Jumat, 20 Juni 2008

Tetap Teguh di Tengah Badai

Rupanya, kenaikan BBM telah menelan banyak korban, lebih dari yang kita sadari. Sebuah media melaporkan bahwa segera setelah kenaikan BBM, seorang ibu nekat mengakhiri hidupnya. Hal itu dibuatnya dengan cara yang sangat ironis, yaitu menyediakan susu bagi suami dan kedua anaknya. ‘Untung’ suami selamat, susu belum sempat diminumnya.
.
Setelah pulang kerja, dia lebih dahulu menyaksikan istri dan anak-anaknya dalam kondisi tidak bernyawa sebelum dia meminumnya. Kisah serupa telah berulang kali kita baca sejak republik ini terus-menerus diterpa krisis.
.
Dalam kondisi hidup susah dan menderita, kehadiran iman dalam diri setiap orang menjadi sangat vital, tidak dapat ditawar-tawar. Ini bukan soal sok suci atau sok rohani. Tetapi jikalau seseorang tidak mau menjadi korban keganasan “badai” hidup yang sedang mengamuk, mau tidak mau, suka tidak suka, kerohanian harus ditingkatkan.

Ini bagaikan sekelompok orang yang sedang berlayar dengan Kapal Titanic. Ketika semuanya dalam keadaan tenang dan aman, setiap orang dapat duduk dengan santai dan bermain sesukanya. Tetapi ketika ancaman sudah mendekat, kapal tembus dan akan segera tenggelam, setiap orang harus siap siaga dan tidak boleh bermain-main.

Itulah juga yang dialami oleh murid-murid Tuhan Yesus. Ketiga penulis Injil (Mat, Mark, Luk) mencatat bagaimana kondisi murid-murid ketika sedang berlayar di danau Galilea. “Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditembus gelombang…” (Mat.8: 24).

Penginjil Markus menulis: “Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air.” (Mark.4:37). Dalam kondisi demikian, maka datanglah murid-murid Yesus membangunkan Yesus yang ketepatan sedang tertidur dan menyerukan: "Tuhan, tolonglah, kita binasa." (Mat.8:25).

“Mengapa Kamu Takut?”

Menjawab kepanikan dan ketakutan murid-murid tersebut di atas, Tuhan Yesus malah bertanya: "Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?" (Mat.8:26). Bagaimanakah respons pembaca terhadap pertanyaan tersebut? Barangkali, ada yang berkomentar: “Astaga, kok Tuhan nanya begitu sih? Siapa yang tidak takut ketika kapal yang ditumpangi sudah tembus dan air mulai masuk dan memenuhi kapal? Wajar dong.” Komentar seperti itu, dapat dipahami.

Penulis dapat memaklumi akan kepanikan dan ketakutan yang demikian. Masih jelas dalam ingatan penulis ketika penulis berlayar di danau yang sama, ingin menyeberang dari pantai Tiberias menuju Kapernaum. Baru saja kapal berjalan kira-kira 10 menit, kami terpaksa kembali karena angin keras dan pukulan ombak yang semakin kencang.

“Tidak mungkin kita melanjutkan perjalanan. Sangat berbahaya bagi kita”, demikian kata seorang ABK (Anak Buah Kapal). Wajah penumpang yang ketakutan kelihatan lega dengan keputusan itu.
Jika ketakutan para murid adalah hal yang wajar, mengapa Tuhan Yesus masih menegur juga? Ada pelajaran penting yang dapat dipetik dari ketakutan yang dianggap wajar tersebut. Rupanya, sekalipun hal itu kita anggap wajar, namun Yesus tidak menghendaki hal itu terjadi. Mengapa? Karena Tuhan Yesus ada bersama mereka.

Itu berarti, seruan “kita binasa” pada kalimat tersebut di atas tidak mungkin terjadi. Apakah kehadiran badai dan topan telah membuat mereka melupakan kehadiran Tuhan Yesus? Atau apakah kuasa badai dan topan lebih realistis dan lebih besar bagi murid-murid dibandingkan dengan kuasa Tuhan Yesus?

Dari teguran Tuhan Yesus, kita dapat mempelajari bahwa memang itulah masalahnya. “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?” Atau dalam bahasa Yunani kalimat itu berarti, “Mengapa kamu takut, kamu yang kecil iman?” (Oligopistoi). Jadi jelas, Tuhan Yesus menyoroti ketakutan akibat masalah iman. Dengan perkataan lain, hal itu berhubungan dengan pengenalan para murid kepada Yesus serta sikap dan penyerahan mereka.
Tuhan Yesus menegaskan bahwa para murid tidak perlu takut sekalipun badai taufan mengamuk. Demikian juga, Tuhan Yesus menegaskan bahwa para murid tidak perlu takut sekali pun kapal sudah tembus dan kapal mulai penuh dengan air. Alasannya jelas, sebab Dia ada bersama mereka berlayar melewati badai tersebut. Bukan saja demikian, Tuhan Yesus menegaskan bahwa Dia sanggup menyelamatkan mereka berlayar melewati badai tersebut. Dan jika Dia berkenan, Dia sanggup menghentikan badai dan taufan itu seketika. Dan itulah yang kemudian dilakukanNya.

Sesungguhnya, penulis sangat yakin bahwa di tengah-tengah kehidupan bangsa kita yang terus menerus diterpa ‘badai’ dan ‘taufan’ kehidupan yang mengancam sendi-sendi kehidupan rakyat Indonesia, Tuhan Yesus juga menyerukan agar tidak takut, tapi tetap beriman dan berserah penuh kepadaNya.
Bagaimana pun kondisi bangsa ini, Dia menyerukan agar umat tidak putus asa. Dengan beriman berharap kepada Yesus, tentu saja umat tidak boleh passif, tetapi tetap aktif dan melakukan segala usaha yang dapat dilakukan. Seorang pernah berkata: “Do your best and God will the rest”. Ya, mari kita lakukan yang terbaik, dan selebihnya, Allah akan melakukannya”. Soli Deo gloria.-

Salam hangat

Mangapul Sagala, DTh (Sinar Harapan, 7 Juni 2008)
Penulis adalah alumnus Trinity Theological College, Singapura, sedang melayani di Persekutuan Kristen Antar-Universitas (Perkantas).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar