Sejak dulu, kawasan Menteng, Jakarta Pusat, dikenal sebagai pemukiman elit. Di sana, ternyata telah lama hadir gereja etnik, Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Gereja itu dikenal dengan nama HKBP Menteng atau HKBP Jalan Jambu. Usianya kini 52 tahun.
.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, HKBP Menteng berdiri tepat pada hari Minggu 25 September 1955. Para perintis Jemaat Persiapan Menteng saat itu mengadakan kebaktian pertama di gedung Adhuc Stat yang berarti "Di sini aku berdiri." Saat ini gedung tersebut menjadi kantor Bappenas, tepatnya di dekat Taman Suropati. Ibadah pertama itu kemudian dijadikan sebagai tanggal hari jadi resmi Jemaat Menteng - Jalan Jambu.
.
Peminjaman ruangan gedung tersebut untuk tempat ibadah kebaktian hanya hari Minggu saja, diajukan oleh pemuka warga kepada pemilik gedung, Pengurus Perhimpunan Theosofi, yang kebetulan kegiatannya telah "megap-megap" setelah berakhirnya Perang Dunia (PD) II. Acara kebaktian hanya dapat berlangsung pukul 10.00 pagi saja, karena harus lebih dahulu digunakan ibadah oleh jemaat Gereformeerd, warga Kristen Belanda yang tinggal di kawasan Menteng ketika itu.
.
Setidaknya ada dua peristiwa unik saat warga itu mulai kebaktian di gedung Adhuc Stat. Pertama, muncul beberapa komentar "minuer" warga persiapan jemaat ini yang mengatakan gedung itu tidak layak dijadikan tempat kebaktian dengan alasan gedung itu agak angker.
.
Ada kemungkinan klaim ini dilancarkan, mengingat gedung itu bekas tempat kegiatan ritual kaum Theosofi sehingga terkesan angker. Selain karena banyak dari anggotanya "dibabat" oleh tentara pendudukan Jepang, kesan Theosofi terhadap beberapa warga jemaat mungkin membuat mereka antipati. Bukankah organisasi itu adalah tempat berkumpul orang-orang yang lazim disebut sebagai para pemikir yang berhaluan vrijdenker (free thinker) alias orang yang tak mempunyai iman-ketuhanan?
.
Tentu saja para penggagas peribadatan Minggu Menteng pada mulanya tidak sampai berpikir tentang layak tidaknya bekas gedung Theosofi itu dipakai untuk kebaktian. Sampai-sampai mereka merasa perlu meminta advis kepada Pdt.Prof.Dr. Verkuyl dari STT Jakarta, serta memohon petunjuk. Teolog itu menegaskan bahwa sama sekali tidak ada salahnya menggunakan bekas gedung Theosofi untuk ibadah. Dan bukankah Gereja Gereformeerd, warga Belanda juga menggunakannya untuk tujuan yang sama? Dengan jawaban itu, jemaat mula-mula HKBP itu puas, dan meneruskan peribadatan di gedung Adhuc Stat.
.
Peristiwa kedua, datangnya utusan pengurus jemaat PKB, yang sudah mendapat tempat kebaktian di Jalan Jawa, Menteng, kepada Wakil Guru Huria, G.A. Siahaan, pada awal pembukaan Parmingguan (peribadatan) HKBP Menteng. Utusan itu adalah rekan-rekan Siahaan yang sudah bermukim di Menteng sejak awal kemerdekaan. Saran utusan itu, sebaiknya tidak dibuka "jemaat Batak-Kristen" yang lain di kawasan Menteng, mengingat PKB sudah mendirikan gereja di sana. Tentu saja usulan itu suatu cetusan hati yang terlalu "prinsip-prinsipan" tanpa mempertimbangkan faktor-faktor sosiologis lainnya. Seperti disajikan di muka, terbentuknya jemaat-jemaat yang memisahkan dari Batakmission (cikal bakal HKBP) seperti HChB, PKB, dan lain-lain sebagai akibat adanya anggapan terlalu otoriternya pimpinan Zending atau Batakmission yang pada gilirannya mengakibatkan kuatnya gejolak keinginan mandiri di kalangan beberapa warga.
.
Singkat cerita, kebaktian di gedung Adhuc Stat hanya berlangsung lima tahun, yakni sampai 25 September 1960. Alasan diakhirinya pemakaian gedung tersebut adalah, selain memang ada niat warga jemaat untuk membangun gereja sendiri (sebagaimana ditekadkan oleh oranng Batak Kristen), karena pada tanggal tersebut batas akhir penggunaan gedung itu yang diijinkan oleh pemerintah. Mulai saat itu pemerintah telah melarang kegiatan Theosofi di Indonesia, lalu mengambil alih kepemilikan gedung itu. Sebuah orgel ditinggalkan oleh jemaat Gereja Gereformeerd Belanda yang sebelumnya sama-sama menggunakan gedung untuk kebaktian, dihibahkan kepada jemaat HKBP Menteng.
.
Bulan Marturia
.
Seperti diuraikan Pdt Hotma TAP Pasaribu, MTh, Pendeta Resort HKBP Menteng, Jakarta, memasuki tahun 2008, pihak gereja HKBP Menteng telah mempunyai program Bulan Marturia, sebagai landasan kegiatan selama kurun tahun 2008.
.
Kami dan seluruh gereja HKBP di seluruh dunia, mempunyai program Bulan Marturia. Dimana pada tahun ini kami mempunyai fokus pelayanan pada hal penginjilan. Salah satunya melalui kegiatan penginjilan serta pemberian bantuan bagi masayarakat di Pulau enggano, Bengkulu," tutur pria kelahiran Medan 5 September 1961 ini.
.
Ternyata gereja yang mempunyai motto "Jadi Saluran Berkat Damai Sejahtera dan Sukacita Bagi Jemaat dan Masyarakat" ini memiliki keunikan tersendiri, dimana jemaatnya tersebar di seluruh wilayah Jabodetabek.
.
Seperti dikutip dari Laporan Tahunan HKBP Menteng tahun 2007, jumlah KK yang terdaftar sebanyak 1.283, yang tersebar di berbagai wilayah Guntur, Setiabudi, Manggarai, Saharjo, Menteng, Kebon Melati, Cikini, Kramat, Rawasari, Pal Meriam, Kayumanis, Jatinegara, Petojo, Tanah Abang, Pejompongan, Pluit, Jelambar, Tomang, Grogol, Slipi, Tebet Barat, Tebet Timur, Kebon Baru, Cempaka Putih, Kemayoran, Sumur Batu, Sunter, Kayu Putih, Rawamangun, Pondok Kelapa, Bekasi, Depok, Cimanggis, Mampang Prapatan, Pasar Minggu, Kramat Jati, Pasar Rebo, Cikoko, Kalibata, Tanjung Duren, Kebon Jeruk, Joglo, Pondok Indah, Lebak Bulus, Ciputat, Bintaro Ulujami, Tangerang dan Serpong.
.
Sumber :
Daniel Siahaan,
Tabloid Reformata Februari 2008
.
Berdasarkan informasi yang diperoleh, HKBP Menteng berdiri tepat pada hari Minggu 25 September 1955. Para perintis Jemaat Persiapan Menteng saat itu mengadakan kebaktian pertama di gedung Adhuc Stat yang berarti "Di sini aku berdiri." Saat ini gedung tersebut menjadi kantor Bappenas, tepatnya di dekat Taman Suropati. Ibadah pertama itu kemudian dijadikan sebagai tanggal hari jadi resmi Jemaat Menteng - Jalan Jambu.
.
Peminjaman ruangan gedung tersebut untuk tempat ibadah kebaktian hanya hari Minggu saja, diajukan oleh pemuka warga kepada pemilik gedung, Pengurus Perhimpunan Theosofi, yang kebetulan kegiatannya telah "megap-megap" setelah berakhirnya Perang Dunia (PD) II. Acara kebaktian hanya dapat berlangsung pukul 10.00 pagi saja, karena harus lebih dahulu digunakan ibadah oleh jemaat Gereformeerd, warga Kristen Belanda yang tinggal di kawasan Menteng ketika itu.
.
Setidaknya ada dua peristiwa unik saat warga itu mulai kebaktian di gedung Adhuc Stat. Pertama, muncul beberapa komentar "minuer" warga persiapan jemaat ini yang mengatakan gedung itu tidak layak dijadikan tempat kebaktian dengan alasan gedung itu agak angker.
.
Ada kemungkinan klaim ini dilancarkan, mengingat gedung itu bekas tempat kegiatan ritual kaum Theosofi sehingga terkesan angker. Selain karena banyak dari anggotanya "dibabat" oleh tentara pendudukan Jepang, kesan Theosofi terhadap beberapa warga jemaat mungkin membuat mereka antipati. Bukankah organisasi itu adalah tempat berkumpul orang-orang yang lazim disebut sebagai para pemikir yang berhaluan vrijdenker (free thinker) alias orang yang tak mempunyai iman-ketuhanan?
.
Tentu saja para penggagas peribadatan Minggu Menteng pada mulanya tidak sampai berpikir tentang layak tidaknya bekas gedung Theosofi itu dipakai untuk kebaktian. Sampai-sampai mereka merasa perlu meminta advis kepada Pdt.Prof.Dr. Verkuyl dari STT Jakarta, serta memohon petunjuk. Teolog itu menegaskan bahwa sama sekali tidak ada salahnya menggunakan bekas gedung Theosofi untuk ibadah. Dan bukankah Gereja Gereformeerd, warga Belanda juga menggunakannya untuk tujuan yang sama? Dengan jawaban itu, jemaat mula-mula HKBP itu puas, dan meneruskan peribadatan di gedung Adhuc Stat.
.
Peristiwa kedua, datangnya utusan pengurus jemaat PKB, yang sudah mendapat tempat kebaktian di Jalan Jawa, Menteng, kepada Wakil Guru Huria, G.A. Siahaan, pada awal pembukaan Parmingguan (peribadatan) HKBP Menteng. Utusan itu adalah rekan-rekan Siahaan yang sudah bermukim di Menteng sejak awal kemerdekaan. Saran utusan itu, sebaiknya tidak dibuka "jemaat Batak-Kristen" yang lain di kawasan Menteng, mengingat PKB sudah mendirikan gereja di sana. Tentu saja usulan itu suatu cetusan hati yang terlalu "prinsip-prinsipan" tanpa mempertimbangkan faktor-faktor sosiologis lainnya. Seperti disajikan di muka, terbentuknya jemaat-jemaat yang memisahkan dari Batakmission (cikal bakal HKBP) seperti HChB, PKB, dan lain-lain sebagai akibat adanya anggapan terlalu otoriternya pimpinan Zending atau Batakmission yang pada gilirannya mengakibatkan kuatnya gejolak keinginan mandiri di kalangan beberapa warga.
.
Singkat cerita, kebaktian di gedung Adhuc Stat hanya berlangsung lima tahun, yakni sampai 25 September 1960. Alasan diakhirinya pemakaian gedung tersebut adalah, selain memang ada niat warga jemaat untuk membangun gereja sendiri (sebagaimana ditekadkan oleh oranng Batak Kristen), karena pada tanggal tersebut batas akhir penggunaan gedung itu yang diijinkan oleh pemerintah. Mulai saat itu pemerintah telah melarang kegiatan Theosofi di Indonesia, lalu mengambil alih kepemilikan gedung itu. Sebuah orgel ditinggalkan oleh jemaat Gereja Gereformeerd Belanda yang sebelumnya sama-sama menggunakan gedung untuk kebaktian, dihibahkan kepada jemaat HKBP Menteng.
.
Bulan Marturia
.
Seperti diuraikan Pdt Hotma TAP Pasaribu, MTh, Pendeta Resort HKBP Menteng, Jakarta, memasuki tahun 2008, pihak gereja HKBP Menteng telah mempunyai program Bulan Marturia, sebagai landasan kegiatan selama kurun tahun 2008.
.
Kami dan seluruh gereja HKBP di seluruh dunia, mempunyai program Bulan Marturia. Dimana pada tahun ini kami mempunyai fokus pelayanan pada hal penginjilan. Salah satunya melalui kegiatan penginjilan serta pemberian bantuan bagi masayarakat di Pulau enggano, Bengkulu," tutur pria kelahiran Medan 5 September 1961 ini.
.
Ternyata gereja yang mempunyai motto "Jadi Saluran Berkat Damai Sejahtera dan Sukacita Bagi Jemaat dan Masyarakat" ini memiliki keunikan tersendiri, dimana jemaatnya tersebar di seluruh wilayah Jabodetabek.
.
Seperti dikutip dari Laporan Tahunan HKBP Menteng tahun 2007, jumlah KK yang terdaftar sebanyak 1.283, yang tersebar di berbagai wilayah Guntur, Setiabudi, Manggarai, Saharjo, Menteng, Kebon Melati, Cikini, Kramat, Rawasari, Pal Meriam, Kayumanis, Jatinegara, Petojo, Tanah Abang, Pejompongan, Pluit, Jelambar, Tomang, Grogol, Slipi, Tebet Barat, Tebet Timur, Kebon Baru, Cempaka Putih, Kemayoran, Sumur Batu, Sunter, Kayu Putih, Rawamangun, Pondok Kelapa, Bekasi, Depok, Cimanggis, Mampang Prapatan, Pasar Minggu, Kramat Jati, Pasar Rebo, Cikoko, Kalibata, Tanjung Duren, Kebon Jeruk, Joglo, Pondok Indah, Lebak Bulus, Ciputat, Bintaro Ulujami, Tangerang dan Serpong.
.
Sumber :
Daniel Siahaan,
Tabloid Reformata Februari 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar