Senin, 29 Oktober 2007

Konflik Non Agama yang Diagamakan Mencapai 70%

Jakarta (SIB)
Keyakinan tanpa toleransi hanya akan berbuah sikap fundamental. Sebaliknya, toleransi tanpa keyakinan hanya akan menimbulkan kebingungan untuk menjelaskan identitas keagamaan seseorang.
.
“Itulah perlunya membangun sikap moderat dalam diri para pemeluk agama. Moderat berarti menjaga keseimbangan antara keyakinan dan toleransi,” kata Ketua PBNU KH Hasyim Muzadi.Hal itu dipaparkan dia dalam Diskusi Panel bertema “Memperkokoh Kerukunan Umat Beragama di NKRI” yang diselenggarakan dalam rangka peringatan 146 tahun HKBP di Hotel Borobudur, Jl Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa (23/10).
.
Hasyim menambahkan, dari sekian banyak konflik yang terkait agama, hanya 30 persen yang murni karena persoalan agama.“70 Persen sisanya adalah konflik non agama yang diagamakan,” ungkap Hasyim yang juga salah satu presiden World Conference on Religion and Peace (WCRP) itu. Agama dan pemeluknya, lanjut Hasyim, seharusnya menjadi potensi, bukan menjadi problem bangsa.
.
“Kerukunan tumbuh dari persepsi beragama masing-masing pemeluknya. Bukan kerukunan yang basa-basi, atau kerukunan taktis,” cetus Hasyim.
.
Sementara Ephorus HKBP Pdt Bonar Napitupulu menyebutkan, konflik yang disebabkan sentimen agama yang pernah terjadi di Indonesia bukan disebabkan oleh faktor doktrinal agama.“Karena doktrin setiap agama, termasuk Kristen dan Islam mengajarkan penganutnya untuk mengasihi sesama manusia dan menciptakan perdamaian,” ujarnya.
.
Merujuk pada kajian terhadap kasus konflik bernuansa agama, Bonar mengungkapkan ada dua faktor yang menghambat kerukunan umat beragama di Indonesia.
.
“Pertama, kelompok agama-agama cenderung membangun, eklusifisme yang hanya mengakui masing-masing dan menafikkan kelompok lain. Kelompok agama tertentu mengklaim sepihak atas kebenaran hidup beragama dan menyalahkan penganut agama yang berbeda,” papar Bonar.
.
Faktor yang kedua, imbuh Bonar, pada tataran struktural, keputusan politik sering menjadi batu sandungan untuk mewujudkan kerukunan hidup beragama.“Misalnya prosedur mendirikan rumah ibadah yang tertuang dalam Peraturan Bersama Menag dan Mendagri nomor 8 dan nomor 9 tahun 2006. Ini merupakan contoh kebijakan buruk yang justru membuka sentimen keagamaan bahkan terkesan diskriminatif,” pungkas Bonar. (detikcom/o)
.
Sumber : Sinar Indonesia Baru, 24 Okt.
http://hariansib.com/2007/10/24/ketua-pbnu-konflik-non-agama-yang-diagamakan-mencapai-70/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar