Jumat, 09 November 2007

Sorga, Impian atau Kenyataan?

Oleh
Pdt Mangapul Sagala
.
Ada banyak hal yang sangat berkesan ketika kami Tim PA Simpruk (16 orang) melakukan pelayanan atau yang disebut dengan mission trip ke Ambarita, Samosir, pada Jumat-Minggu, 26-28 Oktober 2007 yang lalu.
.
Salah satu yang sangat berkesan bagi saya adalah percakapan antara ibu Sinuhaji br Sembiring (sekitar 60 tahun) dengan istri saya, Junicke Sagala. Hal itu terjadi setelah acara perpisahan, di mana pendeta dan majelis Gereja HKBP Ambarita mengadakan acara jamuan makan pada hari Minggu siang.
.
Pada saat itu, sambil bersalaman, dengan wajah yang sangat ceria, ibu tersebut berkata: “Sampai ketemu di sorga”. Agak kaget mendengar kalimat itu, Junicke menjawab: “Ah, Tante, seperti sudah mau meninggal saja. Kita toh masih akan ketemu di Siantar.” (Kota di mana Ibu Sinuhaji dan ayah mertua saya berdomisili). Kemudian, Ibu Sinuhaji berkata: “Maksud saya, jika tidak lagi ketemu di dunia ini, kita pasti akan ketemu di sorga”. Selanjutnya, kami berangkat menuju Siantar dengan kendaraan yang berbeda.
.
Baru saja kami tiba di rumah sekitar lima menit, kami menerima telepon bahwa Ibu Sinuhaji telah dipanggil pulang ke rumah Bapa di sorga! Beliau meninggal di Siantar, pada saat berjalan hendak menuju rumahnya. Tampaknya, beliau mengidap penyakit jantung. “Ah masak sih? Lho, kan tadi Ibu Sinuhaji dengan sangat yakin mengatakan ‘sampai ketemu di sorga?” tanya Junicke.
.
Apa Dasarnya?
.
Apakah pengharapan tentang sorga merupakan impian orang sederhana, seperti anak-anak sekolah Minggu yang tidak berdasar sama sekali? Jawabnya, tentu saja, tidak.
.
Orang-orang pintar dan berpengalaman pun banyak yang percaya akan keberadaan sorga. Sebagai contoh, NT Wright, seorang yang sangat ahli dalam Perjanjian Baru, memiliki reputasi internasional, dan pernah menjadi guru besar di universitas bergengsi, seperti Universitas Cambridge dan Oxford, juga menegaskan akan keberadaan sorga sebagai tujuan akhir semua orang percaya. Di dalam buku yang berjudul The Meaning of Jesus, dia mengacu kepada 1 Kor:15, sebuah pasal besar di dalam Perjanjian Baru yang berbicara tentang akhir hidup orang percaya.
.
Tom Wright menulis: “Inilah inti pengajaran 1 Kor:15, bahwa semua akan diubahkan. Pada hari terakhir, sangkakala Allah akan berbunyi dan orang mati akan dibangkitkan....Kematian akan dikalahkan oleh kemenangan Allah. (hal.202).
.
Demikian juga, Prof Donald G Bloesch dalam bukunya Essentials of Evangelical Theology menegaskan bahwa sorga bukan sekadar suasana pikiran atau hati, atau lingkungan yang semakin baik. Dia menuliskan bahwa sorga adalah sebuah realitas, “not merely states of mind but time- space dimensions beyond our space and time” (vol 2, hal 212).
.
Alkitab memang banyak berbicara tentang sorga dan hidup kekal sebagai tujuan akhir dari orang-orang yang mengalami karya penebusan Tuhan Yesus. Hal itu terlihat dengan jelas, baik di dalam Perjanjian Lama (Ibrani, sorga: samayim, Aramik: semayin), maupun di dalam Perjanjian Baru (Yunani: ouranos).
.


Nabi Daniel menulis: “Dan banyak dari antara orang-orang yang telah tidur di dalam debu tanah, akan bangun, sebagian untuk mendapat hidup yang kekal, sebagian lagi mengalami kengerian yang kekal” (Dan 12:2).
.
Rasul Yohanes juga menulis: “...supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh.3:16).
.


Bahkan di dalam doa yang diajarkan Tuhan Yesus, umat di gereja, setiap Minggu mengucapkan dengan jelas kata sorga (Mat 6:9).
.
Lukas mencatat bahwa ke sanalah Tuhan Yesus terangkat setelah menyelesaikan tugas-Nya di dunia ini (Luk.24:51). Itu juga yang menjadi tujuan akhir dari setiap orang percaya, sebagaimana nyata dari janji Tuhan Yesus: “...Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di mana Aku berada, kamu pun berada” (Yoh.14:3).
.


Seorang Pastor Katolik yang sangat terkenal, Henri J Nouen, menggarisbawahi betapa banyak nyanyian Kristen yang berbicara tentang sorga dalam ibadah setiap Minggu. Oleh karena itu, tidak seharusnya orang-orang beriman takut pada kematian.
.
Sekali pun orang-orang beriman hidup di dalam berbagai kesulitan, penderitaan, dan aniaya yang mengancam nyawa, pengharapan akan sorga tidak boleh pudar. Ke sanalah pikiran dan hati terus-menerus diarahkan, sebagaimana diperintahkan oleh Firman Tuhan (Kol 3.1-2).
.
Hal itulah yang rupanya dialami almarhumah, Ibu Sinuhaji br Sembiring. Itu jugalah yang menjadi pengharapan kita yang teguh dan pasti. Sorga bukan sekadar impian, tapi dia juga sebuah kenyataan.
.
Sorga itu tidak ternilai harganya dan tidak dapat dibayar oleh apa pun, selain oleh darah Tuhan Yesus yang sangat mahal (1Pet 1:19). Wah, betapa bahagianya menjadi orang percaya. “Selamat jalan Ibu Sinuhaji ke rumah Bapa di sorga. Terima kasih telah mengingatkan kami akan kepastian sorga. Kiranya Tuhan mengaruniakan kepada kita semua iman, sukacita, dan kepastian yang sama. Dengan demikian, kita tidak mengakhiri hidup dengan sia-sia. n
.
Penulis adalah alumnus Trinity Theological College, Singapura, sedang melayani di Persekutuan Kristen Antar-Universitas (Perkantas).


.


Sumber : Sinar Harapan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar