Kamis, 24 Januari 2008

Liturgi HKBP

LITURGI HKBP
Suatu Kajian Terhadap Perkembangan Tata Ibadah Minggu Gereja HKBP Ditinjau dari Segi Pendekatan Teologis
.
I. Pendahuluan
.
Liturgi adalah istilah teologis yang biasanya mengacu kepada ibadah gereja atau tata kebaktian. Kata “liturgi” berasal dari bahasa Yunani leiturgia. Kata leitourgia terbentuk dari akar kata ergon, yang berarti ‘karya’, dan leitos, yang merupakan kata sifat untuk kata benda laos (bangsa). Secara harafiah, leitourgia berarti ‘kerja’ pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa. Dalam masyarakat Yunani kuno, kata leitourgia dimaksudkan untuk menunjuk kerja atau sumbangan dari warga masyarakat yang kaya, dan pajak untuk masyarakat atua Negara.
Liturgi merupakan sarana penting untuk menghidupkan dan menguatkan kepercayaan jemaat dan untuk menyinarkan kasih Kristus kepada orang-orang yang belum menjadi anggota jemaat, sehingga mereka tertarik untuk bergabung dengan jemaat. Dengan demikian liturgi bagaikan cermin yang menerima sinar-sinar injil dan yang memantulkannya kepada jemaat dan kepada dunia. Bukan saja injil (sebagai hal yang terpenting) yang dipantulkan, tapi juga ajaran gereja (dogma) dan seringkali juga sejarah gereja dan dnegan cara bagaimana jemaat menghayati serta mengamalkan kepercayaannya. Semua itu dicerminkan dalam bentuk rupa suasana dan warna kebaktian.
Dewasa ini kebutuhan untuk membaharui liturgi gereja semakin mendesak, tetapi sebagian gereja tidak responsif terhadap kebutuhan tersebut. Mulai dari isi dan cara penyampaian khotbah, lliturgi yang kaku dan monoton. Akibatnya, liturgy gereja menjadi tidak komunikatif kepada warganya. Padahal liturgy merupakan komunikasi dengan Allah dan itu berarti harus pula komunikatif dalam persekutuan. Karena cenderung mengabaikan kebutuhan warganya dan mempertahankan yang diwarisi dari zending, banyak gereja yang ditinggalkan oleh jemaatnya, sebagian lari ke persekutuan-persekutuan doa (istilah “jajan”) dan sebagian lagi memilih menjadi anggota gereja yang pasif, yang hanya datang ke kebaktian pada hari-hari raya gereja, misalnya Natal dan Paskah. Oleh karena itu, dalam paper ini, penulis tertarik membahas perkembangan liturgi HKBP (dalam hal ini tata ibadah), sejauh mana HKBP mampu melakukan transformasi di dalam gereja khusus liturgi minggu, sehingga pelayanan HKBP kepada jemaat lebih optimal.
.
II. Gambaran HKBP Secara Umum yang Berkaitan dengan Faktor-Faktor Pembentukan Liturgi
.
Sebagaimana ada kemajuan dalam sejarah keselamatan, begitu juga ada kemajuan liturgi dalam ibadah jemaat. Liturgi berkembang dalam sejarah keselamatan dan menyesuaikan diri kepada corak setiap zaman. Liturgi tidak bersifat kaku atau keras, dan bentuknya tidak tetap sama sepanjang zaman. Secara dinamis liturgi mengikuti perkembangan sejarah keselamatan. Demikian juga halnya dengan HKBP. Liturgi HKBP juga mengalami perubahan mulai dari masa zending sampai masa sekarang.
Liturgi dibangun berdasarkan pada beberapa faktor , antara lain :
.
1. Faktor Alkitab
Alkitab berfungsi sebagai dasar dalam teologi Reformasi ( sola fide, sola gratia, sola scriptura) Dalam hal ini HKBP memiliki ajaran gereja yang berazaskan Alkitab . Setiap orang Kristen tunduk kepada Firman Allah, karena Firman itu bukan Firman manusia, melainkan Firman Allah yang satu-satunya. Maka dengan demikian Alkitab bagi HKBP mempunyai wibawa mutlak (absolute) dalam kehidupan bergereja.
.
2. Faktor Ajaran Gereja (dogma)
Faktor dogma dapat mempengaruhi penetapan liturgi. Hal ini dapat dilihat dalam gereja HKBP. HKBP merupakan gereja reformasi, dimana dalam penetapan lliturginya gereja reformasi menekankan pentingnya pelayanan Firman (sola Scriptura), sehingga khotbah mendapat tempat yang sentral dalam kebaktian. Bagi gereja reformasi faktor dogma erat berkaitan dengan faktor Alkitab. Gereja Reformasi mengakui sebgai dalil utama, bahwa dasar ajarannya adalah Firman Tuhan. Sejajar dengan itu dapat dillihat bahwa wewenang factor ini sama pentingnya dengan factor Alkitab.
.
3. Faktor Persekutuan Gereja
Wewenang faktor persekutuan tergantung pada peraturan gereja. Apabila persidangan raya menentukan suatu tata ibadah, dengan maksud supaya semua gereja memakai tata ibadah, maka peraturan itu bersifat perintah mutlak. HKBP merupakan gereja yang memilliki system sinodal episkopal dan presbiterial. Dari Sinode telah ditentukan suatu tata ibadah yang akan diikuti oleh seluruh gereja HKBP yang ada di Indonesia bahkan di dunia.
.
4. Faktor Sejarah Gereja
Gereja yang hidup pada masa sekarang bertanggung jawab untuk mengkaji perlindungan dan pemeliharaan dan untuk belajar dari sejarah gereja. Ajaran sejarah ini merupakan (juga di bidang liturgi) nasihat yang penting sekali untuk gereja sekarang. Namun faktor sejarah tidak mempunyai wibawa yang mutlak, melainkan (tergantung dari hasil penyelidikan sejarah) dapat membawa pengaruh yang bersifat ajaran yang penting atau nasihat yang kuat. Berdirinya HKBP merupakan hasil pekabaran Injil yang dibawa oleh badan zending RMG. HKBP resmi berdiri pada tanggal 7 Oktober 1861 , tanggal berundingnya antara pekabar-pekabar Injil Belanda dan pekabar-pekabar Injil Jerman (Heine, Klammer, Beltz dan Van Asselt). Tetapi pekabaran Injil di Tapanuli benar-benar berkembang berkat semangat Nomensen yaitu misionaris yang berasal dari Jerman yang mendapat pendidikan di bawah RMG. Sehingga pada masa itu corak teologi yang dibawa oleh Nomensen sangat berpengaruh terhadap pembentukan corak teologi HKBP bahkan sampai sekarang.
.
5. Faktor Misioner
Setiap jemaat seharusnya adalah jemaat missioner. Artinya berminat untuk mengabarkan Injil. Dengan kata lain setiap jemaat berusaha untuk menarik orang-orang yang belum mengenal Kristus supaya masuk gereja. Jemaat mendorong mereka untuk menggabungkan diri dengan jemaat yang berkumpul pada hari minggu. Pada dasarnya jemaat HKBP juga diharapkan menjadi jemaat yang missioner. Hal ini dapat dilihat dari sikap yang diwariskan oleh para misionaris pada masa zending. Tetapi sikap missioner ini secara nyata kurang terlihat di tengah-tengah jemaat HKBP. Padahal faktor missioner untuk menciptakan liturgi adalah fakor yang penting sekali, yang merupakan dorongan, terutama untuk membuat kebaktian itu hidup dan sesuai dengan pengertian dan penghayatan setiap hari.
.
6. Faktor Kebudayaan
Faktor kebudayaan juga merupkan faktor yang penting dalam pembentukan liturgi. Faktor ini berkaitan dengan faktor missioner. Gereja HKBP sangat erat hubungannya dengan kebudayaan karena HKBP adalah gereja suku. Jemaat HKBP pada umumnya adalah suku Batak Toba. Suku Batak Toba sangat kaku dengan adat karena bagi mereka adapt berfungsi untuk mengatur hidup kekeluargaan, hidup bermasyarakat dan hidup berpemerintahan, dimana setiap orang/keluarga diminta supaya saling menghormati, saling menghargai, salling membantu dan saling mengasihi. Hal ini tampak jelas dalam umpama yang mengatakan “Sisolisoli uhum, siadapari gogo”. Artinya, yang memberi adat, dialah yang menerima adapt, yang mau menolong temannya, dialah yang menerima pertolongan . Contohnya Dalihan Na Tolu (DNT). DNT adalah pranata adat yang diciptakan dan merupakan warisan peninggalan nenek moyang (leluhur) orang Batak sejak ratusan tahun yang lalu. DNT sudah merupakan deep culture bagi orang Batak sehingga sekalipun budaya Batak bersentuhan dengan budaya baru/perubahan-perubahan yang baru, DNT akan berusaha tetap eksis bersama-sama dengan budaya baru itu. DNT terdiri dari 3 pilar, yaitu :
.
• Manat Mardongan Tubu
Hubungan sesama satu marga (sabutuha) harus hati-hati, dalam arti berbuat dan berbicara mesti saling menghormati, menghargai, dan menghindari sikap arogan.
.
• Somba Marhula-hula (hormat kepada hula-hula)
Hula-hula harus dihormati agar memperoleh keberuntungan dan senantiasa selamat sentosa
.
• Elek Marboru
Selalu bersifat membujuk,/mengayomi kepada pihak boru/perempuan
.
Orang Batak juga sangat berjuang untuk memperoleh kesuksesan yang diwujudkan dalam 3H, yaitu hagabeon (banyak keturunan), Hamoraon (banyak harta) dan hasangapon (terhormat). 3H ini merupakan falsafah hidup orang Batak. `Kekakuan orang Batak terhadap adat yang dipegangnya sangat berpengaruh terhadap perkembangan gereja HKBP khususnya dalam hal liturgi.
.
7. Faktor Etnologis dan Antropologis
Faktor ini sebenarnya tidak begitu berbeda sifatnya dari faktor kebudayaan. Hanya, ingin menekankan bahwa dalam pembentukan liturgi harus sadar akan kenyataan, setiap bangsa berbeda-beda sifatnya. Misalnya emosi (dan cara untuk mengungkapkan emosinya dalam gerak-gerik, musik, cara berbicara); cara berpikir (sifat timur lain dari sifat barat); pandangan dunia (pandangan dunia adapt masih akan lama sekali mempengaruhi pengertian manusia akan penggunaan berbagai unsur kebaktian), dan lain sebagainya. Bila hendak menciptakan liturgi, mau tidak mau harus berhadapan dengan faktor ini.
.
8. Faktor Dunia Gereja
Maksudnya adalah pengaruh dunia di sekitar gereja yang dapat mempengaruhi liturgy. Misalnya:
• keadaan ekonomi. Bila keadaan ekonomi tidak baik dan masyarakat pada umumnya miskin, maka akibatnya untuk gereja jelas : bangunan gereja memprihatinkan, alat-alat musik tidak ada atau sederhana saja
• keadaan iklim. Keadaan hawa jjuga mempengaruhi sifat gedung gereja
• keadaan polotik. Bila gereja dianiaya, maka akibatnya untuk ibadah jelas, yaitu berkumpul secara rahasia di tempat-tempat tersembunyi. Tapi sebaliknya, pemerintah memberika subsidi untuk membangun gereja.
.
HKBP memilliki jemaat yang beraneka ragam dari segi ekonomi. Mulai dari tingkat perekonomian yang rendah sampai tingkat ekonomi tinggi. Keadaan politik sangat berpengaruh terhadap perkembangan gereja HKBP. Hal ini dapat dilihat dari masalah HKBP beberapa tahun yang lalu yang dipicu oleh campur tangan pemerintah terhadap gereja HKBP.
.
Dari ke-8 faktor-faktor tersebut dapat dilihat bagaimana kondisi HKBP secara umum yang berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan tata ibadah/lliturgi HKBP sampai sekarang.
.
Bentuk Liturgi/Tata Ibadah Awal Masa Zending
.
