kata lain mau mendahulukan Tuhan lebih dari segalanya. Alkitab mencatat, apalah artinya kita memiliki segala-galanya namun hidup akan binasa.

Mendahulukan kehendak Tuhan di atas segala kepentingan yang lain, supaya olehnya kita dapat meraih hidup sukses dan layak menerima janji kehidupan kekal, yang akhirnya membuat hidup kita jadi seimbang. Karena Tuhanlah sesungguhnya yang berkuasa membuat hidup kita jadi seimbang. Dan hidup yang seimbang membuat kita dapat melihat dan mengalami janji-janji pertolongan Tuhan. Setiap orang percaya yang hidup mengasihi Tuhan pasti akan mendahulukan Tuhan di atas segala-galanya. Dan pengutamaan akan Tuhan itu mutlak bagi kita, karena jika kita sudah tempatkan Tuhan di atas yang lain, kitalah yang layak disebut murid-murid Kristus, dan akan mengalami proses pemulihan hidup, mengalami penggenapan janji-janji pertolongan Tuhan, serta dapat menjalani hidup ini dalam keseimbangan oleh pimpinan dan pertolongan Tuhan.

Akhirnya, mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. Dengan tetap dan selalu berpikiran serta berperilaku positif kita pun dikuatkan untuk bersikap optimis karena Tuhan telah menegaskan, "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan." (Yeremia 29:11)

Jadi makna dan arti kemerdekaan dapat diartikan, bergandeng erat dengan kebersamaan, pengorbanan, kebersatuan, kemerataan, solidaritas, dan hidup senasib sepenanggungan. Hidup menjadi indah jika kita saling hidup bagi satu sama lain. Seperti diingatkan Rasul Paulus, "... Saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! "Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58). Amin

Sumber : Pdt Midian KH Sirait, MTh, Praeses HKBP Distrik X
www.hkbp.or.id

Minggu, 20 Juli 2008

Peran HKBP dalam Pemberdayaan Jemaat di Bidang Pertanian

I. Pendahuluan

HKBP merupakan gereja yang telah berdiri lebih dari satu abad di Indonesia. HKBP memiliki asset, pelayan gereja dan jemaat yang sangat besar jumlahnya. Ini merupakn potensi yang sangat dahsyat bila semuanya diberdayakan dan diberi peran sesuai dengan talenta yang diberikan Tuhan dalam rangka peningkatan kesejahteraan lokal maupun nasional. Jemaat HKBP tersebut hidup dari berbagai profesi yang dilakukan dimana ia tinggal. Jika diperhatikan data statistik penduduk Indonesia, lebih kurang 70 % masyarakat hidup dipedesaan dan berprofesi sebagai petani. Bila mengacu pada data statistik tersebut maka jemaat HKBP umumnya adalah petani dan tinggal di pedesaan.

Berdasarkan perkiraan statistik tersebut dapat diperhitungkan bahwa aktivitas perekonomian yang dilakukan jemaat lebih banyak di pedesaan. Seharusnya dengan realita tersebut berdamoak pada perkembangan, kemajuan dan peningkatan taraf kehidupan (kesejahteraan) warga. Namun yang menjadi permasalahan, bahwa kehidupan masyarakat desa, khususnya yang berprofesi sebagai petani kurang menunjukkan perubahan yang signifikan. Malahan terlihat bahwa perubahan atau perkembangan lebih terlihat terjadi di perkotaan. Hal tersebut merupakan peristiwa yang sangat ironis dalam kehidupan warga jemaat sekarang ini.

Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan perkembangan dan kemajuan yang signifikan kurang terlihat dalam kehidupan masyarakat dan jemaat yang tinggal di desa, khususnya para petani:

1. Terjadi penghisapan modal.
Hasil produksi pertanian desa tidak dapat dinikmati oleh penduduk desa karena disalurkan ke kota. Demikian juga dalam hal keuangan. Sistem perbankan di desa lebih mengutamakan aspek pengumpulan modal warga (fund rising), namun pengguna dana tersebut hampir selutuhnya masyarakat kota.
Pelarian Sumber Daya Manusia terdidik (Brain-Drain) melalui mekanisme urbanisasi. Banyak warga yang telah mengecap pendidikan di bidang pertanian lebih senang tinggal di perkotaan dari pada tinggal di desa serta mengembangkan perekonomian pedesaan. Dengan demikian sulit menemukan Sumber Daya Manusia yang dapat dijadikan konsultan dalam pengembangan ekonomi pedesaan, khususnya dalam pertanian.
2. Masyarakat pedesaan tidak memiliki kemampuan prediksi kebutuhan pasar. Umumnya masyarakat pedesaan lebih senang bercocok tanam menurut kebiasaan, tanpa melihat kebutuhan pasar. Hal itu menyebabkan hasil produksi pertanian tidak memiliki nilai jual yang baik, sebab para pedagang pengumpul (toke, tengkulak) dapat mempermainkan harga.

3. Masyarakat petani tidak memiliki jaringan kerja antar sesama mereka, yang melaluinya koordinasi pola tanam dan pemasaran dapat berjalan dengan baik.

Foto bersama: Kadep Diakonia bersama peserta dan pihak KPTB

Beberapa alasan di atas mengakibatkan produktivitas pertaniaan pedesaan sulit dikembangkan. Inilah yang mendorong Gereja HKBP melalui Departemen Diakonia untuk merespon realita yang sedang terjadi dalam kehidupan jemaat, melalui pelaksanaan program pemberdayaan pelayan partohonan dan petani HKBP.

Peserta terlihat asyik dalam diskusi di lapangan

II. Program Pelatihan

Program Orientasi dan Pelatihan tersebut telah dilaksanakan di Kebun Percontohan Tanaman Buah Berastagi, dalam tiga gelombang, yaitu:

Gelombang Pertama, Tgl. 7-11 April 2008
Kegiatan ini diikuti oleh 14 orang peserta (petani dan pelayan) yang mewakili Resort Pohan-Lobu Siregar, Resort Bahal Batu, Resort Huta Tinggi, Resort Onan Runggu.

Gelombang Kedua, Tgl. 14-17 Mei 2008
Kegiatan ini diikuti oleh 23orang peserta (petani dan pelayan) yang mewakili Distrik Silindung, Humbang, Humbang Hasundutan

Gelombang Ketiga, Tgl. 21-24 Mei 2008
Kegiatan ini diikuti oleh 31 orang peserta (Petani dan Pelayan) yang mewakili Distrik Humbang, Humbang Hasundutan, Toba, Toba Hasundutan, Dairi, Samosir, Sumatera Timur, Tanah Alas, Medan Aceh, Sibolga.




Dalam seluruh rangkaian Orientasi dan Pelatihan Pertanian tersebut, Departemen Diakonia HKBP menetapkan thema: "Doakan dan usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang......(Yer. 29:7)". Selanjutnya Pdt. Nelson Siregar (Kepala Departemen Diakonia HKBP) dalam sambutannya, mengajak dan menghimbau seluruh peserta untuk membuka diri mengembangkan potensi yang ada. Secara khusus Pdt. Nelson Siregar mengajak para pelayan Partohonan HKBP yang mengikuti program tersebut menjadi "motivator-motivator" pertaniaan.

III. Materi Orientasi dan Pelatihan

Adapun kegiatan yang dilakukan terbagi dalam dua bagian, yaitu Pembekalan Materi (belajar teori di ruang kelas) dan Praktek di lapangan.

1. Materi-materi pembelajaran mencakup
- Manajemen Agribisnis Hortikultura;
- Pengenalan produk pertanian,
- pengenalan pasar dan managemen pemasaran hasil produksi.
- Perbanyakan Bibit Unggul Hortikultura
- Budi daya tanaman Hortikultura
- Kebutuhan Hara dan Pemupukan tanaman Hortikultura
- Penggunaan Pestisidan yang Efisien dan Efektif
- Pertanian Organik

2. Materi Praktek Lapangan
a. Praktek Budi Daya Tanaman (Mencangkok, menyambung, menempel).
b. Pembuatan Pupuk dan Pestisida Organik (Bokasi)
c. Perbanyakan Bibit Unggul melalui Kultur Jaringan (Laboratorium)
d. Pengamatan Tanaman Hortikultara

IV. Penutup

Dari seluruh rangkaian kegiatan orientasi dan pelatihan yang telah berlangsung, setiap peserta merasa terbantu dan sadar akan tanggungjawab yang besar dalam proses pemberdayaan masyarakat menuju kesejahteraan bersama.

Selamat berkarya...!

by Cal.Pdt Marudut Simanjuntak

Kamis, 26 Juni 2008

Doa Orang Benar

Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya. – Yakobus 5:16b

Apakah doa Anda seringkali tidak memperoleh jawaban? Kitab Yakobus mengajarkan tentang doa yang berkuasa. Ada tiga syarat untuk bisa berdoa dengan efektif.

1. Doa orang benar.

Doa yang efektif adalah doa yang dipanjatkan oleh orang benar. Siapakah yang dimaksud dengan orang benar? Alkitab mengajarkan, yang disebut orang benar adalah mereka yang “dibenarkan karena percaya kepada Tuhan Yesus Kristus” (Roma 3:26, 5:1). Orang benar adalah mereka yang menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat sehingga mereka dibenarkan. Mereka bukannya tidak pernah berbuat salah, tetapi mereka dibenarkan karena percaya kepada Tuhan Yesus. Apakah Anda termasuk orang benar?

2. Dengan Yakin Didoakan.

Doa yang efektif muncul karena adanya keyakinan. Bagaimana kita bisa berdoa dengan yakin? Pertama, keyakinan muncul karena doa tersebut lahir dari iman. Dan karena iman timbul dari pendengaran akan Firman Kristus (Roma 10:17), maka berdoa dengan yakin bisa terjadi karena ada dasar Firman Tuhan yang kita pegang. Biasakan berdoa dengan memegang janji Tuhan untuk permohonan doa kita tersebut. Kedua, keyakinan bisa muncul karena tidak ada tuduhan di hati kita. Itu sebabnya, Yakobus 5:16a mengajarkan untuk kita saling mengaku dosa kita sebelum saling mendoakan. Pengakuan dosa yang tulus akan menghilangkan tuduhan di hati kita. Apakah Anda cukup punya iman untuk menaikkan doa Anda? Jika belum, selidikilah Firman Tuhan. Carilah dan kemudian peganglah janjiNya dalam doa Anda! Setelah itu, selidikilah hati Anda. Apakah ada dosa yang perlu dibereskan? Apakah ada kesalahan yang perlu diakui?

3. Ketekunan.
Yakobus 5:17 memberikan contoh tentang Elia yang berdoa dengan sungguh-sungguh. Kesungguhan dalam doa melibatkan ketekunan. Elia berdoa dengan tekun, tujuh kali berdoa sebelum muncul awan sebesar telapak tangan yang menghasilkan hujan. Apakah Anda cukup tekun dalam berdoa?

Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya - Yohanes 15:7

pengarang : J. Williams

Selasa, 24 Juni 2008

Dosa Para Penguasa

Terungkapnya hasil percakapan telepon antara seorang pejabat Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejagung, yaitu Untung Udji Santoso dengan seorang wanita kaya bernama Artalyta, telah menimbulkan kekecewaan dan kemarahan yang luar biasa dari banyak orang. Betapa tidak kecewa dan marah, seorang pejabat tinggi yang seharusnya menegakkan hukum dan kebenaran, serta seharusnya menjunjung tinggi kejujuran dan transparansi, ternyata mengadakan pembicaraan secara diam-diam yang justru melanggar hukum dan menyembunyikan fakta yang sesungguhnya.
.
Percakapan via ponsel yang semula dianggap aman itu, sedang melakukan sebuah rekayasa bohong. Hal itu dapat dibaca dengan jelas pada harian ibu kota dengan berita utama: “Skenario Selamatkan Ayin”. Tidak dapat disangkal, berita tersebut telah meneguhkan berbagai dugaan selama ini tentang penyimpangan yang telah lama terjadi di lembaga negara yang sangat penting tersebut.
.
Setelah membaca laporan percakapan tersebut, seorang rekan berkomentar: “Kok itu wanita dekat sekali sih dengan para pejabat? Siapa sih itu orang? Cara menyapanya saja pakai “bang”. Jika hubungan penguasa dan pengusaha sudah sedemikian, mana mungkin tidak terjadi penyelewengan dan berbagai rekayasa hukum?” Teman yang lain nyeletuk: “Oh dia itu sih ATM nya para pejabat”, entah apa maksudna pernyataan tersebut.
.
Abraham Kuyper (1837-1920), seorang teolog Belanda dalam bukunya mengenai sphere sovereingnty menulis bahwa Allah yang berdaulat telah membagikan kekuasaanNya kepada pemerintah atau penguasa (God in his sovereignty shares or delegates His authority to the government or human authorities). Dari sini, penguasa atau pemerintah atas nama Allah, sekali lagi atas nama Allah, mengambil berbagai tindakan dan kebijakan demi dan untuk kebaikan rakyat.
.
Sejalan dengan pendapat Kuyper tersebut, di dalam Alkitab kita membaca: “Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu” (Roma 13:4). Dengan demikian, kita melihat penilaian yang sangat positif dari Alkitab terhadap pemerintah. Tidak tanggung-tanggung, pemerintah dapat julukan sebagai “hamba Allah” atau lebih tepatnya, pelayan Allah (Yunani, diakonos).
Makna sebutan itu jelas: penguasa atau pemerintah wajib melakukan apa saja yang sesuai dengan perintah Allah. Bukan saja demikian, di dalam melakukan tugas tersebut di atas, penguasa bertanggung jawab kepada Allah, sebagai atasannya, the greatest Master.
Selanjutnya, pada ayat di atas kita membaca satu anak kalimat yang sangat penting, yaitu, sebagai pelayan Allah, eksistensi dan keberadaan pemerintah adalah “untuk kebaikanmu”. Maksudnya, untuk kebaikan rakyat yang dipimpinnya. Dengan perkataan lain, sebagai pelayan Allah, pemerintah harus melakukan semua keputusan dan kebijakan demi dan untuk kebaikan rakyat.
.
Itulah natur atau keberadaan pemerintah, dia berada untuk melayani Allah untuk melayani rakyat. Jadi, Alkitab dengan sangat jelas dan tegas mengatakan bahwa pemerintah hadir bukan untuk dirinya sendiri, bukan untuk melayani dan memuaskan dirinya. Tetapi sebaliknya, sebagai pelayan Allah yang diwujudkan dalam pelayanan kepada rakyat demi membahagiakan rakyat.
.
Tidak Tahu atau Bebal?
.
Namun apa yang terjadi di negara kita? Fakta menunjukkan bahwa berbagai keputusan yang dilakukan oleh penguasa di Republik ini, baik yang dilakukan dengan terbuka atau diam-diam, hasilnya semakin menyengsarakan rakyat.
.
Rakyat semakin miskin, susah dan tidak tahu bagaimana menjalani hidupnya hari lepas hari. Ironisnya, di pihak lain, sebuah media media melaporkan tentang pejabat X dan menteri Y, di mana harta kekayaannya bertambah terus dengan berlipat kali ganda, bermilyard-milyard rupiah!
.
Membaca berbagai penyimpangan yang diberitakan di berbagai media, cukup sering penulis ragu apakah para penguasa di Republik ini benar-benar mengetahui fungsi dan perannya yang sesungguhnya.
.
Kalau pun tahu, tampaknya mereka telah menolak hati nuraninya dan menjadi bebal! Itulah sebabnya, mereka mendemonstrasikan berbagai tindakan yang sesungguhnya sangat memalukan. Sayang, tampaknya rasa malu telah hilang dari kebanyakan pejabat di republik ini.
Dalam kondisi yang demikian, kita sepenuhnya mendukung tekad pemerintahan Yudhoyono untuk terus mewujudkan pemerintahan yang bersih, tidak berhenti di tengah jalan sebagaimana dilakukan pendahulu-pendahulunya. Sekali pun banyak tantangan, dan betapa pun besarnya risiko yang diambil, Yudhoyono telah menyatakan tekad bulat penuh.
.
Saat meluncurkan buku laporan United Nations Development (UNDP) Yudhoyono menegaskan: “Apakah kita masih gigih dan memiliki semangat untuk memberantas korupsi atau justru lemah? Pilihan kita sangat jelas. Apa pun beratnya, pilihan kita, the show must go on, harus jalan...”. Semoga itu tidak sebatas wacana. Kita menunggu tindakan konkrit, sapu bersih semua lembaga negara, termasuk Kejaksaan Agung tersebut di atas.
.
Kepada para pemerintah dan penguasa di Republik ini, kita mau mengingatkan kembali akan makna keberadaan mereka sebagai pelayan Allah yang melayani rakyat. Itulah tugas dan panggilan yang mulia dari Sang Khalik, Pencipta dan Pengasih seluruh rakyat.
.
Bagi yang menyimpang, sadar atau tidak, suka atau tidak suka, pasti berurusan dengan Allah, yang telah mendelegasikan kekuasaan tersebut. Hukuman pasti diterima oleh mereka yang berdosa dan melanggar perintahNya. Jika tidak sekarang, di dunia ini, kelak di akhirat!n
.
Sumber: Pdt. Mangapul Sagala, DTh (Sinar Harapan, 14 Juni 2008)
Penulis adalah alumnus Trinity Theological College, Singapura, sedang melayani di Persekutuan Kristen Antar-Universitas (Perkantas).

Jumat, 20 Juni 2008

Tetap Teguh di Tengah Badai

Rupanya, kenaikan BBM telah menelan banyak korban, lebih dari yang kita sadari. Sebuah media melaporkan bahwa segera setelah kenaikan BBM, seorang ibu nekat mengakhiri hidupnya. Hal itu dibuatnya dengan cara yang sangat ironis, yaitu menyediakan susu bagi suami dan kedua anaknya. ‘Untung’ suami selamat, susu belum sempat diminumnya.
.
Setelah pulang kerja, dia lebih dahulu menyaksikan istri dan anak-anaknya dalam kondisi tidak bernyawa sebelum dia meminumnya. Kisah serupa telah berulang kali kita baca sejak republik ini terus-menerus diterpa krisis.
.
Dalam kondisi hidup susah dan menderita, kehadiran iman dalam diri setiap orang menjadi sangat vital, tidak dapat ditawar-tawar. Ini bukan soal sok suci atau sok rohani. Tetapi jikalau seseorang tidak mau menjadi korban keganasan “badai” hidup yang sedang mengamuk, mau tidak mau, suka tidak suka, kerohanian harus ditingkatkan.

Ini bagaikan sekelompok orang yang sedang berlayar dengan Kapal Titanic. Ketika semuanya dalam keadaan tenang dan aman, setiap orang dapat duduk dengan santai dan bermain sesukanya. Tetapi ketika ancaman sudah mendekat, kapal tembus dan akan segera tenggelam, setiap orang harus siap siaga dan tidak boleh bermain-main.

Itulah juga yang dialami oleh murid-murid Tuhan Yesus. Ketiga penulis Injil (Mat, Mark, Luk) mencatat bagaimana kondisi murid-murid ketika sedang berlayar di danau Galilea. “Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditembus gelombang…” (Mat.8: 24).

Penginjil Markus menulis: “Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air.” (Mark.4:37). Dalam kondisi demikian, maka datanglah murid-murid Yesus membangunkan Yesus yang ketepatan sedang tertidur dan menyerukan: "Tuhan, tolonglah, kita binasa." (Mat.8:25).

“Mengapa Kamu Takut?”

Menjawab kepanikan dan ketakutan murid-murid tersebut di atas, Tuhan Yesus malah bertanya: "Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?" (Mat.8:26). Bagaimanakah respons pembaca terhadap pertanyaan tersebut? Barangkali, ada yang berkomentar: “Astaga, kok Tuhan nanya begitu sih? Siapa yang tidak takut ketika kapal yang ditumpangi sudah tembus dan air mulai masuk dan memenuhi kapal? Wajar dong.” Komentar seperti itu, dapat dipahami.

Penulis dapat memaklumi akan kepanikan dan ketakutan yang demikian. Masih jelas dalam ingatan penulis ketika penulis berlayar di danau yang sama, ingin menyeberang dari pantai Tiberias menuju Kapernaum. Baru saja kapal berjalan kira-kira 10 menit, kami terpaksa kembali karena angin keras dan pukulan ombak yang semakin kencang.

“Tidak mungkin kita melanjutkan perjalanan. Sangat berbahaya bagi kita”, demikian kata seorang ABK (Anak Buah Kapal). Wajah penumpang yang ketakutan kelihatan lega dengan keputusan itu.
Jika ketakutan para murid adalah hal yang wajar, mengapa Tuhan Yesus masih menegur juga? Ada pelajaran penting yang dapat dipetik dari ketakutan yang dianggap wajar tersebut. Rupanya, sekalipun hal itu kita anggap wajar, namun Yesus tidak menghendaki hal itu terjadi. Mengapa? Karena Tuhan Yesus ada bersama mereka.

Itu berarti, seruan “kita binasa” pada kalimat tersebut di atas tidak mungkin terjadi. Apakah kehadiran badai dan topan telah membuat mereka melupakan kehadiran Tuhan Yesus? Atau apakah kuasa badai dan topan lebih realistis dan lebih besar bagi murid-murid dibandingkan dengan kuasa Tuhan Yesus?

Dari teguran Tuhan Yesus, kita dapat mempelajari bahwa memang itulah masalahnya. “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?” Atau dalam bahasa Yunani kalimat itu berarti, “Mengapa kamu takut, kamu yang kecil iman?” (Oligopistoi). Jadi jelas, Tuhan Yesus menyoroti ketakutan akibat masalah iman. Dengan perkataan lain, hal itu berhubungan dengan pengenalan para murid kepada Yesus serta sikap dan penyerahan mereka.
Tuhan Yesus menegaskan bahwa para murid tidak perlu takut sekalipun badai taufan mengamuk. Demikian juga, Tuhan Yesus menegaskan bahwa para murid tidak perlu takut sekali pun kapal sudah tembus dan kapal mulai penuh dengan air. Alasannya jelas, sebab Dia ada bersama mereka berlayar melewati badai tersebut. Bukan saja demikian, Tuhan Yesus menegaskan bahwa Dia sanggup menyelamatkan mereka berlayar melewati badai tersebut. Dan jika Dia berkenan, Dia sanggup menghentikan badai dan taufan itu seketika. Dan itulah yang kemudian dilakukanNya.

Sesungguhnya, penulis sangat yakin bahwa di tengah-tengah kehidupan bangsa kita yang terus menerus diterpa ‘badai’ dan ‘taufan’ kehidupan yang mengancam sendi-sendi kehidupan rakyat Indonesia, Tuhan Yesus juga menyerukan agar tidak takut, tapi tetap beriman dan berserah penuh kepadaNya.
Bagaimana pun kondisi bangsa ini, Dia menyerukan agar umat tidak putus asa. Dengan beriman berharap kepada Yesus, tentu saja umat tidak boleh passif, tetapi tetap aktif dan melakukan segala usaha yang dapat dilakukan. Seorang pernah berkata: “Do your best and God will the rest”. Ya, mari kita lakukan yang terbaik, dan selebihnya, Allah akan melakukannya”. Soli Deo gloria.-

Salam hangat

Mangapul Sagala, DTh (Sinar Harapan, 7 Juni 2008)
Penulis adalah alumnus Trinity Theological College, Singapura, sedang melayani di Persekutuan Kristen Antar-Universitas (Perkantas).

Selasa, 10 Juni 2008

Paradigma Baru Pesta Bona Taon

Dalam kunjungan saya ke kantor Batak Pos baru-baru ini, Pemimpin Umum (PU) Batak Pos Saut Manurung menyinggung tentang milyaran dana yang beredar ketika Pesta Bona Nataon berlangsung. Tentang jumlah dana yang beredar ketika pesta bona taon diamini Pimpinan Redaksi Batak Pos Apul D Maharadja. Saut Manurung mengatakan, betapa dahsyatnya Bonapasogit (kampung halaman) jika dana itu dialihkan menjadi honor guru-guru yang bermutu ke bonapasogit. Mendengar gagasan Saut Manurung itu, saya terkejut. Dalam hati, menarik juga gagasan itu. Mendengar gagasan ini, saya menjadi mengerti mengapa Batak Pos selama ini berulangkali mengangkat isu pencemaran danau Toba, pembabatan hutan yang amat tragis di Bona Pasogit, korupsi di Bonaapasogit. Berita semacam ini berulangkali diangkat Batak Pos seolah-olah Batak Pos kekurangan berita. Ternyata pengelola Batak Pos begitu serius tentang masa depan Bona Pasogit. Terlihat jelas, Batak Pos tidak melihat memihak kepada penguasa maupun calon pemasang iklan. Doa saya, kiranya Batak Pos tetap teguh memegang komitmennya demi masa depan bagsa yang cerah, khususnya masa depan Bona Pasogit.
.
Beberapa waktu lalu, saya hadir dalam pesta bona taon marga X. Saya menghadiri pesta itu dari istri. Dalam percakapan kami di luar gedung pertemuan, seorang marga X setengah mengeluh mengatakan bahwa marga X cukup tertinggal dengan marga-marga lain. Buktinya, lihatlah, hampir tidak ada mobil mewah, banyak angkot, mobil yang hadir banyak yang “rongsokan”. Di tengah perbincangan itu, saya memotong pembicaraan. Bersyukurlah tunggane (panggilan saya kepada seluruh marga X), datang dengan kesederhanaan dan penuh sukacita itu lebih baik dibandingkan pesta marga yang meriah dengan dihadiri para pejabat yang meyumbang dana hingga ratusan juta rupiah yang sumbernya dirahasiakan. Apalah artinya pesta bona taon yang serba wah, tetapi orang-orang yang hadir adalah koruptor dan adanya pengalihan dana untuk pesta bona taon karena dalam pesta bona taon itu ada penguasa?. Tidakkah itu mengebiri hak-hak rakyat?. Dengan cepat marga X itu mengatakan, kalau ada kesempatan marga X-pun pasti begitu, mungkin lebih parah. Mana ada orang yang mengabaikan kesempatan?. Mendengar jawaban itu, saya terdiam dan meninggalkan mereka. Lalu, saya mencari istri saya yang ternyata telah berbincang-bincang dengan keluarga lain.
.
Suka atau tidak, setuju atau tidak pesta bona taon di kota-kota besar seperti di Jakarta dijadikan sebagai adu gengsi. Pesta bona taon dijadikan sebagai unjuk kebolehan, untuk apa?. Cobalah kita untuk merenung, apa sesungguhnya makna pesta bona taon?. Apakah kita malu pada diri kita sendiri, ketika kita nobatkan penyumbang dana terbesar sebagai pemberi kata sambutan?. Tidakkah ini sebagai bukti pesta bona taon dijadikan ajang unjuk kekayaan materi?.
.
Jikalau kita maknai bahwa pesta bona taon sebagai pesta panen (gotilon) seperti di Israel, menurut Hotman Siahaan seorang sintua (majelis) HKBP Jl. Jambu Jakarta mengatakan, di Israel pesta panen dimaknai sebagai hasil panen pertama diserahkan kepada Allah. Semua yang hadir di pesta panen membawa silua (hasil panen pertama) yang nantinya diserahkan kepada suku Lewi (pelayan Tuhan), janda-janda, orang asing (yang tidak memiliki tanah), dan yatim piatu. Dengan kata lain, hasil yang dikumpulkan di pesta panen itu diserahkan kepada masyarakat marginal (masyarakat yang terabaikan). Menurut Hotman, pesta panen merupakan pesta kolektivitas. Jika pesta bona taon dimaknai sebagai pesta panen di Israel atau pesta gotilon di HKBP maka pesta bona taon mengalami pergeseran Sebab, pesta bona taon acapkali didominasi orang-orang tertentu seperti penguasa, pengusaha, pemborong, pembohong, dan lain sebagainya. Jika pesta bona taon dilaksanakan dengan adanya dominasi orang-orang tertentu, niscaya pesta bona taon tidak bermakna bagi masa depan bangsa maupun marga itu sendiri.
.
Harapan Pimpinan Umum (PU) Batak Pos Saut Manurung agar dana yang beredar itu dijadikan untuk peningkatan sumberdaya manusia di Bona Pasogit sangat relevan dengan hakikat pesta penen di Israel. Kita harus menyadari bahwa masyarakat Batak terlalu banyak yang dikategorikan sebagai masyarakat marginal. Masyarakat putus sekolah dari bona pasogit maupun masayarakat yang lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) datang ke Jakarta tanpa keahlian. Akibatnya, banyak yang menjadi tukang tempel ban, buruh kasar, kernet, calo angkutan, dan lain sebagainya. Saya tidak sedang merendahkan profesi tukang tempel ban, buruh kasar, kernet, calo angkutan dan lain sebagainya. Tetapi, jika mereka memilki sumberdaya manusia yang baik, minimal mereka melakaukannya secara profesional. Jika dia seorang kernet memiliki tujuan hidup yang benar, maka dia melakukannya dengan baik. Minimal, dia menjaga penumpangnya dari kekerasan seperti copet dan pelecehan seksual bagi wanita. Hanya, dibutuhkan pembinaan yang kontinu. Pembinaan yang kontinu ini membutuhkan dana. Oleh sebab itu, dibutuhkan dana untuk pengembangan sumberdaya manusia yang bermutu. Seorang kernet yang mengerti makna hidup, dia mampu berkembang menjadi pengusaha sukses. Inilah pentingnya sebuah motivasi.
.
Teolog Einar Sitompul berpendapat bahwa pesta bona taon diadopsi dari budaya nenek moyang kita orang Batak. Zaman dahulu kala pesta bona taon itu dikatakan sebagai perputaran tahun. Ada orang yang melakukan pembersihan diri dengan marpangir (membersihkan diri dengan jeruk purut) sebagai pembersihan diri seperti yang dilakukan nenek moyang kita orang Batak. Pesta bona taon dimanfaatkan nenek moyang kita sebagai perenungan diri.
.
Perspektif manapun kita memaknai pesta bona taon, hendaknya kita memandangnya sesuai kebutuhan zaman. Zaman ini membutuhkan pengabdian kita untuk menjawab persoalan-persoalan sosial yang sedang kita hadapi. Utamanya, kita menginginkan keadilan sosial. Keadilan sosial akan tercapai ketika manusia di kolong langit ini selalu bersikap adil dalam mengambil keputusan. Bersikap adil adalah bagian dari kualitas sumber daya manusia. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia membutuhkan komitmen. Termasuk komitmen pesta bona taon marga-marga. Mari, kita komitmen membangun Bonapasogit. Batak Pos sudah memulainya.
.
Tulisan ini telah dimuat Batak Pos Sabtu 7 Juni 2008.
by: "gurgur manurung" gurgurmanurung@yahoo.com
Penulis adalah analis di Indonesia Democracy Watch. Mahasiswa doktor di UNJ.

Rabu, 04 Juni 2008

Danau Toba Masuk dalam Nominasi 7 Keajaiban Dunia

Indonesia mengajukan Danau Toba bersama Pulau Komodo dan Gunung Krakatau sebagai nominasi 7 keajaiban dunia. Pemilihan keajaiban dunia ini berbeda dengan pemilihan keajaiban dunia sebelumnya. Kali ini kriteria pemilihan keajaiban dunia bukan atas hasil dari usaha manusia secara sengaja, melainkan dari gejala alamiah.

Sebanyak 77 nominasi dari seluruh penjuru dunia sudah masuk dalam kriteria tersebut. Selain Negara Indonesia yang mengutus 3 keajaibannya, negara lain seperti Singapura, Brasil dll. Ikut ambil bagian dari pemilihan ini. Yang paling mengejutkan adalah Negara Malaysia yang menyertakan Pulau Sipadan sebagai tempat keajaiban mengingat pulau ini termasuk wilayah kontroversi perbatasan territorial antara Indonesia dengan Malaysia.

Pemilihan 7 Keajaiban Dunia ini dapat diakses melalui situs www.new7wonders.com. para pemilih bebas memilih keajaiban dunia yang diinginkannya. Jadi bagi kita, orang Batak, yang menginginkan keindahan Danau Toba - dengan Pulau Samosir dan Pulau Sibandangnya - menjadi daerah pariwisata yang terkenal di seluruh Dunia, maka kita harus mendukung dan memilih Danau Toba.

Ayo dukung Danau Toba!

Sumber : Andreo F. Rajagukguk
http://www.hkbp.or.id

Google Search Engine
Google
·

Guestbook of HKBP

·
·


Visitor Map