Bentuk liturgi yang dibawa oleh para misionaris ke tanah Batak merupakan cikal bakal bentuk liturgi HKBP setelah HKBP mandiri sampai sekarang. Bentuk liturgi yang dibawa ke tanah Batak adalah lebih dominan menyerap bentuk liturgi Lutheran. Penampilan peraturan gereja dan Tata Ibadah dapat melukiskan betapa di tingkat jemaat para zendeling menjalin tradisi Eropa Kristen dengan tradisi kebudayaan Batak. Tata Ibadah karangan Nomensen menampilkan pola kesalehan : Ibadat dimulai pukul 9 pagi, setelah lonceng dibunyikan sampai 3 kali. Pada mulanya diadakan nyanyian disusun oleh Liturgi yaitu : Perintah-perintah, Pengakuan Iman dan Doa. Kemudian nyanyian lagi, Khotbah dan Doa, selanjutnya kembali nyanyian, pemberkatan, lalu 9 kali haleluya dan 6 kali Amin dinyanyikan. Setelah diadakan doa diam, jemaat bubar
.
Liturgi/Tata Ibadah HKBP Masa Sekarang dan Makna Teologisnya
.
Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa tata ibadah HKBP cikal bakalnya berasal dari tata ibadah yang dibawa oleh para misionaris pada masa zending, maka tata ibadah HKBP pada masa sekarang ini adalah sebagai berikut :
.
a. Tata Ibadah
.
1. Bernyanyi
2. Votum
3. Bernyanyi
4. Hukum Taurat
5. Bernyanyi
6. Pengakuan Dosa
7. Bernyanyi
8. Epistel
9. Bernyanyi
10. Pengakuan Iman Rasuli
11. Warta Jemaat
12. Doa Syafaat
13. Bernyanyi (Persembahan)
14. Khotbah
15. Bernyanyi (Persembahan)
16. Doa Persembahan + Nyanyian
17. Doa Bapa Kami dan Berkat
? Koor disisipkan di antara susunan ibadah, tiap-tiap gereja berbeda penempatan koornya, tergantung kebijaksanaan gereja setempat.
.
b. Makna Teologis
.
1. Pujian
Sebagai tanda kesiapan jemaat untuk memulai ibadah
.
2. Votum
Pernyataan, proklamasi bahwa ibadah yang dilakukan adalah ibadah yang dilakukan dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Allah-lah yang telah mengumpulkan jemaat dalam ibadah. Haleluya yang dinyanyikan oleh jemaat merupakan respon jemaat dengan spontan untuk menyatakan terima kasih/syukur serta memuji Tuhan yang telah berkenan dengan kemurahan-Nya untuk mengumpulkan jemaat dalam persekutuan. Doa dalam votum: Doa yang dipimpin oleh pembaca votum untuk seluruh rangkaian ibadah dan mengarah ke thema Minggu
.
3. Pujian
Jemaat diingatkan akan berkat Tuhan yang selalu nyata dalam hidup serta memuji kemurahanNya
.
4. Hukum Taurat
Sebagai cermin bagi jemaat, apa yang diinginkan Tuhan dari setiap kehidupan anak-anakNya. Jemaat dapat melihat hal-hal yang diinginkan oleh Tuhan untuk evaluasi hidupnya. Kemudian dilanjutkan dengan pengakuan dosa.
.
5. Pengakuan Dosa
Setelah jemaat bercermin kepada Hukum Tuhan, maka jemaat menyadari dosa-dosanya. Jemaat sadar bahwa jemaat hanya dapat beribadah itu atas dasar penyesalan/pengakuan segala dosa-dosanya dan jemaat yakin bahwa dosa-dosa itu akan diampuni melalui penebusan Tuhan Yesus Kristus. Setelah jemaat mengakui dosa-dosanya maka ada Janji Tuhan bahwa Tuhan tidak akan melakukan kepada jemaat setimpal dengan dosa jemaat dan tidak dibalasNya kepada jemaat setimpal dengan kesalahan jemaat. Dia mengasihi anak-anakNya.
.
6. Nyanyian
Nyanyian ini merupakan respon jemaat terhadap pengampunan dosa yang telah diberikan Tuhan kepada jemaat, pernyataan syukur serta kekaguman kepada Allah yang telah mengampuni setiap dosa anak-anakNya, kekaguman terhadap Allah yang begitu baik dalam kehidupan setiap jemaatNya.
.
7. Epistel
Epistel merupakan pengantar Firman Tuhan yang dikemas dalam Khotbah. Epsitel dan Evanggelium (Firman untuk Kotbah) merupakan satu kesatuan yang utuh karena Firman Tuhan dalam Alkitab yang dibacakan dalam epistel mendukung Firman Tuhan yang dibacakan dalam khotbah. Epistel adalah pembacaan Firman Tuhan yang melibatkan jemaat.
.
8. Nyanyian
Merupakan respon jemaat terhadap Firman Tuhan yang dibaca
.
9. Pengakuan Iman Percaya
Kesaksian Iman Kristen yang harus dinyatakan dengan berani, yakin, tegas dan sungguh-sungguh ( tidak dengan ragu-ragu dan tidak ikut-ikutan) oleh sebab itu dilakukan berdiri. Pengakuan Iman merupakan pertanggungjawaban iman kepada Tuhan dan dunia sehingga harus benar-benar keluar dari hati yang ikhlas. Setelah jemaat menerima pengampunan dosa dari Tuhan, mendengarkan janjiNya dan membaca Firman Tuhan, jemaat menyatakan kesaksian imannya dengan rasa tulus hati tanpa paksaan
.
10. Warta Jemaat
Warta sudah disediakan bagi jemaat secara tertulis, tetapi masih ada gereja HKBP yang tidak membuat warta secara tertulus, warta hanya dibacakan secara lisan. Warta yang dibacakan dari depan adalah benar-benar harus diseleksi sehingga pembacaan warta tidak perlu membutuhkan waktu yang cukup lama. Pembacaan warta diletakkan sewaktu ibadah karena warta juga merupakan bagian yang penting dalam ibadah. Warta merupakan pemberitahuan kepada jemaat tentang perkembangan pelayanan, rencana-rencana kegiatan yang akan diadakan di gereja maupun dalam masyarakat, berita dari pusat sampai kepada kehidupan berjemaat. Pembacaan warta ini mengajak supaya semua jemaat peduli terhadap pelayanan/gereja bahkan terhadap sesama.
.
11. Doa Syafaat
Jemaat berdoa syafaat menyerahkan semua kegiatan pelayanan bahkan seluruh kehidupan jemaat kepada Tuhan. Oleh karena itu doa syafaat ditempatkan setelah warta jemaat. Apa yang sudah dibacakan di warta jemaat hendaknya dibawakan di dalan doa syafaat (misalnya: program-program pelayanan dalam gereja, orang-orang yang berulang tahun, dll) ditambah dengan hal-hal yang berkembang yang menurut pendoa syafaat perlu didoakan
.
12. Nyanyian Pujian :
Merupakan ungkapan hati jemaat bahwa jemaat siap untuk mendengarkan Firman Tuhan
.
13. Khotbah
Pemberitaan Firman Tuhan. Mewartakan kerajaan Allah bagi jemaat oleh si pengkotbah
.
14. Persembahan yang diikuti dengan nyanyian pujian
Persembahan merupakan tanda pengucapan syukur atas segala berkat Tuhan terutama atas perdamaian dengan Tuhan melalui pengorbanan Kristus, oleh sebab itu pengumpulan persembahan diikuti oleh nyanyian pujian ( pernyataan syukur dinyatakan dalam bentuk pemberian (kolekte) dan perkataan (nyanyian)). Persembahan penting untuk pembangunan persekutuan gereja dan jemaat serta membiayai misi gereja untuk menyatakan kesaksian dan pelayanan.
Persembahan ini juga merupakan respon jemaat yang dinyatakan melalui pemberian kolekte dan nyanyian pujian pada ibadah yang telah berlangsung atas undanganNya.
.
15. Doa Penutup ( Doa Persembahan + Doa Bapa Kami + Berkat)
Mendoakan persembahan yang telah terkumpul sekaligus doa untuk mmpersembahkan keseluruhan hidup jemaat (dinyatakan melalui nyanyian) kemudian Doa Bapa Kami yaitu doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus kepada Jemaat melalui firman-Nya. Dan diakhir ibadah ditutup dengan berkat ( suatu jaminan bahwa Tuhan yang melindungi umat milik-Nya). Dengan penuh pengharapan dan penuh keyakinan jemaat atas jaminan Tuhan, jemaat menyambut dengan menyanyi : Amin, Amin, Amin. Artinya, jemaat memuji Tuhan dan mengamini seluruh ibadah yang dinaikkan kepada Tuhan dan juga jaminan Tuhan atas hidup jemaat-Nya. (sungguh, pasti = amin)
.
III. Refleksi
.
1. Evaluasi
.
Liturgi HKBP sampai sekarang masih mempertahankan liturgi warisan dari zending. Ada kesan, dengan mempertahankan bentuk liturgy seperti itu jemaatnya sudah bosan. Di beberapa gereja HKBP, liturginya dari masa ke masa begitu-begitu saja, tidak berkembang. Doa-doanya bisa dihapal. Malah kalau jemaat rajin ke gereja semua aspek liturgi sudah dihafal. Misalnya pengakuan dosa, sudah di atur dari depan, padahal setiap jemaat mempunyai dosa-dosa yang berbeda. Di samping itu banyak jemaat juga yang menyatakan bahwa liturgi HKBP tidak menarik, ibadah di gereja HKBP tidak ada Roh Kudusnya. Mereka mengatakan ibadah di HKBP suam-suam kuku, khotbah-khotbahnya terlalu panjang, cara menyanyi tidak bergairah, kaku membosankan, dan lain sebagainya. Dan sering sekali jemaat memuji gereja-gereja aliran lain dengan menyatakan liturginya mantap sekalli, menghidupkan dan menggembirakan. Tidak dapat disangkal, ocehan-ocehan seperti itu pasti keluar dari jemaat. Kondisiseperti ini sangat menyedihkan.
.
Ibadah menempati tempat yang sentral dalam gereja HKBP, namun anggota-anggota jemaat umumnya tidak banyak mengetahui tentang ibadah. Mereka tidak tahu makna unsur-unsur liturgi. Makna simbol-simbol yang ada dalam gereja juga tidak dimengerti oleh jemaat. Mereka tiap minggu menghadiri kebaktian, tapi banyak dari mereka tidak tahu apa sebenarnya yang terjadi di situ. Sehingga jemaat terjebak dengan kegiatan-kegiatan rutin. Kondisi seperti ini sangat merugikan.
.
Liturgi HKBP adalah liturgi yang beraliran Lutheran, yang menekankan kepada pelayanan Firman dan pelayanan Firman itu paling banyak di khotbah. Dalam penyusunan liturginya, jemaat tidak dilibatkan karena sudah ada bentuk liturgi yang ditawarkan dari pusat. Sehingga tidak sedikit gereja HKBP yang mengadopsi secara bulat-bulat dari pusat tanpa melakukan pembaharuan, oleh sebab itu suasana setiap minggunya tidak berubah. Bagi gereja-gereja HKBP yang tidak mengadopsi dari kantor pusat, yang menyusun liturgi hanya dipercayakan kepada pendeta/penatua (pendeta/penatua sentris). Majelis tidak melibatkan potensi-potensi yang ada di tengah-tengah jemaat.
Dalam pelaksanaan ibadah, persekutuan secara horizontal (sesama) kurang dirasakan. Allah yang digambarkan dalam ibadah adalah Allah yang agung, Allah yang kudus, Allah yang mulia, Allah sebagai hakim, Allah yang sulit untuk dijangkau, hal ini dapat dilihat dari penataan ruangan gereja (mimbar yang tinggi, altar yang disakralkan, tempat duduk para pelayan terpisah dari jemaat, kotbah harus mimbar, dan lain sebagainya).
.
Secara umum terdapat dua kelompok dalam gereja, yaitu kelompok yang ingin mengubah ibadah (progresif) dan kelompok yang setia mempertahankan tata ibadah (konservatif). Kedua pihak fanatik membela posisi masing-masing. Kelompok progresif berpendapat bahwa tata ibadah harus diubah untuk menghidupkan dan menguatkan iman. Tapi kelompok konservatif justru kuatir, bahwa oleh segala macam pembaharuan maka kehidupan dan kekuatan iman akan rusak. Masing-masing dari kedua kelompok ini mengharapkan suatu dampak emosional dari liturgi yang diciptakan atau yang mereka pertahankan. Pada umumnya kelompok yang bersifat progresif adalah dari golongan muda/mudi dan kelompok yang mendukung konservatif kebanyakan orang tua.
.
Relevansi
.
Zaman postmodernisasi sekarang sangat berdampak terhadap seluruh segi kehidupan manusia, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan rohani. Persoalan yang dihadapi oleh gereja sekarang adalah manusia yang berubah. Meskipun orang masih membayangkan Allah, tetapi Allah yang seperti apa? Bagaimana supaya dalam ibadah, unsur-unsur yang ada sesuai dengan selera jemaat. Liturgi harus disesuaikan dengan orangnya. HKBP tidak dapat membendung perubahan zaman sekarang melainkan HKBP harus mampu untuk menempatkan diri dan tetap eksis. Liturgi HKBP sebaiknya harus bersifat inklusif (terbuka), merangkul semua golongan dalam gereja (perempuan, laki-laki, tua, muda, kaya, miskin, petani, dokter, buruh, kuli bangunan, dan seterusnya) serta terbuka pada unsur-unsur yang baik dari budaya etnis serta ibadah dari gereja lain, tidak memaksakan satu jenis ibadah. Ibadah harus mampu melibatkan atau merangkul semua orang. Secara intern dalam persekutuan itu sendiri dan secara ekstern kepada orang lain, bagaimana orang lain bisa tertarik, tertarik pada sesuatu yang kita buat dalam persekutuan itu.
.
HKBP harus mampu untuk berada di tengah antara konteks ekstrim kaku (konserfatif) dengan semangat yang muncul sekarang (progresif) dan bagaimana gereja menangani serta menciptakan liturgi sehingga semuanya terlayani. Bentuk yang lama masih baik untuk banyak orang dan yang baru juga harus diciptakan tanpa menghilangkan makna teologis dari bentuk yang lama, supaya liturgi yang diciptakan tidak hanya berupa hiburan belaka. Oleh sebab itu adalah tugas pelayan untuk menjelaskan unsur-unsur liturgi, agar jemaat mengerti apa dan bagaimana ia beribadah. Karena kalau jemaat mengerti semua aspek yang ada dalam liturgi, rasa kaku dan membosankan akan terobati. Tawaran liturgi untuk memenuhi permintaan jemaat dapat dikemas dengan menawarkan model-model liturgi dalam ibadah minggu setiap minggunya. Misalnya, pada waktu gereja pagi, bentuk liturginya dikemas dalam bentuk ekspresif (jemaat dengan bebas berekspresi dalam ibadah) dengan menggunakan lagu-lagu yang bercorak pop dan sewaktu gereja siang bentuk ibadahnya dikemas dalam bentuk impresif/klasik dengan menggunakan bahasa Batak. Disesuaikan berdasarkan kebutuhan jemaat.
.
Persekutuan di dalam Tuhan adalah persekutuan yang indah, persekutuan yang dibutuhan jemaat sekarang. Jemaat akan mengunjungi gereja yang dirasanya memiliki persekutuan yang hangat. Jemaat akan merasa nyaman dan merasa betah bergereja di satu gereja jikalau jemaat tersebut disambut dengan hangat. HKBP juga sebaiknya dalam ibadah menyeimbangkan persekutuan secara vertical ( persekutuan pribadi dengan Tuhan) dengan persekutuan yang horizontal (persekutuan dengan sesama). Kemasan liturgi dan pelayan-pelayan liturgi harus mengajak jemaat untuk merasakan persekutuan yang indah di antara jemaat, antara jemaat dan majelis gereja, karena gereja adalah merupakan satu kesatuan yang utuh di dalam tubuh Kristus. Ketika kita hidup di dalam Kristus maka kita juga akan mampu membangun persekutuan dengan sesama yang akan berdampak kepada orang-orang yang berada di luar gereja. Gereja adalah tubuh Kristus yang menjadi nyata melalui sikap hidup anggotaNya yang telah diperbaharui.
.
Liturgi yang dikemas sebaiknya juga menyeimbangkan gambaran Allah sebagai kepala keluarga, Allah yang penuh kasih , Allah yang bersahabat, Allah yang dekat kepada anak-anakNya, dengan Allah yang adil, Allah yang Mulia, Allah yang Kudus. Sehingga jemaat dapat merasakan bahwa Allah itu kasih sekaligus adil, Allah itu Agung, mulia, kudus tetapi Allah itu juga Allah yang dekat kepada setiap orang yang mau datang kepada Dia. Semua ini dapat digambarkan mulai dari penataan ruang ibadah sampai kepada bemntuk liturginya. Bagaimanapun proses berjalannya ibadah sangat dipengaruhi oleh suasana/lingkungan kita beribadah. Penataan ruangan membantu jemaat untuk memahami dan menikmati ibadah yang dia ikuti.
.
Liturgi yang diwarisi dari zending sebaiknya dikaji ulang kembali, sehingga liturgi yang ada sekarang adalah liturgi yang kontekstual, yaitu liturgi yang diciptakan berdasarkan kebutuhan jemaat, tentunya liturgi yang tercipta adalah liturgi yang tidak kehilangan makna teologisnya. Jemaat juga sebaiknya dilibatkan dalam pembuatan liturgi karena merea juga bagian dari gereja. Sebagai satu kesatuan tubuh Kristus, gereja harus saling melengkapi. Potensi yang ada di dalam jemaat sebaiknya diberdayakan, jemaat diajak untuk berpikir secara kritis, sehingga jemaat dapat benar-benar merasakan bahwa mereka adalah bagian dari tubuh Kristus dan bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan perkembangan gereja bahkan mereka juga turut berpartisipasi untuk mewujudkan dampak gereja kepada dunia.
.
Kesimpulan
.
Liturgi adalah kreasi teologis yang sekaligus teoritis dan praktis. Yang pertama tidak dapat berjalan tanpa yang kedua. Jika liturgy hanya berupa teori, maka ia tinggal sebagai dogma. Padahal liturgy juga merupakan praktis gereja. Secara garis besar liturgi HKBP merupakan liturgi yang masih mempertahankan warisan dari zending. Sesuai dengan perkembangan zaman, HKBP juga harus mampu untuk melakukan transformasi sehingga HKBP dapat menjawab kebutuhan jemaatnya, tidak terkecuali di bidang liturgi. Untuk melakukan transformasi ini tidak hanya tugas pendeta atau penatua, tetapi jemaat juga harus berpastisipasi.
.
Untuk mewujudkan peribadahan yang benar kepada Allah, diri pribadi harus berubah. Introspeksi dan perubahan merupakan bagian dari kondisi yang patut dikerjakan dalam rangka melaksanakan peribadatan yang benar. Tugas untuk mewujudkan kebaktian yang sesuai dengan syarat-syarat alkitabiah merupakan proses yang sukar sekali. Tapi walaupun sukar, justru sangat penting demi terciptanya suasana kehidupan yang sehat. Tapi dengan syarat : atas pertolongan Roh Kudus.
.
Saran
.
Sebagai gereja yang dinamis, sebaiknya HKBP terus melakukan transformasi, peka terhadap kebutuhan jemaatnya. Salah satu wujud nyata transformasi yang dilakukan harus kelihatan dalam liturgi yang dipergunakan oleh tiap-tiap gereja. Tiap-tiap gereja sebaiknya tidak mengadopsi sepenuhnya liturgi yang ditawarkan oleh pusat melainkan tiap-tiap gereja harus mampu menciptakan liturginya sendiri berdasarkan kebutuhan lokal dengan memberdayakan potensi-potensi yang ada dalam jemaat. Liturgi yang ditawarkan oleh pusat biarlah itu menjadi sebuah gambaran/pedoman untuk menciptakan liturgy yang baru, sehingga liturgy yang tercipta adalah liturgi yang makna teologisnya tidak hilang dan tetap sesuai dengan dogma HKBP.
.
Sumber :
Ance M. D. Sitohang
www.forumteologi.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar